YOGYAKARTA, MENARA62.COM – Bangsa Indonesia mengawali tahun 2026 dengan menyisakan duka akibat bencana banjir Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan daerah lainnya. Suatu musibah berat yang tentu tidak dikehendaki dan mesti kita hadapi bersama.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengimbau dalam menghadapi tahun baru, alangkah elok manakala tidak ada pesta pora dan euforia kembang api dari saudara sebangsa di negeri tercinta, sebagai wujud empati merasakan derita sesama.
“Mari awali kehadiran tahun 2026 dengan semangat baru untuk lebih tangguh dan makin bersatu menghadapi musibah dan menjalani kehidupan. Seraya merajut hidup ke depan menjadi lebih baik, lebih produktif, dan lebih bermakna untuk diri sendiri maupun relasi sesama,” tutur Haedar pada Rabu (31/12) dalam Refleksi Akhir Tahun “Bangkit Bersama untuk Indonesia”.
Kepada seluruh warga dan elit bangsa di negeri tercinta, Haedar mengajak untuk semakin memperkuat jiwa, pikiran, dan orientasi tindakan yang luhur berbasis hikmah kebijaksanaan dalam menghadapi setiap musibah dan dinamika kehidupan.
“Mari lakukan refleksi spiritual, intelektual, dan sosial dalam kehidupan kebangsaan agar perjalanan ke depan semakin terarah di jalan yang benar dan lebih tercerahkan,” ajak Haedar.
Lebih khusus bagaimana merenungkan kembali sekaligus merawat nilai-nilai ketuhanan (hablum minallah) yang diajarkan oleh seluruh agama yang hidup di negeri tercinta. Sebagaimana nilai substansial bernegara yang terkandung dalam Pancasila sebagai fondasi dasar negara Republik Indonesia.
Di tengah bencana, lanjut Haedar, spirit bangkit mesti dibangun oleh seluruh pihak. Bukan menebar keriuhan, kekalutan, dan suasana pesimis. Bangsa ini harus tangguh dan bangkit dalam menghadapi bencana maupun tantangan kehidupan lain seberat apa pun.
“Kami menaruh hormat kepada saudara-saudara korban terdampak bencana yang masih terus berjuang mengatasi kesulitan dengan kesabaran dan semangat kebersamaan yang tinggi,” tutur Haedar.
Haedar juga mengatakan bahwa pasca bencana terbuka peluang mengkaji kondisi ekosistem Indonesia secara menyeluruh. Kajian-kajian hendaknya dilakukan secara objektif dengan pendekatan multidisipliner dan multiperspektif yang didukung riset lapangan yang andal. Agar hasil kajian mendekati kebenaran yang substansial dan menyeluruh.
“Bersama dengan itu mari menata Indonesia di bidang politik, sosial, ekonomi, tata ruang, lingkungan, dan semua aspek secara benar dan tersistem menuju Indonesia yang lebih baik dan berkemajuan,” tegas Haedar.
Haedar juga mengatakan bahwa Indonesia saat ini dan ke depan menuntut kohesivitas hidup bersama, baik dalam menghadapi bencana maupun berbangsa-bernegara. Dasar Persatuan Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika mesti menjadi patokan hidup bersama dalam menghadapi situasi sesulit apa pun maupun dalam dinamika hidup berbangsa.
“Jadikan keduanya sebagai nilai yang hidup (living value) dan teraktualisasi dalam kehidupan bersama,” jelas Haedar.
Bangun kebersamaan yang tulus dan otentik. Jauhi centang perenang, saling hujat, saling tuding, saling membodohkan, dan menumpah amarah yang menjadikan kehidupan berbangsa laksana bara yang dapat berpotensi membawa bencana baru dalam kehidupan kebangsaan.
“Jaga kerukunan dan kehormatan antarkomponen bangsa yang menjadi penopang kuat keindonesiaan,” imbuh Haedar.
