YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Tim Komunitas Peradilan Semu (KPS) Fakultas Hukum (FH) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta menjadi juara umum pada National Moot Court Competition (NMCC) yang diselenggarakan Universitas Negeri Lampung (Unila), Senin (11/10/2021). Tim KPS FH UAD memboyong Piala Prof Hilman Hadikusuma pada kompetisi bertema ‘Anti Human Trafficking.’
Tim KPS FH UAD sebanyak 18 mahasiswa yang beranggotakan tiga angkatan yaitu 2018, 2019, dan 2020. Mereka adalah Danang Rizky Fadila, Muhammad Raffi Adrian, Riqi Setiawan, Ilma Utami, Adimas Faiz Jati Husodo, Suhendar, Dytha Larasati, Nabila Nur Fitria Alifa, Siti Maysaroh, Sugeng Ryadi, Tiara Dian A, Berty Amalia, Riska Rizki S, Mohammad Yusron,Muliyati Pentagoni I, Meli Yulita S, dan Try Fuji Alam. Sedang ketua tim Mira Julita Sari.
Selain memboyong Piala Prof Hilman Hadikusuma, Tim KPS FH UAD juga memperoleh berkas jaksa penuntut umum terbaik, berkas hakim terbaik, panitera terbaik penyisihan dan final. Juga majelis hakim terbaik penyisihan dan final, penuntut umum terbaik penyisihan, penasihat umum terbaik penyisihan dan final, serta saksi ahli dan terdakwa terbaik penyisihan dan final.
Dijelaskan salah satu anggota, Dytha Larasati, Tim KPS FH UAD melakukan persiapan sejak bulan Maret. Persiapan meliputi riset ke kejaksaan, pengadilan, praktisi hukum; hakim dan jaksa. Selanutnya, menyusun berkas yakni berkas penyidik, berkas jaksa, berkas penasihat hukum, dan berkas hakim.
Kemudian melakukan pelatihan pembuatan video sidang hingga akhirnya lolos pada babak penyisihan. “Tak selesai di situ, pada pertengahan Agustus sampai pertengahan September kami mengejar membuat berkas dan video sidang dengan isi yang berbeda untuk babak final,” kata Dytha Larasati.
Tim KPS FH UAD, lanjut Dytha Larasati, mereka mengangkat kasus perdagangan manusia. Terdakwanya adalah seorang direktur perusahaan furniture yang seharusnya menggunakan website untuk menjual furniture. Namun dalam kasus ini, websitenya disalahgunakan sebagai wadah perdagangan anak di bawah umur. Mereka direkrut dan dijual ke perusahaan yang bergerak dalam penangkapan ikan di laut.
“Para korban ini nantinya akan dipekerjakan di kapal untuk menangkap ikan dengan upah yang tidak sesuai. Ketika korban ini sudah tidak bisa bekerja, mereka akan diturunkan di pelabuhan yang sudah tidak beroperasi. Ini cerita singkat kasus saat babak penyisihannya,” kata Dytha.
Dytha juga mengungkapkan tentang kesulitan mempersiapkan lomba yang beranggota 18 mahasiswa. “Menyatukan pikiran 18 mahasiswa dengan karakter yang berbeda menjadi tantangan tersendiri,” katanya.