31.1 C
Jakarta

Ada Gangguan BAB? Waspada Kanker Usus Besar Mengintai

Baca Juga:

JAKARTA  – Kanker usus besar atau kanker kolorektal sebagian besar dijumpai pada kalangan usia lanjut (Lansia. Tetapi belakangan, jenis penyakit ini juga mulai ditemukan pada usia muda dibawah 50 tahun.

“Ada peningkatan kasus penderita kanker usus besar pada kalangan usia muda antara 30 hingga 35 persen,” kata dr. Wifanto Sadityo Jeo, Sp.B-KBD, dokter spesialis bedah digestif Siloam Hospitals Kebon Jeruk di sela temu media, pekan lalu.

Faktor penyebabnya antara lain akibat gaya hidup yang kurang sehat seperti merokok, minuman alkohol, stres, obesitas dan lainnya.

Kanker usus besar lanjut dr Wifanto, diawali dengan pertumbuhan sel pada lapisan usus paling dalam (mukosa) yang disebut polip adenoma. Pada stadium awal, polip adenoma dapat diangkat dengan mudah, sehingga penderita memiliki peluang sembuh lebih besar.

Sayangnya, tumbuhnya polip adenoma sering tidak disadari penderita. Akibatnya semakin lama pertumbuhan sel kanker berubah menjadi penyakit yang ganas, umumnya kurun 5 sampai 10 tahun.

Gejala kanker usus besar biasanya dimulai dari gangguan pola Buang Air Besar (BAB), berupa diare kronis atau sulit BAB. Gejala lain bisa berupa BAB darah, sakit perut, kembung, penurunan berat badan, bahkan benjolan dalam perut.

“Jika menemukan satu atau lebih gejala tersebut, sebaiknya segera ke dokter, lakukan pemeriksaan seksama,” jelasnya.

Ia mengingatkan bahwa  kunci utama keberhasilan penanganan kanker usus besar adalah ditemukannya kanker dalam stadium awal. Tujuannya agar terapi dan tindakan dapat dilaksanakan secara kuratif.

Karena itu menurut dr Wifanto, penting bagi setiap orang usia diatas 50 tahun untuk melakukan deteksi dini. Tindakan deteksi dini bisa menekan angka kematian hingga 16 persen

Deteksi dini kanker usus besar bisa dilakukan dengan beberapa pemeriksaan. Misalnya, dengan CT Scan pada bagian perut untuk membantu menilai bagian luar usus dan organ dalam perut yang berkaitan dengan benjolan. Selain itu dengan pemeriksaan tinja dan kolonoskopi yaitu tindakan memasukkan kamera ke dalam usus untuk mengevaluasi lapisan paling dalam pada usus besar kemudian dilakukan tindakan biopsi bila diperlukan.

Siloam Hospitals Kebon Jeruk sendiri menyediakan pilihan prosedur tindakan, bisa melalui prosedur laparotomi kolektomi yang merupakan pendekatan untuk mengangkat bagian tertentu diusus besar, dimana dokter bedah perlu membuat irisan panjang di perut untuk mendapatkan akses ke usus besar. Selain itu pilihan prosedur tindakan yang lainnya adalah dengan pendekatan laporoskopi minimal invasif; dimana dokter hanya perlu membuat sayatan kecil untuk memasukkan instrumen bedah khusus melalui pembedahan modern yang dikenal dengan Minimal Invasive Surgery Center (MISC).

Salah satu instrumen yang dimaksud adalah cannula atau port yaitu sebuah tabung kecil yang bisa masuk kedalam sayatan, ukurannya hanya 1-1,5cm. Kemudian dihubungkan dengan alat pompa berisi gas karbondioksida. Melalui cannula, rongga perut dikembangkan untuk menciptakan ruang, agar dapat mengangkat tumor/ kanker melalui sayatan yang minimal. Setelah itu, dokter bedah memasukkan kamera laparoskopi, berupa tabung tipis dengan kamera video kecil yang terpasang pada salah satu ujungnya, sementara dokter bedah mengendalikannya dengan bantuan monitor sebagai panduan.

Keuntungan paling signifikan dari prosedur laparoskopi MISC adalah sayatan yang dibuat lebih kecil maka rasa sakit yang dialami pun semakin minimal, kebutuhan untuk obat nyeri setelah operasi tidak dalam dosis yang besar sehingga mengurangi efek samping yang umum.

“Adhesi/ perlekatan dalam perut akan lebih minimal karena manipulasi usus lebih sedikit dibandingkan dengan operasi biasa. Lama rawat di rumah sakit juga semakin singkat karena pemulihan paska operasi lebih cepat,”
tutup dr. Wifanto.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!