KUPANG, MENARA62.COM — Musik khas Timor mengalun mengiringi tirai terbuka di sebuah ruang pertunjukan. Beberapa orang sedang menari dengan gembira. Tiba-tiba sepasang suami istri (Tonci dan Hajar) yang berperan sebagai Usif (raja) dan istrinya muncul dari kiri panggung membuat mereka terkejut lalu duduk memberi hormat. Raja berbahagia karena baru menikahkan Naimnuke (pangeran) Lemo yang merupakan putra pertamanya. Ia pun mengajak masyarakatnya menari bersama.
Penonton diajak menikmati Tarian Bonet Timor Tengah Selatan (TTS). Tarian itu masih berlangsung ketika Usif dan istrinya meninggalkan panggung. Kemudian muncul Naimnuke (Jhon), anak bungsu Naimnuke Lemo. Ia memegang gitar kecil sambil memetiknya dengan semangat. Tiba-tiba dau bersaudara (Naimnuke bungsu dan kakaknya, Naimnuke Molo) berebutan gitar, membuta penonton terjkejut sejenak. Peristiwa kecil itu membuat dua orang tuanya keluar melerai keduanya. Kedua orang itu; Usi Koli (Kamel) dan Ena’ Nabu (Asti) bermesraan di depan rumahnya ketika dua anaknya pergi. Ena’ Nabu merisaukan Gabriel (Jeje), putra pertamanya yang tengah berada di penjara saat itu. Meski demikian ia kukuh menginginkan mereka tetap sekolah.
Di tengah kerisauan itu, muncul seorang laki-laki (Azlan) dan orang Belanda (Doni). Kedua orang itu mencari Usi Koli yang tengah pergi ke Nipole. Mereka pun berteriak dan marah mengetahui hal tersebut.
Petikan cerita di atas adalah naskah drama berjudul Fetor Noebunu karya/sutradara Sayyidati Hajar yang dipentaskan di depan ratusan penonton di sebuah gedung pertunjukan, di Kupang pada Sabtu lalu (20/1/2018). Naskah tersebut dipentaskan oleh mahasiswa semester 7 Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Muhammadiyah Kupang.
Pentas itu bercerita tentang masa lampau masyarakat yang sarat akan peristiwa yang membuat penonton tak bisa menahan gelak tawanya menyaksikan berbagai adegan pada pentas tersebut. Para pemeran pun sudah terlihat piawai meski mereka baru pertama kali bermain di panggung. Pentas pun semakin lengkap dengan iringan musik khas daerah tersebut.
Salah satu dialog yang disampaikan dalam pentas itu mengatakan bahwa banyak orang yang mengkhianati golongannya sendiri dan menipu sesama saudara. “Tuan, Nyonya, apa yang tuan dan nyonya pikirkan tentang pengkhianat dari golongan sendiri. Bukankah akan tertinggal rasa sakit yang membentuk luka abadi. Umur manusia tak sepanjang aliran sungai yang mengarah ke laut. Dengan umurku yang singkat ini telah kuhabiskan dengan menyaksikan saudaraku ditipu saudara sendiri. Orang Timor ditipu sesama orang Timor. Mereka menyebutnya kerja sama dengan kaesmuti’. Orang-orang berkulit putih itu tak segan membakar dan membunuh setiap anak bangsa yang jujur membela rakyat.” Dialog panjang yang disampaikan oleh Usi Koli.
Fetor Noebunu yang ditulis dan disutradarai oleh Hajar berjalan lancar dan mampu membuat penonton terpukau. Penonton seakan menonton sebuah peristiwa masa lampau yang benar-benar terjadi lewat pentas di gedung pertunjukan itu. Banyak pesan yang disampaikan lewat pentas itu. (S/K)