26.1 C
Jakarta

Budaya Asing Bisa Ubah Identitas Bangsa

Baca Juga:

YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Bangsa Indonesia dituntut dapat mempertahankan kebudayaannya sendiri agar tidak kehilangan identitas. Menyusul pengaruh budaya asing yang semakin gencar di masa keterbukaan informasi atau era industri 4.0.

Rektor Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Dr Kasiyarno MHum mengemukakan hal itu seusai pembukaan ‘International Conference on Community Psycology, Humanization, and Religio-Culture : Critical and Decolonial Voice’ di Yogyakarta, Rabu (6/2/2019). Konferensi ini menghadirkan pembicara kunci Prof Mohamed Seedat (University of South Africa). Nara sumber lain adalah Dr. Herlina Siwi Widiana (UAD), Dr. Leigh Combes (Masey University, New Zaeland, dan Prof Shahnaaz Suffla (University of South Africa).

Lebih lanjut Kasiyarno mengatakan konferensi ini merupakan rangkaian kegiatan Milad UAD ke 58. Sedang penyelenggara Fakultas Psikologi dan Fakultas Sastra Budaya dan Komunikasi UAD. Sehingga tema yang diangkat terkait dengan psikologi humanitas, hubungan agama dan budaya, untuk membangun identitas bangsa.

“Era globalisasi, pengaruh asing banyak sekali. Kita perlu memperkuat budaya sendiri, mempunyai agama yang bisa menjadi tameng diri kita. Sehingga budaya-budaya kita tidak terpengaruh pada budaya lain,” tandas Kasiyarno.

Menurut Kasiyarno, produk yang dihasilkan dari konferensi ini berupa proceeding karya peserta konferensi. Paper peserta dikumpulkan dan dipublikasikan dalam bentuk proceeding sehingga bisa dibaca oleh banyak orang.

Sedang ketua penyelenggara konferensi, Ufi Faturahmah SPsi, MPsi mengatakan tema ini dipilih karena Ilmu Psikologi banyak diwarnai ilmu dari Barat (utara). Sedangkan Indonesia sendiri memiliki latar belakang budaya yang berbeda.

Menurut Ufi, narasumber dari Afrika dan New Zaeland sebagai negara bagian selatan dengan kesamaan latar belakang sebagai negara yang pernah dijajah, menjadi suatu hal yang menarik untuk dibahas. Studi tentang Psikologi Komunitas sangat banyak ditemukan di Afrika, sedangkan di New Zaeland dengan suku Maori sebagai kaum pribumi minoritas tentu memiliki kisah yang menarik.

“Budaya asli Indonesia memiliki banyak nilai kearifan yang perlu dikuatkan selain belajar dari negara Barat,” kata Ufi.

Sementara Prof Mohamed Seedat mengatakan psikologi di Afrika Selatan terlibat dengan ideologi dan rasisme politik yang dominan serta terang-terangan mendukung sistem apartheid yang disahkan pada tahun 1948. Sistem itu berakhir ketika Nelson Mandela menjadi presiden pada tanggal 27 April 1994.

“Ilmu Psikologi memiliki peranan penting dalam penyembuhan warga Afrika Selatan dari trauma yang muncul akibat penindasan akibat diberlakukannya sistem apartheid,” kata Muhamed Seedat.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!