32.9 C
Jakarta

Dukung Pengembangan UMKM, Upaya Menghadirkan ‘Sumur Raumah’ Masa Kini dari BSI

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Transaksi bisnis Sumur Raumah milik seorang Yahudi yang dilandasi kepentingan kaum dhuafa oleh sahabat Rosululloh bernama Utsman bin Affan telah dilakukan lebih dari 1400 tahun yang lalu. Tetapi siapa yang menyangka, bisnis tersebut abadi hingga kini. Bahkan dari sumur wakaf tersebut, pemerintah Arab Saudi mencatat rekening atas nama Utsman bin Affan pada 2020 mencapai lebih dari 2 triliun rupiah.

Mengutip laman almuttahed.com, sejak Sumur Raumah dibeli seutuhnya oleh Utsman bin Affan pada awal peristiwa hijrahnya Nabi ke Madinah, sumur tersebut tidak hanya dimanfaatkan oleh penduduk Madinah untuk kebutuhan rumah tangga tetapi juga minum ternak, perkebunan dan kepentingan lainnya. Lambat laun di sekitar Sumur Raumah berkembang perkebunan milik Utsman bin Affan yang ditumbuhi pohon kurma. Perkebunan dengan 1.550 pohon kurma tersebut dikelola oleh Kementerian Pertanian Arab Saudi yang hasil penjualannya, separuh untuk fakir miskin, separuhnya lagi digunakan untuk pengembangan usaha.

Dari hasil penjualan kurma kebun Utsman bin Affan, pemerintah Arab Saudi kemudian membangun hotel berbintang lima tidak jauh dari masjid Utsman bin Affan di Kota Madinah. Hotel Utsman bin Affan yang berada di bawah kelola Sheraton Internasional Hotel tersebut memiliki 15 lantai dengan 210 kamar siap sewa, 30 kamar khusus, 2 restoran besar dan 6 pusat perbelanjaan.

Pemerintah Arab Saudi mencatat jumlah saldo rekening di bank atas nama Utsman bin Affan pada Mei 2020 mencapai Rp2.532.942.750.000. Tentu saldo tersebut bukan akumulasi keuntungan selama 1400 tahun. Karena dalam pengelolaan semua bisnis milik Utsman bin Affan, pemerintah Arab Saudi telah mengalokasikan keuntungan sama rata untuk fakir miskin, upah pengelola hingga harta yang disimpan kembali.

Sumur Raumah menjadi bukti bahwa Islam menempatkan kepentingan fakir miskin, dan kaum dhuafa dalam tatanan lembaga bisnis baik dalam bentuk zakat, infak, sodaqoh maupun program pemberdayaan kaum miskin secara total. Strategi tersebut tidak hanya membawa kemaslahatan bagi ummat, tetapi juga menghasilkan bangunan bisnis yang kokoh dengan keuntungan yang terus mengalir deras. Inilah inspirasi bisnis yang diwariskan oleh sahabat Rosululloh yang terkenal kedermawanannya, Utsman bin Affan.

Allah dalam QS Faathir ayat 29 berfirman “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.”

Berkaca dari kisah bisnis Utsman bin Affan dengan Sumur Raumah, maka Bank Syariah Indonesia (BSI) sebagai sebuah entitas bisnis berbasis ajaran Islam juga telah menempatkan kepentingan fakir miskin, kaun dhuafa dan orang-orang yang kurang mampu dalam strategi bisnisnya sejak awal BSI beroperasi 1 Februari 2021. Hal tersebut tercermin dari alokasi dana untuk pemberdayaan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang menempati porsi cukup besar mencapai 22,57 persen dari total pembiayaan perseroan atau sekitar Rp53,83 triliun.

Nilai pembiayaan Rp53,83 triliun tersebut jauh lebih besar dibanding total pembiayaan UMKM yang disediakan oleh tiga entitas embrio dari BSI senilai Rp36,36 triliun pada September 2020. Rinciannya, pembiayaan UMKM milik PT Bank BRISyariah sebesar Rp18,7 triliun, PT Bank Syariah Mandiri Rp11,67 triliun, dan PT Bank BNI Syariah Rp5,99 triliun.

Bank Syariah Indonesia mendukung pengembangan UMKM (ist/tangkapanlayar Youtube BSI)

Wakil Direktur Utama 1 PT Bank Syariah Indonesia (Tbk), Ngatari menjelaskan UMKM menjadi salah satu ‘DNA’ dari BSI. Karena itu BSI akan menjadi bagian dari ekosistem dan sinergi pemberdayaan pelaku usaha UMKM, mulai dari fase pemberdayaan hingga penyaluran KUR Syariah.

Keseriusan dan komitmen BSI terhadap sektor UMKM ini juga tercermin dari struktur dewan direksi yang mengangkat direksi khusus yang membawahi retail banking dan UMKM diantara 10 orang jajaran direksi yang memperkuat bank syariah terbesar di Tanah Air tersebut.

