25 C
Jakarta

Industri Makanan Minuman Tolak Kebijakan Bea Masuk Anti Dumping PET Impor

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM– Kalangan industri makanan minuman menilai putusan pemerintah dalam penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap impor bahan baku kemasan plastik akan menyebabkan guncangan besar terhadap industri makanan minuman. Padahal selama ini industri makanan dan minuman telah menjadi sandaran perekonomian nasional.

“Usulan Komite Anti Dumping Indonesia untuk mengenakan pajak antara lima persen hingga 26 persen terhadap bahan baku plastik kemasan selama lima tahun akan berdampak secara langsung terhadap industri yang pada akhirnya akan melakukan langkah efisiensi,” tutur juru bicara Forum Lintas Asosiasi Industri Makanan dan Minuman (FLAIMM) Rachmat Hidayat, dalam siaran persnya, Kamis (19/4).

Petisi diajukan oleh Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI) kepada Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) terhadap Polyethylene therephthalate (PET) yang diduga dumping dari China, Korea dan Malaysia. Hasil investigasi KADI menyatakan bahwa ketiga negara tersebut terbukti melakukan dumping sehingga diperlukan kebijakan BMAD sebanyak 5 persen hingga 26 persen.

Menanggapi rekomendasi KADI, FLAIMM menilai jika BMAD diberlakukan, hal ini akan memberatkan industri makanan minuman yang menyumbang pertumbuhan ekonomi melalui pendapatan pajak, devisa hasil ekspor, investasi dan penyerapan tenaga kerja.

Dalam kesempatan yang sama, pakar hukum internasional Prof. Hikmahanto Juwana, SH, LL.M, Ph.Db mengatakan pemerintah tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menerapkan kebijakan BMAD.

“Pihak petisioner tidak memiliki legal standing berdasarkan Pasal 1 ayat (17) PP No. 34 Tahun 2011 karena terbukti berafiliasi dengan eksportir produsen barang yang diduga dumping serta melakukan importasi atas barang dan negara yang diduga melakukan dumping tersebut.’’ jelas Prof. Hikmahanto.

CORE Indonesia mencatat hingga tahun 2017, industri makanan dan minuman merupakan penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) dari sektor non migas sebesar 34,34 persen dengan serapan tenaga kerja lebih dari 4 juta orang. Itu belum termasuk multiplier effect industri makanan minuman yang rata-rata mencapai empat kali lipat sejak hulu hingga hilir.

“Bahkan di tengah perlambatan ekonomi pun, neraca perdagangan produk makanan dan minuman sanggup mencatatkan tren positif. Tahun 2016, industri makanan dan minuman sanggup mencatatkan nilai ekspor setara US$26,3 miliar atau surplus US$16,8 miliar,” tutur Piter Abdullah, Direktur Riset CORE Indonesia.

Melihat capaian kinerja yang secara konsisten, tidak mengherankan jika industri makanan dan minuman ditempatkan pemerintah dalam urutan teratas industri prioritas nasional dalam Rancangan Pengembangan Industri Nasional 2015-2035.

Meski demikian, industri ini juga mengalami tantangan yang sangat besar yaitu menurunnya daya beli masyarakat dan kepastian bahan baku untuk industri di tengah derasnya arus perdagangan bebas yang telah disetujui pemerintah.

Piter Abdullah memberikan catatan jika pemerintah menjalankan usulan KADI untuk mengenakan BMAD terhadap impor PET akan menyebabkan dua hal. Pertama, akan menyebabkan biaya industri makanan dan minuman  meningkat sehingga memaksa kalangan industri  meningkatkan harga jual. Pada akhirnya kondisi akan menurunkan permintaan pasar yang berakibat pada turunnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).

“Penurunan permintaan akibat pengenaan BMAD sekitar sebesar 11-12% dengan penerimaan PPN berpotensi menurun sekitar Rp 230 miliar,“ jelas Piter.

Dan kedua, dengan asumsi bahan baku produksi dalam negeri memiliki kualitas yang sama dan lebih murah, industri makanan dan minuman akan memilih membeli produksi dalam negeri yang akibatnya menurunkan impor danpenerimaan bea masuk akan menurun drastis.

“Dalam penerapan pengenaan BMAD, industri makanan dan minuman yang mayoritas merupakan perusahaan kecil dan mikro akan paling dirugikan dalam hal penurunan permintaan serta,  terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja. Soal pengangguran potensial ini tentu isu besar di tahun politik,” tutupnya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!