33 C
Jakarta

Ketum Kowani Giwo: Pernikahan Anak Sering Membuat Galau Orangtua.

Baca Juga:

MENIKAHKAN  anak adalah hal lazim yang dialami oleh hampir semua orangtua. Tetapi tahukah Anda, menikahkan anak meski itu diwarnai dengan pesta meriah, selalu menghadirkan ‘galau’ bagi orangtua.

Maka ketika anak membaca ijab kabul, atau melakukan ‘sungkeman’ ada banyak orangtua yang meneteskan air mata. Ada rasa sedih, haru dan juga gembira.

“Campur aduk, rasa ini pasti dialami oleh banyak orangtua, sebagian besar malah,” ucap Ketua Kongres Wanita Indonesia Ir Giwo Rubianto saat melepas anak keduanya R Agi Wibianto menikahi Prista Setiani belum lama ini. Pesta pernikahan yang dihadiri oleh sejumlah pejabat seperti Mensos Khofifah Indar Parawansa, Menhub Budi Karya, Ketua DPR RI Setya Novanto dan lainnya di Balai Kartini tersebut berlangsung sangat meriah.

Rasa yang demikian menurut Giwo wajar saja. Sebab sebagai ibu, ia sudah merawat anaknya sejak dalam kandungan. Melahirkan dengan taruhan nyawa, merawat dengan segala daya upaya, waktu dan ekstra perhatian.

Lalu mendidiknya, memberikan sekolah yang terbaik yang tentu membawa konsekuensi biaya tak sedikit.

Setibanya diujung remaja, sang anak harus pergi meninggalkan rumah. Membangun mahligai rumah tangga dengan seseorang yang mungkin sebelumnya tak pernah dikenal orangtua. Barangkali juga masih terlalu asing, sosok dan latar belakangnya.

“Tetapi fase itu kan harus dilalui oleh semua orangtua. Merawat, mendidik, menikahkan kemudian kita ditinggalkan,” lanjut Giwo.

Meski sudah pernah menikahkan anak pertamanya, Giwo tetap merasakan ‘galau’ saat menikahkan anak keduanya. Di sela kegembiraan dan kemeriahan pesta, ia sadar bahwa sebentar lagi mahligai rumah tangga baru bakal terbentuk. Dan salah satu pembentuknya adalah sang anak tercinta.

Ia juga sadar bahwa sebentar lagi, sang anak akan memiliki kesibukan baru dengan pasangannya. Ini membawa konsekuensi berkurangnya intensitas kebersamaan dengan orangtua.

Menurut Giwo,  banyak orangtua, saat menikahkan anaknya, diam-diam menangis sedih.Ya, karena hari dimana anak akan membagi kehidupannya dengan orang lain akan segera berlangsung. Hari dimana anak mulai berkurang waktu kebersamaan dengan orangtua akan dimulai. Dan hari dimana anak akan memiliki kesibukan dengan pasangannya sudah didepan mata.

“Kadang ada juga orangtua yang menangis karena khawatir tentang masa depan pernikahan anaknya, apakah akan terus bahagia dan langgeng,” tukasnya.

Tetapi Giwo menyarankan agar setiap orangtua melepas anaknya yang menuju fase pernikahan dengan doa dan gembira. Sebab orangtua ibarat busur yang tugasnya melepaskan anak panah melesat menjemput takdirnya.

“Menikah adalah menyempurnakan setengah agama Islam, itu hadist Rosululloh. Maka berikanlah yang terbaik untuk anak-anak saat mereka menikah. Sambut dengan suka cita dan tentu banyak doa,” tutupnya.

 

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!