Mengapa UMKM Penting?

Dukungan BSI terhadap para pelaku UMKM kata Ngatari tidak akan pernah kendor, karena UMKM merupakan pilar utama dalam perekonomian Indonesia. Sektor ini memiliki karakteristik positif seperti menyerap tenaga kerja yang besar, mengakomodasi peran masyarakat miskin, sumber devisa negara dan dominan dalam struktur ekonomi bahkan memberi kontribusi besar terhadap product domestic bruto (PDB).

Merunut data Kementerian Koperasi dan UKM RI tahun 2018, UMKM memiliki pangsa sekitar 99,99% (63 juta unit) dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia. Sementara usaha besar hanya sebanyak 0,01% atau sekitar 5400 unit.

Usaha mikro menyerap sekitar 107,2 juta tenaga kerja (89,2%), usaha kecil 5,7 juta (4,74%), dan usaha menengah 3,73 juta (3,11%). Sedangkan usaha besar hanya menyerap tenaga kerja sekitar 3,58 juta jiwa. Artinya jika digabungkan untuk UMKM dapat menyerap sekitar 97% tenaga kerja nasional, sementara usaha besar hanya menyerap sekitar 3% dari total tenaga kerja nasional.

Kontribusi sektor UMKM terhadap PDB sebesar 61,07% atau senilai Rp8,573 triliun. Kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia tersebut meliputi kemampuan menyerap 97% dari total tenaga kerja yang ada serta dapat menghimpun sampai 60,4% dari total investasi.

Oleh karena itu, lanjut Ngatari, menjadi kewajiban bagi pemerintah dan pihak-pihak terkait termasuk Bank Syariah Indonesia untuk mengambil posisi terdepan dalam mendorong sektor UMKM agar berkembang dengan lebih baik.

Adapun bentuk dorongan yang paling dibutuhkan pelaku UMKM antara lain adalah akses permodalan. Fakta menyebutkan hingga saat ini masih terdapat sekitar 20 juta pelaku UMKM yang belum dapat mengakses lembaga perbankan (unbankable) dengan berbagai alasan seperti rendahnya literasi keuangan pelaku UMKM, tidak adanya agunan dan persoalan administrasi yang berbelit.

Pedagang kecil di pasar tradisional menjadi kelompok pelaku usaha yang selama ini kurang dapat mengakses pembiayaan permodalan bank

Padahal keterbatasan modal ini, kata Ana Widya Puspitasari, dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo dapat menyebabkan ruang gerak UMKM menjadi sempit. Tak hanya itu, dalam tulisannya berjudul ‘Peran dan Tantangan Perbankan Syariah dalam Mengembangkan UMKM di Indonesia’ Ana juga menyebutkan sulitnya mengakses lembaga keuangan legal dapat memicu pelaku UMKM pada jeratan rentenir.

Menurut Ana, pemberian kredit atau permodalan kepada pelaku UMKM, secara langsung akan mempengaruhi volume usaha, bila hal tersebut digunakan menjadi modal kerja. “Jika kredit tersebut digunakan untuk investasi atau untuk melakukan diversifikasi usaha, maka akan meningkatkan kesempatan kerja yang pada akhirnya akan menambah volume usaha juga,” katanya.

Bank Syariah Solusi Tepat

Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mengatakan sektor UMKM adalah sektor terbesar di masyarakat Indonesia. Karena itu, bank syariah harus terus berupaya menyalurkan pendanaan modal kerja kepada UMKM baik melalui pembiayaan langsung maupun tidak langsung.

“Termasuk tentunya Bank Syariah Indonesia yang berkomitmen menyalurkan dana pemberdayaan UMKM lebih besar lagi,” katanya.

Penyaluran dana pemberdayaan UMKM ini bisa dilakukan melalui beberapa cara mulai dari memanfaatkan baitul maal wat tamwil (BMT) untuk menyalurkan pembiayaan, mendirikan pusat pelayanan pembiayaan mikro seperti gerai UMKM atau sentra UMKM. Atau bisa juga melalui konsep linkage antara bank syariah dengan BMT berupa joint financing dan executing.

Adapun produk layanan perbankan syariah yang dapat diaplikasikan untuk pelaku UMKM adalah pertama, sistem bagi hasil (musyarakah), yaitu keuntungan yang diperoleh akan dibagi dalam rasio yang disepakati diawal, sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak.

Kedua sistem mudharabah, yaitu sebuah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Risiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan nasabah UMKM.

Sistem pembiayaan modal kerja pada bank syariah seperti itu, kata Ketua Umum Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Akumindo) Ikhsan Ingratubun dinilai lebih cocok untuk mendukung pengembangan dan kemajuan UMKM di Indonesia.

