JAKARTA, MENARA62.COM — Di tengah polemik pelaksanaan vaksinasi gotong royong individu yang berbayar, Change.org Indonesia memfasilitasi dialog antara para penggagas petisi #VaksinMandiriGakAdil dengan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Dr. H. Nihayatul Wafiroh, M.A.
Dalam diskusi ini, para pembuat petisi menyampaikan aspirasi mereka yang telah didukung lebih dari 11.000 orang, untuk membatalkan program vaksinasi gotong royong individu yang berbayar.
Nihayatul menerima secara terbuka aspirasi dan dukungan dari masyarakat melalui petisi di platform Change.org tersebut. Menurutnya, alasan pemerintah yang menjalankan program vaksinasi gotong royong individu berbayar untuk mempercepat herd immunity sebenarnya bisa dibantah.
“Saat ini, yang kurang adalah distribusi ke daerah, apalagi vaksinasi juga sedang terbatas. Ada banyak kepala daerah yang mengontak saya, mengatakan kuota vaksin yang mereka dapatkan tidak ada,” jelasnya pada Jumat (16/7/2021) di Jakarta.
Lebih lanjut, Nihayatul juga mengajak agar masyarakat sipil terus bersuara terkait pelaksanaan vaksinasi gotong royong individu berbayar ini. Ia mengapresiasi penundaan pelaksanaan oleh Kimia Farma. “Tapi, Permenkes yang menjadi landasan hukumnya juga harus dicabut.”
Senada dengan kekhawatiran Nihayatul mengenai distribusi vaksin, dr. Pandu Riono mengatakan bahwa jika memang perusahaan swasta ingin gotong royong, mereka seharusnya mengumpulkan uang, donasikan kepada pemerintah untuk membeli vaksin bagi semua masyarakat. Sehingga jumlah vaksin yang ada di masyarakat juga bisa bertambah.
“Amanat Presiden yang tertulis dalam konstitusi adalah untuk melindungi segenap tumpah darah bangsa Indonesia, salah satunya melalui vaksinasi. Imunisasi dasar juga sebenarnya gratis, sehingga seharusnya vaksinasi juga seluruhnya gratis untuk masyarakat,” kata dr. Pandu, epidemiolog Universitas Indonesia dan salah seorang penggagas petisi.
Irma Hidayana, Ph.D., penggagas petisi dan inisiator LaporCovid19, mengatakan bahwa selama ini masyarakat sipil sebenarnya sudah selalu bersuara.
“Masyarakat sipil selalu aktif memberikan statement berbasis data dan bukti untuk mendorong pemerintah agar Peraturan Menteri Kesehatannya dicabut. Kami juga sudah menyiapkan gugatan, namun kami membutuhkan bantuan dari DPR untuk mendorong secara institusional,” katanya.
Sebagai penutup, Sulfikar Amir, Ph.D., penggagas petisi dan ahli sosiologi bencana NTU Singapura berpesan agar DPR memastikan keadaan vaksin-vaksin Sinopharm yang hendak digunakan untuk vaksinasi gotong royong.
“Agenda utama kita adalah menghapus Peraturan Menteri Kesehatan untuk jual-beli vaksin. Kita sudah menerima 1,5 juta vaksin Sinopharm, dan sebelum Agustus harus digunakan, karena kalau tidak akan kadaluarsa. Sayang kalau vaksinnya tidak digunakan,” tutup Sulfikar. (*)