JAKARTA, MENARA62.COM – Angka 1.000 lebih kematian akibat Covid-19 dalam beberapa pekan terakhir ini mewarnai grafik laporan Covid-19 harian di Tanah Air. Puncaknya terjadi pada 27 Juli 2021, dimana pemerintah melaporkan jumlah kematian harian mencapai 2.069 jiwa.
Angka di atas 1.000 kematian per hari tersebut tak sekadar menyumbangkan angka kumulatif kematian yang tinggi bagi Indonesia. Tetapi lebih dari itu, juga menempatkan Indonesia sebagai negara dengan prosentase kematian pasien Covid-19 yang tertinggi di dunia versi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama seperti dikutip dari Kompas.id mengatakan, tingkat kematian akibat Covid-19 di Indonesia termasuk sangat tinggi, melebihi India jika dibandingkan dengan rasio jumlah penduduknya.
“Pada waktu India sedang tinggi-tingginya kasus, jumlah kematian paling tinggi sekitar 5.000 sehari. Padahal penduduk India empat kali Indonesia. Jadi, kalau jumlah kematian pada 10 Agustus adalah 2.000 orang, kalau dikali 4, angkanya menjadi 8.000,” kata Tjandra.
Mengutip laman sehatnegeriku, beberapa faktor yang memicu tingginya angka kematian pasien Covid-19 di Indonesia antara lain adanya penyakit penyerta (komorbid), terlambat penanganan dan usia lanjut yang mengakibatkan rendahnya daya tahan tubuh pasien. Menkes Budi Sadikin dalam keterangan persnya menyebut keterlambatan pasien mendapatkan invensi medis telah memicu angka kematian di IGD rumah sakit meningkat.
“Dalam tiga bulan terakhir ini banyak kematian pasien terjadi di IGD. Ini karena pasien terlambat meminta pertolongan medis,” katanya.
Pasien yang datang ke rumah sakit, lanjut Menkes kondisinya sudah memberat seperti saturasi oksigen di bawah 90. Akibatnya, banyak pasien Covid-19 yang kemudian meninggal di IGD rumah sakit setelah dirawat rata-rata 4,8 hari.
Terapi Plasma Konvalesen
Untuk menurunkan risiko kematian bagi pasien Covid-19, di samping pemberian obat-obatan dan vitamin, juga dilakukan berbagai terapi, baik terapi tradisional maupun modern. Salah satunya adalah terapi plasma konvalesen yang diambil dari darah penyintas Covid-19.
Terapi plasma konvalesen ini disodorkan para peneliti sebagai terapi pendamping pengobatan Covid-19, karena berdasarkan pengalaman, berhasil mengatasi tingkat keparahan pasien MERS beberapa puluh tahun lalu sehingga risiko kematian pun menurun. Atas dasar itulah para peneliti kemudian merekomendasikan terapi plasma konvalesen untuk mengobati pasien Covid-19.
Terapi ini berdasarkan penelitian dari Balitbangkes pada 2020, terbukti aman digunakan oleh pasien Covid-19, meski efektivitasnya belum terbukti sepenuhnya.
Hal serupa juga dikemukakan Manajer Kualitas UDD Palang Merah Indonesia (PMI), dr Saptuti Chunaeni. Mengutip laman pmi.or.id, ia menjelaskan plasma konvalesen merupakan terapi tambahan yang digunakan untuk membantu kesembuhan pasien Covid-19.
Adapun peran penting dari plasma konvalesen tersebut adalah pertama, antibody immunoglobulin G (IgG) yang ada pada plasma konvalesen berperan untuk melawan virus SRAS-CoV-2 dengan menurunkan jumlah virus yang ada pada tubuh pasien Covid-19.
Kedua, kandungan protein lainnya yang terdapat pada plasma konvalesen berguna untuk menjaga sel tetap utuh sehingga organ hati, ginjal, paru, jantung tidak rusak, membuat pasien tidak jatuh ke kondisi yang lebih berat (kritis) sekaligus dapat untuk mencegah terjadinya long covid syndrome yakni kejadian pasca Covid-19.