Sistem bagi hasil berkeadilan menjadi solusi bisnis yang ditawarkan BSI (ist/tangkapanlayar Youtube BSI)

“Keuangan konvensional yang diterapkan perbankan secara umum kurang cocok bagi UMKM. Sebab, seringkali sistem keuangan konvensional memberatkan para perintis UMKM disaat usaha sedang tidak berjalan baik,” kata Ikhsan mengutip laman Republika, Ahad (21/4).

Sebaliknya, lewat sistem keuangan syariah yang menekankan bagi hasil, pelaku UMKM lebih ringan dan leluasa dalam mengelolaa pendanaan usaha. “Ini yang harus dituju pemerintah ke depan yakni pengembangan ekonomi kerakyatan yang dititikberatkan ke UMKM,” lanjut Ikhsan.

Untuk itu, menurut Ikhsan, pemerintah bersama otoritas terkait perlu mendukung pertumbuhan industri keuangan syariah, baik bank maupun non bank yang nantinya menjadi bagian dari ekosistem pengembangan UMKM. Sebab sampai sekarang, pendanaan berbasis keuangan syariah lebih banyak disediakan oleh industri non bank.

Senada juga disampaikan Nik Amah, dari IKIP PGRI Madiun. Dalam makalahnya berjudul  ‘Bank Syariah dan UMKM dalam Menggerakkan Roda Perekonomian Indonesia: Suatu Kajian Literature’ (2013), Nik Amah mengatakan bahwa sistem yang diterapkan oleh perbankan syariah sangat cocok untuk pengembangan UMKM karena perbankan syariah menerapkan sistem bagi hasil dalam memberikan bantuan pembiayaan. Perbankan syariah juga telah melakukan segala sistem yang telah ditetapkan sesuai dengan UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah yakni memberikan pembiayaan berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yaitu bagi hasil yang tidak merugikan pihak nasabah sehingga dapat menjalankan usahanya.

Anis Byarwati yang juga doktor bidang Ekonomi Syariah Unair, menjelaskan BSI tidak harus dominan fokus pada akad murobahah atau akad jual beli. Akan tetapi perlu juga memperbesar market share lewat ekspansi pembiayaan yang lebih luas tanpa kehilangan ruh syariahnya, seperti akad mudharobah yakni permodalan dengan nisbah bagi hasil yang disepakati, dan musyarokah yakni penyertaan modal usaha yang berbagi untung kepada perusahaan kecil.

“Sistem bagi hasil dan jual beli berkeadilan yang menjadi prinsip perbankan syariah masa kini menjadi energi besar untuk mendukung pengembangan UMKM,” tuturnya.

Strategi BSI Dukung UMKM

Untuk mendukung UMKM, Bank Syariah Indonesia telah merumuskan berbagai strategi khusus yang berfokus pada pertumbuhan yang sehat di sektor UKM dan Mikro. Strategi tersebut diantaranya penyaluran pembiayaan Kredit Usaha Rakyat(KUR), pembiayaan PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional), sinergi pembiayaan UMKM dengan pesantren, BUMN maupun lembaga lainnya, serta pelatihan bagi UMKM binaan.

“Kami memiliki komitmen tinggi untuk terus mendukung UMKM, karena ini memang salah satu DNA dari BSI,” papar Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia (Tbk), Hery Gunardi.

Dalam mendukung dan memajukan sektor UMKM di Tanah Air tersebut, Bank Syariah Indonesia berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan termasuk Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), serta organisasi kemasyarakatan lainnya.

Dukungan terhadap pelaku UMKM salah satunya adalah melalui skema KUR. Dalam skema KUR ini, pembiayaan untuk UMKM dibagi menjadi tiga yakni KUR Super Mikro yang memiliki nominal pembiayaan sampai dengan Rp10 juta dan tidak disyaratkan adanya agunan. Lalu KUR Mikro, dengan nominal pembiayaan berkisar Rp10 juta hingga Rp50 juta. Model KUR ini membutuhkan agunan pokok berupa usaha atau obyek yang dibiayai KUR ditambah agunan lain seperti surat tanah, kepemilikan kios, BKKB atau deposito.

Dan KUR Kecil yang memiliki nominal pembiayaan antara Rp50 juta hingga Rp500 juta. KUR jenis ini membutuhkan agunan pokok berupa usaha atau obyek yang dibiayai oleh KUR dan wajib disertai agunan tambahan berupa tanah, tanah dan bangunan, kios, kendaraan bermotor, deposito.

Banyak pelaku UMKM yang sudah menikmati KUR dari BSI ini. Misalnya pedagang batik di Kota Yogyakarta, peternak sapi di Bima dan lainnya.

