27.3 C
Jakarta

Demokrasi Belum Hasilkan Seperti Yang Diharapkan

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM — Demokrasi Belum Hasilkan Seperti Yang Diharapkan. Demikian salah satu kesimpulan dari pengajian bulanan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jakarta, Jumat (10/1/2020) malam. Pengajian ini mengakat tema Proyeksi Indonesia 2020.

Hamdan Zoelva, pakar hukum tatanegara mempertanyakan ketimpangan yang makin menganga saat ini. Padahal, proses demokrasi sudah berjalan seperti aturan yang ada. Namun, ketimpangan sosial ekonomi terjadi didepan mata. “Sebagian kecil orang, menguasai sebagian besar kekayaan alam Indonesia,” ujarnya

Ini, menurut Hamdan Zoelva, menjadi salah satu tantangan bagi pondasi kebangsaan kita. Padahal, dasar negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. “Ini jelas, sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan causa prima yang memberi warna seluruh sila lainnya,” ujarnya.

Menurut Hamdan, demokrasi memang telah memberikan kesempatan yang sama pada semua orang untuk untuk berbicara dan mendapatkan kekuasaan, juga untuk mendapatkan kekayaan. Namun, demokrasi tampaknya dibajak pemilik modal, karena ada ketimpangan yang luar biasa.

Sementara itu, Prof Siti Zuhro, peneliti LIPI menyebutkan, demokrasi Indonesia yang sudah melahirkan pemimpin terpilih dalam pemilu presiden, pemilihan gubernur dan bupati atau walikota, ternyata belum memberikan hasil seperti yang diharapkan.

Menurutnya, ada dua catatan penting, arah dan dinamika perkembangan sosial saat ini. Yaitu, antara terus bergerak untuk melakukan perbaikan, atau malah sebaliknya. “Apalagi jika melihat begitu banyak penyimpangan, distorsif dimana-mana. Namun, jika kita mawas diri, berfikir positif, bagaimana menyongsong Indonesia satu abad di tahun 2045, inilah yang perlu dipikirkan, bukan sekedar bagaimana nanti tahun 2024, sehingga pikiran tidak cekak seumur jagung,” ujarnya.

Siti Zuhro melihat, peristiwa politik yang cukup intens menerpa masyarakat Indonesia, sejak pilkada serentak pertama, hingga pemilu presiden terakhir, telah menyebabkan masyarakat terkotak-kotak. Masyarakat tidak solid. Persatuan Indonesia dalam bahaya, karena tersentuh terus-menerus oleh syahwat politik yang tidak berhenti.

“Masyarakat terkotak, muncul ancaman kohesif sosial yang krusial. Kita melihat, dampak sosial pemilu 2019 masih ada, meski sebagian elit sudah selesai. Apalagi, sepertinya sudah tidak adalagi oposisi,” ujarnya.

Pilkada menyedihkan

Siti Zuhro menyebutkan, pelaksanaan pilkada selama ini juga belum memberikan arti penting bagi masyarakat. Apalagi, banyak pemimpin yang dihasilkan dalam pilkada itu, kemudian bermasalah secara hukum. Maka, pilkada menjadi tidak bisa diharapkan untuk menaikkan konsolidasi demokrasi.

“Apalagi, bila pilkada hanya jadi mekanisme rebut kekuasaan, kepentingan pribadi dan golongan. Maka, pilkada sulit menghasilkan pemimpin yang berkualitas, atau punya integritas. Karena yang ada, hanya hasrat kekuasaan,” ujarnya.

Apalagi, menurut Siti Zuhro, tahun ini ada 270 pilkada. Padahal, pada saat yang sama, kondisi partai politik belum sempat menarik nafas. Parpol belum melakukan konsolidasi internal dan menyiapkan kader yang memiliki integritas. “Kalau begini kondisinya, apakah kita bisa berharap akan ada pemimpin yang baik dari hasil pilkada nantinya,” ujarnya.

Dibagian akhir, Siti Zuhro mengajak warga persyarikatan Muhammadiyah untuk menjadi khalifah bagi bangsa ini. Ia mengajak, warga Muhammadiyah untuk tetap memberikan pencerahan bagi kebangkitan bangsa.

“Kita harus bangkit,” ujarnya.

 

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!