JAKARTA, MENARA62.COM – Sejak awal, Muhammadiyah meminta kepada DPR untuk menunda, bahkan membatalkan pembahasan RUU Omnibus Law. Selain karena masih dalam masa pandemi Covid-19, di dalam RUU juga banyak pasal yang kontroversial.
“RUU tidak mendapatkan tanggapan luas dari masyarakat, padahal seharusnya sesuai UU, setiap RUU harus mendapatkan masukan dari masyarakat,” kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (7/10/2020).
Tetapi faktanya, DPR jalan terus. UU Omnibus Law tetap disahkan pada Senin (5/10/2020). Tujuh fraksi menyetujui dan dua fraksi lain yakni Demokrat dan PKS menolaknya.
Diakui Prof Mu’ti, memang usul Muhammadiyah dan beberapa organisasi yang mengelola pendidikan telah diakomodir oleh DPR. Lima UU yang terkait dengan pendidikan sudah dikeluarkan dari Omnibus Cipta Kerja.
Tetapi masih ada pasal terkait dengan perijinan yang masuk dalam Omnibus Law Cipta Kerja. Memang soal ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Karena itu, Muhammadiyah akan wait and see bagaimana isi Peraturan Pemerintah.
Sebaiknya semua elemen masyarakat dapat menahan diri dan menerima keputusan DPR sebagai sebuah realitas politik. Kalau memang terdapat keberatan terhadap UU atau materi dalam UU dapat melakukan judicial review.
“Demo dan unjuk rasa tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan akan menimbulkan masalah baru,” pungkas Prof Mu’ti.