Hingga bulan Juni 2021, pembiayaan UMKM di BSI tercatat sebesar Rp36,82 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan akhir tahun 2020 lalu yang tercatat sebesar Rp34,99 triliun. Pembiayaan UMKM tersebut dominasi oleh usaha menengah yang mengambil porsi 14,66 persen, disusul usaha kecil dengan porsi 10,76 persen dan usaha mikro sebesar 11,41 persen.

“Komposisi untuk pembiayaan UMKM di bulan Juni 2021 sebesar 22,86 persen, atau naik 46 basis point dibandingkan bulan Maret 2021,” lanjutnya.

“Selain melalui KUR, kami juga memiliki skema bantuan lain untuk mendukung tumbuhnya UMKM di Tanah Air,” tambahnya.

Skema tersebut misalnya restrukturisasi pembiayaan terhadap nasabah. Selama masa pandemi Covid-19, BSI telah melakukan restrukturisasi pembiayaan kepada 96 ribu nasabah dengan nilai Rp18,9 triliun, dimana sebanyak 65 persennya merupakan nasabah UMKM.

“Kami sudah melakukan restrukturisasi pembiayaan dengan nilai Rp18,97 triliun. Dari total itu sebanyak 65 persen atau 62 ribu nasabah adalah nasabah UMKM dengan nominal Rp7,91 triliun,” ungkap Hery.

Di samping itu, BSI juga berperan dalam penyaluran dana pemulihan ekonomi nasional (PEN). Hingga bulan Juli 2021 lalu, BSI telah menyalurkan dana pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp2,12 triliun untuk 18.539 debitur. “Kami targetkan sampai dengan 22 Oktober 2021 akan terealisasi kurang lebih Rp4,5 triliun, atau leverage satu setengah kali dari penempatan dana sebesar Rp3 triliun,” jelasnya.

Sementara secara umum hingga juni 2021, BSI mencatatkan total pembiayaan sebesar Rp161,50 triliun atau tumbuh 11,73 persen year on year. Pertumbuhan pembiayaan itu ditopang oleh pembiayaan mikro, gadai emas, dan pembiayaan consumer.

“Pembiayaan kiro tumbuh sebesar 12,88 persen, gadai emas tumbuh 27,70 persen dan consumer tumbuh 27,38 persen,” ujarnya

Direktur Retail Banking Bank Syariah Indonesia Kokok Alun Akbar mengatakan penyaluran pembiayaan UMKM yang dicapai BSI tersebut disokong oleh berbagai program dan sinergi pembiayaan dengan pesantren, organisasi keagamaan, BUMN, maupun lembaga lainnya.

Lebih lanjut Kokok Alun mengatakan selain dukungan dalam bentuk permodalan, sejak Juni hingga November 2021, Bank Syariah Indonesia bersama Shopee Indonesia juga menggelar pelatihan Go Digital bagi 1.000 UMKM.

“Puluhan juta pelaku UMKM di Indonesia perlu mendapatkan dukungan serta akses dalam mengembangkan usaha, dan beradaptasi dengan teknologi yang memungkinkan untuk go digital,” jelas Kokok Alun.

Data Kementerian Koperasi dan UMKM tahun 2020 menyebutkan dari 64 juta pelaku UMKM, baru sekitar 13% yang terhubung platform digital atau lebih kurang 8 juta. Targetnya pada akhir 2023, sebanyak 30 juta UMKM sudah go digital.

Pelatihan Go Digital dari BSI itu sendiri terdiri dari proses pembinaan UMKM dari hulu ke hilir diantaranya memahami potensi bisnis online, customer behavior, fotografi produk, copywriting produk hingga pemasaran di e-commerce. BSI juga melakukan beberapa program strategis seperti pengembangan dalam bentuk pendampingan, pembiayaan, hingga edukasi dan literasi kepada UMKM di Indonesia.

Bagi Kokok Alun, beradaptasi dengan teknologi bagi pelaku UMKM menjadi sangat penting. Sebab pandemi telah mendorong shifting pola konsumsi barang dan jasa dari offline ke online lebih massif. Ini bisa dilihat dari kenaikan trafik internet berkisar 15-20%. Hal ini menjadi momentum untuk mengakselerasi transformasi digital.

Penguasaan teknologi juga memungkinkan pelaku UMKM dapat menembus pasar global (go ekspor). Beberapa pelaku UMKM binaan BSI saat ini telah melakukan ekspor. Misalnya UMKM yang bergerak dalam bidang minyak atsiri yang kini telah menembus pasar Eropa.

Ia berharap pelaku UMKM dapat memanfaatkan potensi digital ekonomi Indonesia yang masih terbuka lebar dengan jumlah populasi terbesar ke-4 di dunia dan penetrasi internet yang telah menjangkau 196,7 juta orang. “Kami siap maju bersama para pelaku UMKM,” tutup Kokok Alun. (m. kurniawati)

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!