Haedar juga menegaskan agar media sosial jangan menjadi wahana perseteruan yang mengoyak persatuan dan kebersamaan. Harganya terlalu mahal bila bangsa ini pecah disebabkan para warganya tidak mampu menahan diri dalam bermedia sosial.
“Alangkah ruginya hidup ini jika manusia menjadi korban kebebasan media sosial yang liar, padahal seluruh warga bangsa sejatinya saling memerlukan untuk hidup bersama dalam harmoni dan keadaban tinggi,” tegas Haedar.
Dalam situasi kritis di mana sebagian orang mudah marah atas keadaan di tengah hegemoni media sosial yang memproduksi berita-berita sensitif, terbuka potensi konflik di tubuh bangsa ini. Sementara itu berbagai pandangan keras hadir saling berbenturan di tengah informasi yang sahih tidak didapatkan.
Manakala kondisi ini tidak terkelola dengan baik, akan lahir anarki sosial dan kegaduhan struktural dalam berbagai bentuk yang tentu tidak diinginkan bersama.
“Di sinilah pentingnya kedewasaan dan kearifan seluruh pihak di tubuh bangsa ini,” jelas Haedar.
Haedar juga mengatakan bahwa di tengah konstelasi global yang semakin kompleks, Indonesia tahun depan mesti dituntut makin waspada dan seksama dalam menghadapi kehidupan di berbagai aspek.
Masalah politik, ekonomi, sosial budaya, keagamaan, perkembangan ekosistem, perubahan iklim, dan problematika lainnya yang berat dan kompleks menuntut transformasi kehidupan yang bermakna (transformation with meaning) agar Indonesia mampu melangsungkan kehidupan dan memproyeksikan masa depan ke jalan yang semakin pasti dan benar arah perjalanannya.
Kehidupan demokrasi, hak asasi manusia, dan pluralitas kebangsaan yang kian bebas ke arah serba bebas atau liberal menuntut rujukan konstitusional dan penguatan nilai yang kokoh bersendikan Pancasila, agama, dan kebudayaan luhur bangsa.
“Rakyat dan tanah air Indonesia yang diperjuangkan kemerdekaannya tahun 1945 dengan darah dan segenap pengorbanan oleh para pejuang dan pendiri negara semakin menuntut kepastian untuk dijamin kehidupan dan keberlangsungannya,” jelas Haedar.
“Pastikan bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia secara nyata dan konsisten mampu melaksanakan kewajiban konstitusionalnya dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,” tambah Haedar.
Haedar juga mengimbau tokoh politik dan pejabat negara dituntut jiwa, pemikiran, serta orientasi kenegarawanan dan keteladanan yang luhur dalam memimpin Indonesia ke arah yang benar. Arah berbangsa-bernegara mesti sejalan dengan nilai, konstitusi, dan cita-cita nasional yang diletakkan oleh para pendiri negara. Jauhi kedangkalan jiwa, pikiran, dan orientasi tindakan yang akan membelokkan arah berbangsa dan bernegara.
“Para elit dari seluruh komponen bangsa, termasuk para pemimpin agama, dituntut kiprah kenegarawanannya dengan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara daripada hasrat diri, kelompok, dan golongan sendiri. Jadilah suluh pencerah bangsa dengan nilai-nilai luhur kehidupan yang kaya makna,” tegas Haedar.
Seluruh rakyat Indonesia harus semakin terdidik dan dewasa agar mampu menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan lebih baik di tengah persaingan tinggi dengan bangsa-bangsa lain di berbagai kawasan.
“Mari berlomba-lomba dalam kebaikan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pegangi nilai-nilai luhur dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara agar masa depan Indonesia makin berjaya. Seluruh pihak mesti bergerak bersama dengan wawasan jauh ke depan dalam ikatan Persatuan Indonesia yang kokoh dan otentik menuju Indonesia Raya yang berkemajuan dan berperadaban utama,” pungkas Haedar. (*)
