BOYOLALI, MENARA62.COM – Upaya mengokohkan peran strategis Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surakarta menggelar dialog Ideopolitor. Kegiatan tersebut bertempat di Asrama Haji Donohudan Boyolali, Sabtu-Ahad (4-5/11).
Sejumlah 182 peserta dari UPP (unit pembantu pimpinan) PDM Kota Surakarta meliputi Pimpinan Majelis, Anggota Majelis, Lembaga dan Ortom Muhammadiyah serta ‘Aisyiyah mengikuti acara tersebut.
Bendahara Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Prof. Dr. Sofyan Anif, M.Si menyampaikan materi berupa Manhaj Risalah Islam Berkemajuan.
Prof. Sofyan Anif menyampaikan Islam berkemajuan itu Islam yang teologis merupakan refleksi dari nilai-nilai transedensi, liberasi, dan humanisasi sebagaimana tersirat dalam Ali Imron ayat 104 dan 110 yang menjadi inspirasi kelahiran Muhammadiyah.
“Mengajak kebaikan itu humanisasi, mengajak untuk meninggalkan yang mungkar itu liberasi,” ungkapnya.
Prof. Sofyan Anif menegaskan cita-cita hidup Muhammadiyah membangun masyarakat Islam sesungguhnya berdasarkan Alquran dan Assunah. Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya adalah khaira ummah yang memiliki posisi dan peran umatan wasathan (umat tengahan) dan syuhada ala al-nas (pelaku sejarah) dalam kehidupan manusia.
“Islam yang berkemajuan merupakan konsep yang melibatkan perkembangan agama Islam (Muamalah). Mencakup pemahaman yang lebih dalam tentang sejarah Islam dan penerapan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Kemajuan dalam segala dimensi kehidupan baik rohani maupun materi. Inilah yang kemudian oleh Muhammadiyah diistilahkan dengan istilah Islam Berkemajuan,” tegasnya.
Lima ciri utama Islam Berkemajuan dipaparkan oleh Prof. Sofyan Anif meliputi pertama, berlandaskan tauhid. Menurut Muhammadiyah tauhid bukan hanya sekadar keyakinan, melainkan tauhid yang punya implikasi bagi kehidupan sosial dan alam semesta. Kedua, kembali kepada Alquran dan Sunnah. Pemaknaannya tidak hanya tekstual tetapi dimensi logika pengetahuan dan teknologi. Ketiga, menghidupkan ijtihad dan tajdid. Keempat, mengembangkan wasatiyah, menjadi umat tengahan. Kelima, sifat rahmatan lil alamin, sifat ini ditunjukan kepada siapa saja tanpa membeda-bedakan latar belakang, perbedaan agama, dan kepada lingkungan.
“Pemimpin Muhammadiyah di setiap level harus berkarakter progresif,” paparnya.
Akhir acara, Prof. Sofyan Anif mengajak kepada semua aktivis Muhammadiyah untuk memperkuat akar rumput, cabang dan ranting. “Roh Muhammadiyah adalah pengajian. Maka digalakkan pengajian di ranting. Ranting itu penting. Kedua, masjid, maka dakwah berbasis masjid,” tandasnya. (*)