26.2 C
Jakarta

Ketika Ketua Majalis Hakim Kesal Pada Saksi dari PFN

Baca Juga:

Ketika Ketua Majalis Hakim Kesal Pada Saksi dari PFN. Inilah ekspresi Hakim yang terungkap dalam sidang kriminalisasi di Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) II Jakarta, pada Selasa (6/5/2025).

Ketua Majelis Hakim Kolonel Kum Siti Mulyaningsih, S.H. , M.H tampak mengungkapkan kekesalannya atas keterangan saksi yang tidak jelas dan menjawab dengan tidak konsisten. Saksi yang bekerja sebagai keamanan PT Perusahaan Film Negara (PFN) ini, dihadirkan oleh Oditur untuk memperkuat klaim kepemilikan lahan di Jalan Tendean 41 dengan bukti Sertifikat Hak Pakai Sementara milik Departemen Penerangan tahun 1987, yang dimiliki PT PFN.

Persidangan kriminalisasi di Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) II Jakarta, itu menghadirkan lima saksi yang dihadirkan oleh oditur militer. Persidangan Kriminalisasi ini, mengadili Kolonel Inf. Eka Yogaswara yang didakwa memasuki pekarangan orang lain tanpa izin, sempat ditegur hakim karena memberi keterangan yang berbelit-belit.

Kolonel Inf. Eka Yogaswara merupakan salah satu ahli waris Bek Musa yang memiliki lahan di Jalan Tendean 41 berdasarkan surat-surat yang dimilikinya. Di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Oditur militer mendakwa Eka melanggar Pasal 385 ayat (1) dan Pasal 167 (1) KUHP. Eka Yogaswara, didakwa oleh Oditur Militer Tinggi, atas laporan Tessa Elya Andriana Wahyudi, selaku Legal Manager BUMN PT PFN, dengan tuduhan telah menyerobot lahan dan memasuki lahan tanpa izin dengan dasar kepemilikan Sertifikat Hak Pakai sementara.

Bagi Eka dan keluarga besarnya, tentu tuduhan ini terasa aneh dan janggal. Mengingat, lahan yang dimasuki itu milik engkong alias kakeknya sendiri, yang biasa dipanggil Bek Musa.

Sementara, PT PFN mengklaim kepemilikan lahan tersebut dengan bukti Sertifikat Hak Pakai tahun 1987 atas nama Departemen Penerangan. PFN menjelaskan, Departemen Penerangan sudah mengalihkan hak pakai tersebut pada PFN. Sementara penasehat hukum Eka memperlihatkan bukti pernyataan dari BPN bahwa Sertifikat Hak Pakai tahun 1987 tersebut, tidak pernah dialihkan. Selain itu, pihak ahli waris juga memiliki bukti janji pembayaran dari Departemen Penerangan untuk ganti rugi atas lahan tersebut, namun pembayaran itu belum pernah terealisasi.

Di persidangan juga terungkap, bahwa saksi tidak terlalu runut dalam menjelaskan kesaksiaannya, dan tidak punya konteks dalam mendukung pembuktian kepemilikan lahan tersebut atas nama PFN. Seorang saksi yang bekerja sebagai tukang bersih-bersih, yang dihadirkan dalam persidangan itu mengatakan, dirinya hanya sekali di tahun 1993 pernah diajak untuk membuat dekorasi di studio yang pernah ada di lahan tersebut.

Ia mengaku, mengetahui lahan itu milik PFN karena diberitahu pimpinan studio saat itu tanpa pernah diperlihatkan surat bukti kepemilikannya. Selain itu, ia juga mengaku diberi pengarahan oleh direktur utama PT PFN, sebelum proses persidangan dan pengakuan dalam BAP, bahwa lahan tersebut milik PFN. Saat ditanyakan apakah pernah melihat atau diperlihatkan tentang legalitas sebagai bukti kepemilikan lahan oleh PFN, ia mengaku tidak pernah.

Begitu juga dengan saksi dari PFN yang merupakan salah satu petugas pengamanan PFN. Ia hanya ingat pernah ditugaskan menjaga di lahan Tendean 41 selama tiga bulan dengan sistem shif. Penugasan dengan perintah lisan itu, dijalani bersama lima orang rekannya. Namun, ia juga tidak bisa memberikan bukti kepemilikan lahan itu atas nama PFN. Di dalam persidangan, ia juga mengaku tidak pernah diperlihatkan tentang bukti kepemilikan lahan tersebut, hanya pernah diperintahan untuk berjaga di lahan tersebut.

Menurut pengakuannya, saat itu bangunan studio yang ada disana sangat tidak terawat. Bangunan tembok, plesteran di bagian luarnya mengelupas. Di lahan itu banyak tumpukan puing dan ditanamai berbagai pepohonan liar. Sementa itu, juga mengungkapkan tidak ada pagar pembatas keliling. Pagar di bagian depan ada, namun tidak bisa memberikan keterangan dengan pasti kondisi pagar tersebut apakah dari besi atau seng.

“Saya hanya ingat, pernah menjaga tempat itu dibawah tahun 2010 dan setelah 2001. Persisnya kapan, saya tidak ingat,” ujarnya.

TransTV

Sementara saksi dari TransTV di persidangan juga mengungkapkan tidak pernah membayar sebesar Rp1 miliar lebih pada ahli waris yang menguasai lahan tersebut. Keterangan ini membantah celotehan Iwan Piliang, salah satu Direktur di PFN yang diungkapkannya  di media sosial dan mengatakan bahwa ahli waris menerima pembayaran lebih satu miliar Rupiah dari pihak TransTV setiap bulan.

Di persidangan ini juga terungkap, pihak TransTV belum membayar sewa empat studio yang ada di lahan tersebut sejak Januari hingga Mei 2025. Kesaksian yang disampaikan saksi dari TransTV hanya seputar biaya sewa yang dibayarkannya pada pihak vendor yang menyewakan studio.

Ia juga mengaku, pernah diperlihatkan tentang sejumlah bukti kepemilikan ahli waris pemilik lahan tersebut. Diantaranya copy Surat Hak Pakai Sementara Departemen Penerangan, Surat janji bayar Departemen Penerangan pada ahli waris, dan lainnya. Namun ia juga mengaku sudah lupa detail surat-surat lainnya. Ia pun mengaku, copi surat-surat tersebut sudah diperlihatkan pada bagian legal perusahaan, sehingga mereka pun akhirnya memutuskan untuk menyewa studio yang berada di lahan Jalan Tendean 41 itu.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!