JAKARTA, MENARA62.COM – Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) mendukung penuh upaya dari pimpinan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) untuk mencegah dan menindak tegas perundungan (bullying) sesuai mekanisme yang diatur oleh masing-masing kampus. Hal tersebut disampaikan menyikapi kasus perundungan yang menimpa salah satu mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro almarhumah dr Aulia Risma Lestari.
Dalam pernyataan resmi yang ditandatangani oleh Plt Ketua MRPTNI Prof. Dr. Ir. Eduart Wolok, ST, MT dan Sekjen MRPTNI Prof. Dr. Rina Indiastuti disebutkan bahwa MRPTNI mendukung penuh upaya dari para dekan fakultas kedokteran untuk meningkatkan dan menjaga kualitas pendidikan dokter di tanah air. Terutama terkait mencegah dan menindak tegas kasus-kasus perundungan di lingkungan kampus.
Terkait kasus yang terjadi di UNDIP pada prinsipnya sejak tahun 2022 sudah menerapkan regulasi zero bullying dan bahkan terdapat peserta didik yang menerima konsekuensi dari regulasi tersebut.
“MRPTNI siap menjadi mediator antar institusi yang terlibat pada PPDS melalui pendekatan yang menjembatani kepentingan semua pihak guna menemukan solusi terbaik yang mendukung program pemerintah dalam pemenuhan jumlah tenaga dokter di tanah air khususnya dokter spesialis,” papar Prof Eduart yang juga Rektor Universitas Negeri Gorontalo.
MRPTNI juga mengajak semua pihak yang menjadi mitra untuk sama-sama menjaga kemandirian kampus agar tercipta penyelenggaraan pendidikan yang kondusif untuk menghasilkan lulusan yang lebih baik ke depan.
Seperti diberitakan sebelumnya salah satu mahasiswa peserta PPDS UNDIP, dr Aulia Risma Lestari diduga mengalami perundungan selama menjalani masa pendidikan sebagai calon dokter spesialis. Perundungan tersebut berujung fatal berupa kematian dr Aulia Risma yang diduga bunuh diri.
Kementerian Kesehatan dalam keterangan resminya menemukan adanya dugaan permintaan uang diluar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam program tersebut kepada almarhumah Risma. Permintaan uang ini berkisar antara Rp20 – Rp40 juta per bulan. Berdasarkan kesaksian, permintaan ini berlangsung sejak almarhumah masih di semester 1 pendidikan atau di sekitar Juli hingga November 2022. Inilah yang diduga sebagai benttuk perundungan terhadap almarhumah.
Jubir Kemenkes dr. Mohammad Syahril Sp. P, MPH menyebut pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga. Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran karena tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu.