26.7 C
Jakarta

Kampus Diimbau Ikut Sosialisasikan UU Cipta Kerja, Ini Tanggapan Perhimpunan Pendidik dan Guru!

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Paska terjadinya aksi unjukrasa menolak UU Omnibus Law (Cipta Kerja) yang dilakukan mahasiswa dari berbagai kampus, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan surat imbauan yang ditujukan kepada kampus dalam hal ini dosen. Dalam surat imbauan bernomor 1035/E/KM/2020 tertanggal 9 Oktober 2020, Dirjen Dikti Prof Nizam meminta Pimpinan Perguruan Tinggi agar menjaga ketenangan dan suasana pembelajaran yang kondusif. Dalam surat imbauan tersebut kampus juga diminta ikut mensosialisasikan UU Cipta Kerja.

Terhadap imbauan tersebut, Satriwan Salim, Koordinator P2G (Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru) pun angkat bicara. Melalui keterangan tertulisnya, Satriawan menilai imbauan tersebut mengandung beberapa kontradiksi atau malah bisa dikatakan paradoksal.

“Imbauan agar kampus ikut mensosialisasikan UU Cipta Kerja justru mengandung kontradiksi yang mendalam, sebab Draf Final UU Ciptaker saja tak bisa diakses oleh kalangan akademisi, aktivis masyarakat sipil, bahkan oleh publik umumnya hingga sekarang. Apalagi ditambah keterangan DPR jika Draf tersebut belum final, lantas yang disahkan ketika sidang Paripurna itu apa? Terus apanya yang harus disosialisasikan oleh Universitas,” kata Satriawan, Ahad (11/10/2020).

Kemendikbud sudah membuat program “Merdeka Belajar” dan “Kampus Merdeka” bahkan jadi slogan dimana-mana. Terbitnya Surat Kemendikbud ini merupakan bentuk “intervensi” nyata Kemendikbud, sehingga menjadikan kampus tidak lagi merdeka. Akhirnya lanjut Satriawan, Kampus Merdeka tak ubahnya sekedar jargon kosong, di saat Kemdikbud mencabut kemerdekaan akademik universitas sebagai lembaga yang berfungsi mengembangkan nalar kritis.

“Ini adalah bukti bahwa kebijakan Kemendikbud kontradiktif. Di satu sisi Kemendikbud membuat kebijakan Kampus Merdeka, namun di sisi lain memasung kemerdekaan kampus dalam menjalankan fungsi kritisnya sebagai wujud Kampus Merdeka,” tambahnya.

Menurutnya, kampus sudah semestinya menyiapkan para generasi muda yang berperan sebagai intelektual organik, intelektual yang senafas dengan rakyat, betul-betul merasakan apa yang dirasakan para buruh, masyarakat adat, aktivis lingkungam, dan lainnya yang merasa dirugikan UU Ciptaker ini. Apalagi yang namanya mahasiswa, belajar tak hanya di ruang kuliah yang terbatas tembok. Ruang kuliah sesungguhnya para mahasiswa adalah lingkungan masyarakat itu sendiri. Mengikuti aksi demonstrasi adalah bagian dari laboratorium sosial mahasiswa sebagai agen perubahan. Menjauhkan mahasiswa dari rakyat, sama saja menjauhkan ikan dari lautan luas.

Dalam surat Kemendikbud Satriawan juga menyoroti poin nomor 6, di mana dikatakan “menginstruksikan para dosen senantiasa mendorong mahasiswa melakukan kegiatan intelektual dalam mengkritisi UU Ciptaker”.

“Justru kritik itulah yang tengah dilakukan mahasiswa, adapun aksi turun ke jalan merupakan wujud aspirasi dan ekspresi mereka terhadap langkah-langkah DPR dan Pemerintah yang abai terhadap aspirasi mereka bersama rakyat lainnya,” lanjutnya.

Menurut Satriawan, semestinya Kemdikbud memberi apresiasi kepada para mahasiswa yang sedang melakukan aktivitas kritisnya kepada DPR, karena demikianlah tugas seorang inetelektual. Pastinya aksi demonstrasi yang tidak merusak fasilitas umum misalnya.

Kemendikbud kata Satriawan tak usah alergi dengan kekritisan para mahasiswa dan dosen terhadap UU Ciptaker ini. Itu semua merupakan wujud kebebasan akademik, Kemedikbud tak seharusnya mengekang. Lagi pula kampus punya otonomi yang mesti dihargai Kemendikbud.

Munculnya reaksi para mahasiswa, buruh, dan kalangan sipil lainnya terhadap UU ini membuktikan, jika pemerintah dan DPR tidak transparan dalan proses pembuatannya, tak membuka ruang dialog, dan partisipasi kepada masyarakat sebagaimana ciri utama negara demokrasi.

“Para mahasiswa sesungguhnya sedang menunaikan tugasnya sebagai kelompok intelektual yang tak berjarak dengan rakyat. Kemdikbud hendaknya paham jika kampus itu bukan lembaga tukang stempel,” tutup Satriawan.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!