YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Pesan Haedar Untuk Generasi Muda, Jadilah Ulul Albab. Mengakhiri tahun 2019 dan menyambut tahun baru 2020 Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengingatkan kita semua, khususnya sebagai generasi muda senantiasa menjadi generasi Ulul Albab yang hebat ilmu dan akhlaknya, serta tinggi peran sosial. Karena Itulah ciri Islam sebagai agama Dinul Hadarah (agama peradaban).
“Mari kita songsong hari esok tahun baru dengan menjadikan Islam dan kita muslim sebagai faktor sebagai agama untuk membangun peradaban,” ajaknya dalam Kajian Relfeksi Akhir Tahun 2019 di Majid Gedhe Kauman, pada Selasa (31/12/2019) malam, seperti dilansir muhammadiyah.or.id.
Dalam meyambut tahun baru, kata Haedar, bergembira itu wajar sebagaimana sifat manusia yaitu suka bermain dan suka bergembira. Tetapi tidak boleh berlebihan dan tetap ada takaran. Tetapi sebaliknya, terlalu sibuk dengan urusan ukhrowi (akhirat) hingga lupa dunia juga tidak baik, bahkan tidak diperbolehkan dalam Islam.
Ia mengatakan, dalam surat Al qasas ayat 77 Allah mengigatkan. “Carilah kebahagiaan akhirat seoptimal mungkin tetapi jangan kau lupakan hidup di dunia.”
“Ke masjid salat jamaah salat tahajud pengajian terus dilakukan, tetapi di ruang hidup kita dengan tetangga, dalam kehidupan bangsa dan bernegara itu juga harus kita perankan, dan itulah Islam,” ujarnya.
Dua Posisi
Sebagai manusia, kata Haedar Islam mengajarkan bahwa tubuh manusia mempunyai dua posisi. Pertama sebagai Abdullah (hamba Allah) yang harus ibadah kepada-Nya. Bahkan diciptakan manusia dan jin supaya beribadah kepada Allah. Kedua, adalah menyadari diri sebagai Khalifatullah Fil Ard sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi.
“Manusia harus memakmurkan bumi mengolah alam dan menjadi pemimpin dengan mengurus segala urusan masyarakat termasuk politik, ekonomi, budaya yang semuanya adalah denyut kehidupan duniawi yang harus dijiwai oleh nilai-nilai Islam,” katanya.
Untuk itu, kata Haedar ada empat hal untuk menghadapi tahun baru, baik hijriyyah maupun miladiyah.
Pertama, harus selalau tasyakur dan tafakur. Tasyakur adalah mensyukuri nikmat Allah apapun yang kita raih dan mentasyarufkan nikmat untuk kehidupan yang berarti.
“Seberapapun rizki yang kita peroleh, nikmati dengan tasyakur kepada Allah, Inshaa Allah akan berkah. Termasuk juga kita punya ilmu, manfaatkan ilmu itu sehingga ilmu kita itu berguna tidak perlu menjadi kesombongan,” kata Haedar.
Kedua, adalah tasyakur. Kita diperintahkan untuk selalu mengingat Allah dengan segala ciptaan-Nya yang maha kaya dan penuh manfaat.
“Kita harus tasyakur diberi diberi hidup di Indonesia ini, luar biasa segala macam ada di negeri kita sebagaimana Multatuli sebut sabagai untaian Zamrud Khatulistiwa,” ujarnya.
Mengingat Allah, kata Haedar bagaimana kita yakin kalau kita tidak pernah ingat Allah kemudian Allah akan mengingat kita. Maka dari itu, kita harus penuh kekhusu’an disaat kita berbuat baik ingat Allah apalagi disaat berbuat buruk.
“Kalau kita mengenal konsep tasyakur, orang mau korupsi tidak akan pernah jadi, karena sehebat apapun dia mengakali system, dia akan merasa diawasi oleh Allah. Untuk itu, tasyakur menjadi penting dalam makna luas, jangan hanya verbal dan lahiriyah saja,” katanya.
Ketiga, manfaat shalat. Orang yang shalatnya baik ia selalu berbuat baik terhadap siapapun bahkan terhadap alam lingkungan, tumbuhan, termasuk hewan.
“Bagaimana memperlakukan hewan saat menyembelih, misalnya harus diperlakukan dengan lembut dan penuh perasaan itulah ajaran Islam. Jangan mentang-mentang karena mereka hewan lalu kita seenaknya,“ ujarnya.
Keempat, ingat waktu. Dalam surat al-ashr Allah mengingatkan, bukan hanya waktu dalam hitungan hari dan tanggal, tetapi satu proses yang diciptakan Allah. Proses di dalamnya ada faktor ruang, dimana manusia hidup sejak dari rahim sampai akhir.
“Kalau menurut Yusuf Qardhawi, Al-Ashr itu punya makna, Assoriyah. Itu hidup kita disini dan saat ini untuk berbuat sesuatu. Al-Ashr, jadi bukan soal mengingatkan soal waktu. Waktu yang kita isi kata Muhammad Abduh, waktu yang kita isi dengan perbuatan perbuatan yang terbaik dan menghindarkan perbuatan-perbuatan buruk,” katanya.
Kelima adalah beriman. Di saat dia diberi rezeki rezekinya manfaat, maslahat dan menimbulkan tukmakninah dalam kehidupannya termasuk dalam kehidupan keluarga.
“Jangan sampai ketika banyak rezeki, lalu lupa keluarga yang sejak awal ikut menderita. Setelah sukses, lupa kanan kiri kita. Maka dengan iman, kita bisa memaknai termasuk soal bencana,” kata Hader mengingatkan.
Keenam adalah amal sholeh. Seberapapun kita miliki, harus beramal saleh baik dengan tenaga dengan pikiran, ilmu dan harta bahkan dengan jiwa. Jangan sampai beralasan kita tidak beramal saleh karena kita tidak punya apa-apa.
Sabda Nabi Muhammad SAW, “Jika anak Adam meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, sedekah jariyah, ilmu bermanfaat, dan anak sholeh yang selalu mendoakan. (HR Muslim)
Sedekah jariyah artinya, memberikan harta kita sesuai kemampuan kita. Dan yang tidak kalah penting kata Haedar, menjadi anak sholeh dan sholehah. Tentu hal ini tidak terlepas dari peranan orangtua itu sendiri yang juga harus sholeh dan sholehah dalam mendidik menjadi Qurrota Ayyun.
“Tetapi anak juga harus pandai birrul walidain, yaitu bagaimana berbuat baik terhadap orangtua serta mendoakannya baik yang orang tuanya tiada maupun masih ada,” kata Haedar.
Dengan merefleksi dan memahami tentagn bagaimana seharusnya berbuat dengan hadirnya tahun baru, kata Haedar, semua sebagai generasi Muslim harus menjadi Ulul Albab.