27.5 C
Jakarta

Budaya Menjadi Perhatian Muhammadiyah

Baca Juga:

YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Rektor Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Dr H Kasiyarno MHum menandaskan Muhammadiyah sering dicap sebagai lembaga Islam anti budaya. Anggapan ini tidak benar, budaya di kalangan Muhammadiyah justru dilestarikan sebagai sarana untuk berdakwah seperti yang dilakukan Sunan Kalijaga.

Kasiyarno mengemukakan hal tersebut pada pementasan wayang kulit Milad UAD ke 57 di Kampus IV Yogyakarta, Sabtu (10/2/2018). Pagelaran wayang kulit semalam suntuk dengan lakon ‘Semar mBangun Kayangan’ dipentaskan dalang Ki Anom Teguh Purwocarito, mahasiswa UAD semester IV Program Studi Agama Islam.

“UAD bangga memiliki mahasiswa yang bisa ndalang. Dari 24.000 mahasiswa UAD hanya satu yang jadi dalang. Sebelum menjadi mahasiswa, Ki Anom Teguh Purwocarito sudah bisa mendalang. Ini membanggakan,” kata Kasiyarno.

Menurut Kasiyarno, UAD memiliki kewajiban untuk mempopulerkan mahasiswanya untuk mendalang. Sehingga dalam sejumlah kesempatan, Ki Anom Teguh Purwocarito ditampilkan di lingkungan kampus. Di antaranya, penerimaan mahasiswa baru, milad UAD, dan event lainnya.

“Ini untuk mempopulerkan Ki Teguh di kalangan mahasiswa. Barangkali ada yang tertarik juga. Selama ini, tidak ada fasilitas untuk mempertajam kemampuan dia dalam mendalang. Sebab dia sudah memiliki kemampuan sendiri sebelum masuk UAD,” katanya.

Dijelaskan Kasiyarno, Muhammadiyah sebagai lembaga Islam sering dicap anti budaya, Padahal UAD memiliki berbagai macam kesenian dan budaya yang dilestarikan. Di antaranya, kelompok tari, gamelan, musik, teater. “Kita sedang dalam proses membuat film. Di bidang seni, kita sudah mewadahi banyak,” jelasnya.

Sementara Ki Anom Teguh Purwocarito mengatakan kemampuan mendalang diperolehnya dari lingkungan keluarga dan masyarakat Klaten. Selanjutnya, kemampuan itu semakin tajam setelah masuk Pondok Pesantren Al Ma’un di Tegalayang, Caturharjo, Pandak, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

“Di pondok saya memperdalam ilmu agama Islam. Cita-cita saya bisa berdakwah melalui media wayang. Saya ingin melanjutkan perjuangan Walisongo. Terutama kanjeng Sunan Kalijaga yang menyebarkan agama Islam menggunakan media wayang,” kata Ki Teguh yang belajar mendalang secara otodidak.

Ki Teguh yang sudah mendalang di berbagai daerah ini mengatakan cerita Semar mBangun Kayangan ini juga diisi dengan dakwah. “Semar itu sebetulnya tidak membangun suatu tempat di Kayangan. Tetapi itu sebagai simbol membangun hati para Pandawa yang masih dangkal imannya. Kemudian diisi ilmu agama sehingga mereka memiliki iman yang kuat dan bisa memberikan nasehat yang baik bagi pemimpinnya,” tandasnya.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!