Oleh: Haidir Fitra Siagian
Libya adalah salah satu negara Islam yang terletak di Afrika Utara. Berbatasan dengan banyak negara. Mulai Mesir, Sudan, Cad, Nigeria, Tunisia, Maroko, dan Aljazair. Paling utara, negara kaya minyak dengan Ibukota Tripoli ini, berbatasan langsung dengan Laut Tengah. Ini saya hanya mengandalkan ingatan saja mata pelajaran IPS saat SMP. Jika salah, mohon nanti dikoreksi.
Pertama kali saya dengar nama negara ini mungkin saya masih berusia 8-9 tahun. Dari perbincangan ayahku dan saudara-saudaraku sambil mencangkul di kebun kami di Pasar Malam Sipirok, sekitar awal tahun 1980an. Saat itu, kita masih aktif mendengar informasi melalui TVRI dalam tayangan acara Dunia dalam Berita.
Diberitakan bahwa negara ini baru saja memiliki pemimpin baru, namanya Kolonel Muammar Qadafi. Usianya saat itu kira-kira 36 tahun. Saya tidak pasti, bagaimana sampai beliau jadi Presiden Libya. Yang jelas diberitakan bahwa, dia adalah pemimpin yang anti Amerika dan memiliki senjata kimia. Jika senjata ini ditembakkan ke Timur, orang Indonesia bisa meninggal dunia karena akan menghirup udara beracun dari tiupan angin dari Timur Tengah ke Indonesia. Wallahu’alam. Syukur sekali hal itu tidak terjadi. Dan seterusnya.
Sebagai presiden di Negara Islam, Muammar Qadafi, sering masuk dalam pemberitaan. Terutama terkait dengan konflik di Timur Tengah. Beliau pernah datang ke Jakarta, membawa kuda dalam rangka menghadiri acara. Saya lupa persisnya. Kemudian, sekitar awal tahun 2000an, diberitakan bahwa Muammar Qadafi, mencanangkan kerjasama dengan beberapa organisasi Islam di Indonesia.
Kemudian pernah juga beberapa tokoh masyarakat Islam, baik tingkat pusat maupun daerah yang diundang bertemu langsung beliau di Tripoli. Salah satunya adalah wakil dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, Dr. H. Mustari Bosra, M.A. Ini juga kalau tidak salah, adalah pertengahan tahun 2000an.
Tahun 2012, saat saya masih sekolah di UKM Malaysia, terjadi gejolak di negara tersebut. Singkat cerita, Muammar Qadafi, meninggalkan dunia dan pemerintahannya tumbang. Seorang teman, pelajar dari Libya, saat itu sedih. Dia tak tahu harus bagaimana. Sebab dia sekolah di UKM atas biaya negaranya. Sedangkan negara saat itu sudah hancur karena perang saudara. Kami, termasuk termasuk Ustadz Dasad Latif, menenangkan hatinya. Bahwa pertolongan Allah Swt pasti akan datang kepadanya. Dia senyum dan menyatakan mendukung Indonesia dalam pertandingan sepakbola melawan Malaysia yang berlangsung malam harinya.
Tadi setelah selesai salah Ashar di Masjid Omar Wollongong, seperti biasanya saya datang dan pergi dengan berjalan kaki. Baru saja keluar dari pintu gerbang halaman masjid, seorang pria berjenggot lebat, melambaikan tangan kepada saya. Kulihat seseorang berperawakan Arab baru saja keluar dari pintu masjid. Dia menanyakan alamat dan menawarkan mengantar saya pulang dengan mobil sedan yang sudah sangat tua. Katanya dia juga akan melewati rumah. Rupanya dia sudah sering lihat saja jalan kaki menuju masjid dan pulangnya.
Dengan bahasa Inggris yang tidak begitu lancar, kami bercakap-cakap dalam mobilnya. Saya perkenalkan diri dari Indonesia. Dia bilang dari Libya. Hanya dalam tempo kurang dari lima menit sudah sampai di depan rumah. Sudah lewat sedikit, dia mundurkan lagi mobilnya. Bahkan dia sengaja masukkan mobilnya hingga ke teras flats bagian bawah. Setelah saya turun, dia pun bergegas berlalu. Saya menawarkan kapan-kapan datang silaturahmi ke rumah. Dia tersenyum.
Saya senang sekali mendapatkan tumpangan seperti ini. Sudah beberapa kali kami mendapat tumpangan dari orang Arab, atas penawaran dari mereka sendiri. Pernah juga ada tumpangan dari warga keturunan Turky akhir Ramadhan lalu. Di sini saya merasakan eratnya ukhuwah Islamiyah, apalagi sesama pendatang di negeri orang.
Dalam pembicaraan tadi di mobil, walau sebentar terdapat beberapa hal yang saya singgung. Tiba saat saya sebut nama Muammar Qadafi, mantan presiden mereka, dia terdiam dan menampakkan rasa tidak senang. Saya langsung paham. Saya baru sadar bahwa, bahwa bagi sebagian rakyat Libya, membicarakan mantan pemimpin tersebut mungkin adalah sesuatu yang menyakitkan. Wallahu’alam.
Keiraville, 25.06.19