30.4 C
Jakarta

Mengukur Konsistensi Tim Sukses di Era Pilkada

Baca Juga:

Oleh: Ashari*

Makin dekat proses Pilkada 2020. Di tengah era pandemi Covid-19. Sempat mundur dari jadwal awal. Di Jateng dan DIY, misalnya kini sudah mulai ramai. “Balon-balon” (bakal calon) bermunculan. Koalisi antar partai dan non partai  tak terbendung. Kadang koalisi mereka membuat terkaget-kaget konstituen di bawahnya. Makin giat para balon dan Tim Sukses untuk mempromosikan dirinya agar dalam hajatan Pilkada tersebut dapat meraup suara sebanyak-banyaknya. Hingga finalnya dia dapat terpilih sebagai Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wawali – di daerah masing-masing.

Dalam prakteknya para balon dalam tugasnya dibantu oleh tim sukses. Masing-masing mereka  mempunyai tim sukses sendiri. Ada yang di ring nol, ring 1 hingga ring tak terbatas. Masyarakat pemilik suara.

Maka dapat dibayangkan betapa dekatnya sesungguhnya hubungan (korelasi) mereka. Ibaratnya Simbiosis Mutualisme. Saling menguntungkan. Asalkan tidak ada khianat di antara keduanya. Artinya tim sukses yang dibentuk oleh Balon dengan sungguh-sungguh, biaya tidak sedikit, tidak diimbangi dengan kinerja yang maksimal. Hanya janji-janji manis di atas kertas. Maka yang akan terjadi adalah kontra produktif. Tim sukses hanya mencari untung sesaat disela ‘hajatan’ para balon. Apabila balon sudah kehabisan akomodasi, maka tim sukses akan dengan mudah untuk bergerilya pindah ke balon lain yang lebih ‘basah’.

Memang tidak semua tim sukses berperilaku buruk. Bak pecundang. Mengais untung dalam suasana keruh. Harmoni kerja antara balon dan tim sukses ini memang agak susah dilihat kasat mata. Sebab di depan balon, tim sukses akan nampak patuh dan tunduk sesuai dengan perintah. Tim sukses yang berhati bening tentu juga ada. Total mencari suara untuk balon-nya. Bahkan kalau perlu rela berkorban harta. Artinya disaat balon sedang sulit, tidak serta merta kemudian ditinggalkannya begitu saja.

Dicari Tim Sukses ‘Bening’, Bukan Sengkuni

Maka balon-balon yang cerdas, tidak begitu saja memilih orang untuk menjadi tim suksesnya dalam Pilkada 2020 nanti. Meski saudara sendiri belum jaminan bahwa dia akan memberikan dukungan (support) penuh kepada balon yang bersangkutan. Sebab kini eranya adalah demokrasi, kebebasan. Satu keluarga merdeka mau memilih siapa saja. Beda partai, beda balon hingga beda suara, sah-sah saja.

Selama ini saya melihat para balon dalam memilih tim sukses lebih kepada pendekatan hubungan personal, family, hubungan pertemanan. Jarang yang menggunaan jalur seleksi terbatas dengan parameter tertentu, sehingga mereka dapat diukur benar-benar apakah motivasi menjadi tim sukses karena ingin menggolkan jagonya menjadi bupati/wabup/walikota/wawali, atau sekedar numpang nama, numpang lewat dan numpang makan. Tanpa target tertentu yang hendak diraihnya.

Balon-balon  sekarang sudah mempunyai tim sukses. Sebagian diantara mereka sudah bekerja. Meski kampanye secara resmi belum dimulai. Karena kini KPUD sendiri baru tahapan coklit (pencocokan dan penelitian) data pemilih. Namun diakui tim sukses sudah bergerak. Melalui rapat-rapat internal, penggalangan massa terbatas, mulai dari rapat RT, RW, perkumpulan arisan, pengajian hingga memberikan bantuan yang masih terkesan malu-malu, antara mau kampanye atau mau nyumbang. Atau dua-duanya. Ambivalen alias bimbang.

Epilog

Tim Sukses yang bersikap bimbang biasanya disebabkan diantaranya dalam waktu yang bersamaan mereka juga menjadi tim sukses balon lain, tidak enak untuk melepasnya karena hubungan pertemanan tadi. Berangkat dari pengalaman di lapangan yang tidak selalu memberikan kontra prestasi yang menggembirakan, kehadiran tim sukses bagi balon, tidak ada salahnya mereka diseleksi. Dari dua sisi. Sisi kejujuran, komitmen dan sisi pengetahuan, pengalaman. Kalau tidak, maka di lapangan mereka hanya ‘bermain-main’ saja sembari melihat amunisi yang dimiliki caleg masih tidak.

Tim sukses ala “sengkuni” ini konon banyak jumlahnya. Maka banyaknya tim sukses bagi balon bukan menjadi jaminan utama bahwa mereka akan mampu mendulung suara mayoritas, hingga dapat menjadikan dirinya duduk disinggasana. Sekian.

*Mengajar PPKn di SMP Muhammadiyah Turi, Opini pribadi

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!