Manfaat lain dari plasma konvalesen adalah mempercepat penyembuhan dan pemulihan pasien Covid-19, meringankan gejala yang dialami pasien seperti sesak nafas, nyeri dada atau demam serta mencegah komplikasi dan menurunkan tingkat keparahan penyakit. Dengan demikian, risiko kematian pasien yang mendapatkan terapi plasma konvalesen bisa diturunkan.
Efektivitas dari plasma konvalesen itu sendiri dipengaruhi oleh ketepatan waktu pemberian kepada pasien. “Saat yang tepat untuk terapi plasma konvalesen ini adalah H3-H12, tentunya dengan kondisi penyakit komorbid yang tidak berat dan pasien tidak masuk dalam tahap kritis menggunakan ventilator,” kata dr Saptuti.
Meski demikian, tidak setiap pasien Covid-19 dapat menjalani terapi ini. Hanya pasien berusia minimal 18 tahun, dengan kondisi memberat dan dalam perawatan rumah sakit yang bisa menjalani terapi ini. Selain itu, terapi plasma konvalesen juga bisa dipertimbangkan untuk diberikan kepada pasien COVID-19 gejala sedang yang memiliki penyakit komorbid seperti diabetes, asma, atau sistem imunitas tubuh yang lemah.
PMI Banjir Permintaan Plasma Konvalesen
Seiring meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia, permintaan plasma konvalesen juga meningkat drastis. PMI menyebut selama serangan Covid-19 gelombang kedua, prosentase permintaan plasma konvalesen naik hingga 300 persen.
Sayangnya, di tengah tingginya permintaan plasma konvalesen tersebut tidak dibarengi dengan persediaaan plasma konvalesen di PMI. Akibatnya antrean masyarakat yang membutuhkan plasma konvalesen ini ditemukan di hampir semua Unit Donoh Darah PMI di daerah. Sebut saja pada tanggal 21 Juli 2021, antrean masyarakat yang membutuhkan plasma konvalesen di PMI di seluruh Indonesia mencapai lebih dari 4.000 orang.
“Orang yang membutuhkan plasma konvalesen semua datang ke PMI. Ini harus kita antisipasi di tengah pandemi Covid-19,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Palang Merah Indonesia (PMI) Sudirman Said dalam keterangan persnya (21/7).
Sulitnya mendapatkan plasma konvalesen tersebut diakui Malik, warga Kota Bekasi yang pada pertengahan Juli lalu membutuhkan plasma konvalesen untuk saudaranya yang dirawat di RS RSUD Bekasi akibat Covid-19. Tetapi saat datang ke PMI Kota Bekasi di Jalan Pramuka, Margajaya, ternyata stok plasma konvalesen kosong. Bahkan antrean orang untuk kebutuhan serupa sudah mengular.
“Akhirnya sesuai imbauan PMI, saya membawa teman-teman pendonor ke PMI. Dari 12 orang pendonor yang saya bawa, hanya 6 yang memenuhi syarat,” katanya.
Imbauan untuk membawa donor pengganti bagi keluarga pasien Covid-19 tersebut diakui oleh dr. Linda Lukitari Waseso, Kepala Bidang UDD PMI Pusat menjadi solusi yang dinilai paling tepat di tengah tingginya kebutuhan masyarakat akan plasma konvalesen.
“Kami kekurangan pendonor penyintas, kalau pun ada mungkin tidak sesuai dengan golongan darah yang diminta. Sehingga kita meminta pihak keluarga untuk membawa donor pengganti,” kata dokter Linda Lukitari Waseso, Kepala Bidang UDD PMI, dikutip dari laman pmi.or.id.
Pada kesempatan terpisah, Ketua Umum PMI Jusuf Kalla (JK) telah mengimbau masyarakat penyintas Covid-19 untuk mendonorkan plasma darahnya demi membantu sesama.
“Sebagai wujud syukur bahwa ia telah sembuh dari Covid-19, selayaknya penyintas Covid-19 ikut membantu pasien lain yang tengah berjuang melawan Covid-19, salah satunya dengan mendonorkan plasma darahnya,” kata JK.
