26.1 C
Jakarta

Ilmu Allah Tak Terkejar Oleh Kita

Baca Juga:

Oleh: Ashari, SIP*

“Dan kami telah ajarkan kepadanya (Nabi Khidzir) disisi Kami suatu ilmu,” (Al-Kahfi : 65). Ayat ini konon turun menyadarkan kepada Nabi Musa As, ternyata Khidzir juga mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki olehnya. Disamping keluasan hikmah ilmu yang dimilikinya, Khidzir juga mempunyai kesabaran yang luar biasa. Sementara di ayat yang lain disebutkan dengan jelas: Seandainya pohon-pohon yang ada di dunia dijadikan pena, dan air laut dijadikan tinta untuk menulis ilmu Allah, tidaklah cukup, air laut akan kering, ilmu Allah belum semua tersentuh. Subhanallah.

Ketika mendengar ada orang ahli komputer, tahu banyak program terkini, bisa bongkar pasang perangkat IT tersebut dengan cepat dan tepat, namun ternyata orang tersebut belum juga dapat mengusai program computer. Saat saya coba servicekan program akuntansi yang berbasis LAN, ternyata teman kita ini belum pernah mendengarnya. Artinya apa? Ilmu yang dipunyai oleh manusia, sesungguhnya sangat sedikit. Itu hanya contoh satu cabang kecil bidang teknologi. Sementara cabang ilmu begitu sangat luas.

Maka, benar kata orang kalau kita termasuk orang yang sombong, ketika kita merasa diri sudah pintar, sudah banyak menguasai ilmu pengetahuan dan suka merendahkan orang lain. Padahal sejatinya, ilmu kita sangat sedikit.

Ilmu  Allah benar tidak akan terkejar oleh siapapun. Meski demikian kita diwajibkan untuk menuntut ilmu setinggi mungkin. Hadist Nabi mengatakan, “Kejarlah ilmu, meski harus sampai ke negeri Cina,” Hukumnya fardu ain. Wajib sendiri-sendiri. Tidak boleh belajar, menuntut ilmu, mengaji itu diwakilkan kepada orang lain. Beda dengan mensholatkan jenazah, fardhu kifayah, ketika sudah ada sebagian orang lain sudah menjalankan, maka gugurlah kewajiban orang lain.

Lalu bagaimana sikap kita, setelah mengetahui Ilmu Allah tidak terkejar? Apakah cukup berpangku tangan? Karena tahu bahwa diri kita tidak dapat mengejarnya?

Pertama, semangat belajar tinggi. Justru mengetahui Ilmu Allah sangat luas, maka timbul penasaran untuk mengetahui sebagai dari karunia Allah berupa ilmu yang di tebarkan di muka bumi ini. Firman-Nya dalam surat Al-Mujadalah : “Allah akan mengangkat beberapa derajat diantara kita dengan iman dan ilmu,”. Jadi jelas, agar kita diangkat oleh Allah syaratnya dua, yakni beriman dan berilmu.

Ada cerita menarik dari seorang Ustadz dengan tidak bermaksud merendahkan profesi orang lain. Sebuah kisah komparasi, ada seorang yang berprofesi mengambil batu ginjal, sementara teman sekolahnya berprofesi mengambil batu kali. Sama-sama mengambil batu, namun ilmu yang digunakan lain, maka hasilnyapun akan lain. Yang pertama satu hari bisa berpenghasilan Rp50 juta, sementara temannya berpendapatan Rp50 ribu. Yang membedakan hanya satu, yakni ilmu yang dimilikinya.

Maka marilah kita niati ibadah dalam menuntut ilmu ini karena Allah, dengan demikian semakin banyak ilmu yang kita miliki, maka mustinya semakin kita dekat kepada yang punya ilmu, yakni Allah Swt. Bukan sebaliknya. Tidak pantas kita takabur.

Kedua, sediakan anggaran dan waktu. Menuntut ilmu ternyata tidak selamanya gratis. Tidak berbayar. Bahkan ada aksioma yang mengatakan semakin bagus sekolah, semakin mahal membayarnya. Kecuali belajar sendiri alias otodidak. Maka sebagai orang tua, kita siapkan anggaran pendidikan untuk anak-anak sebagai generasi penerus sejarah. Sebab hanya warisan ilmu dan imanlah yang sesungguhnya langgeng, abadi dan simultan. Dengan ilmu juga orang tua bisa selamat dari siksa neraka, karena mereka mempunyai anak yang soleh yang dapat mendoakan kedua orang tuanya. Sementara kalau diberi harta saja, belum tentu anak bisa berbakti. Alih-alih justru akan menjadi sumber fitnah. Rebutan dan sumber pertengkaran.

Maka anggaran dan waktu yang cukup kepada anak untuk menuntut ilmu. Insya Allah uang yang kita belanjakan untuk menuntut ilmu tidak akan hilang. Sebaliknya kita kita akan mendapatkan balasan lebih di sisi-Nya. Bahkan kadang-kadang kontan.

Ketiga. Butuh kesabaran. Seperti layaknya untuk mendapatkan sesuatu, menuntut ilmu juga dibutuhkan kesabaran tinggi. Kadang hujan, panas terik, lapar, dahaga menjadi sarapan sehari-hari demi untuk mendapatkan setitik ilmu. Karena harus ke majelis ilmu, atau mendatangi guru.

Setelah setitik ilmu kita pegang, semakin takjub kita akan kebesaran-Nya. Manusia diciptakan dengan cipta, rasa, karsa dan nafsu. Sehingga mereka dengan ilmunya dapat membangun gedung bertingkat-tingkat, jembatan panjang, pesawat terbang supersonic, kapal selam dan lainnya. Semuanya karena sedikit ilmu yang dianugrahkan oleh Allah kepada kita. Sekian

*Penulis, mengajar di SMP Muhammadiyah Turi Sleman

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!