Kriteria Pendonor Plasma Konvalesen
Kurangnya pasokan plasma konvalesen di PMI tidak hanya disebabkan masih sedikitnya penyintas Covid-19 yang bersedia mendonorkan darahnya. Persoalan lain adalah tidak semua penyintas Covid-19 memenuhi kriteria untuk menjadi pendonor plasma konvalesen.
Selain itu, lamanya proses skrining calon pendonor, dan antrean panjang untuk proses donor juga menjadi penyebab langkanya stok plasma konvalesen di PMI ini. Mengutip laman BBC, Kepala Unit Transfusi Darah PMI Kota Bandung, Uke Muktimanah menjelaskan, proses pengambilan darah hingga menjadi plasma konvalesen memakan waktu yang cukup lama, minimal 45 menit dalam satu kali proses.
“Belum lagi proses seleksi calon pendonor juga cukup memakan waktu karena ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi,” katanya.
Meski demikian, PMI lanjutnya terus berupaya mencari darah berkualitas untuk membantu pasien Covid-19 maupun pasien lain yang membutuhkan donor darah.
Adapun kriteria pendonor plasma darah, mengutip laman pmi.or.id adalah sebagai berikut:
- Berusia 18–60 tahun
- Memiliki riwayat positif COVID-19 dalam 3 bulan terakhir
- Dalam kondisi sehat dan sudah dinyatakan sembuh dari COVID-19 minimal selama 14 hari
- Diutamakan laki-laki, atau perempuan yang belum pernah hamil
- Memiliki berat badan minimal 55 kg
- Tidak memiliki riwayat tranfusi darah dalam 6 bulan terakhir
- Dalam kondisi sehat dan tidak memiliki penyakit menular melalui darah, seperti hepatitis atau HIV/AIDS.
- Memiliki kadar antibodi virus Corona yang cukup
- Memiliki golongan darah yang cocok dengan penerima
Untuk memastikan bahwa darah penyintas Covid-19 memenuhi syarat, PMI terlebih dahulu harus melakukan serangkaian tes atau pemeriksaan (skrining) meliputi tes darah dan rapid antigen atau PCR, pengukuran tinggi badan, berat badan, tekanan darah, dan pemeriksaan hemoglobin pendonor.
Setelah dinyatakan layak, pendonor akan diminta persetujuannya untuk mendonorkan darahnya. Kemudian, dokter atau petugas kesehatan akan melakukan prosedur pengambilan donor plasma konvalesen menggunakan mesin apheresis. Prosedur ini biasanya berlangsung kurang lebih 45 menit.
PMI sendiri memiliki 41 UDD untuk pelayanan donor plasma konvalesen di seluruh Indonesia. Unit tersebut siap membantu masyarakat baik yang hendak mendonorkan darahnya maupun membutuhkan plasma konvalesen.
Diharapkan dengan semakin banyaknya penyintas Covid-19 mendonorkan darahnya, stok plasma konvalesen di PMI bisa mencukupi kebutuhan pasien Covid-19. Dengan demikian akan semakin banyak pasien Covid-19 tertolong, sehingga angka kematian pasien Covid-19 di Indonesia bisa ditekan serendah mungkin. Hingga 17 Agustus 2021, tercatat 120.013 pasien dari 3.892.479 pasien meninggal dunia.
Selain melalui penyediaan plasma konvalesen, selama pandemi Covid-19, PMI juga telah melakukan berbagai kegiatan kemanusiaan. Hingga 17 Agustus 2021, PMI telah melakukan penyemprotan disinfektan di 116.258 lokasi, melakukan promosi kesehatan bagi 7.540.405 jiwa, memberikan dukungan psikososial dan perawatan keluarga bagi 37.996 jiwa, pelayanan kesehatan bagi 1.809.160 jiwa, pelayanan ambulan bagi 1.383 pasien dan pelayanan kematian pasien Covid-19 bagi 1.364 jenazah. ( m. kurniawati)