MALANG, MENARA62.COM — Solidaritas Mahasiswa untuk Rakyat Tertindas (SMART), Selasa (21/3) malam, menggelar aksi solidaritas di depan gerbang masuk Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Jawa Timur. Aksi ini sebagai wujud keprihatinan atas meninggalnya salah satu aktivis penolakan rencana pendirian dan pengoperasian pabrik semen milik PT Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng Rembang, Jawa Tengah.
Dijelaskan humas SMART, Ucang, Patmi (48) beserta lebih kurang 55 orang warga Kabupaten Pati dan Rembang melakukan aksi pengecoran kaki dengan semen di depan Istana Presiden, Jakarta, Kamis (16/3/2017). Patmi datang bersama dengan kakak dan adiknya atas izin suaminya.
Senin (20/3) sore, perwakilan warga diundang Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki untuk berdialog. Perwakilan menyatakan menolak skema penyelesaian konflik yang hendak digantungkan pada penerbitan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Namun, sebagian besar warga akan pulang ke kampung halaman. Sedang aksi akan terus dilakukan sembilan orang. Patmi adalah salah satu yang akan pulang sehingga cor kakinya dibuka Senin malam dan persiapan untuk pulang Selasa (21/3) pagi.
Kurang lebih pukul 02.30 atau Selasa dini hari setelah mandi, Patmi mengeluh badannya tidak nyaman lalu mengalami kejang-kejang dan muntah. Dokter yang mendampingi segera membawa Patmi ke Rumah Sakit St. Carolus Salemba.
Tetapi menjelang sampai di rumah sakit, dokter mendapati Patmi meninggal dunia. Pihak RS. St. Carolus menyatakan Patmi meninggal mendadak pada sekitar 02.55 dengan dugaan jantung. Pada Selasa pagi, jenazah Patmi dipulangkan ke Desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati untuk dimakamkan di desanya.
“Kami segenap warga negara Indonesia yang ikut menolak pendirian pabrik semen di Pegunungan Kendeng dan sekaligus berduka atas kematian Bu Patmi dalam aksi protes penolakan yang dilakukan di depan Istana Presiden,” terang Ucang yang juga mahasiswa jurusan Teknik Industri UMM ini.
Aksi tersebut, kata Ucang, sebagai ungkapan kekecewaan massa terhadap tumpulnya kepekaan politik para pengurus negara. Mereka melakukan pengingkaran tanggung jawab untuk menjamin keselamatan warga negara dan keutuhan fungsi-fungsi ekologis dari bentang alam Pulau Jawa, khususnya Kendeng.
Kematian Patmi, kata Ucang, menjadi saksi bagi seluruh dunia, bahwa masyarakat Indonesia masih harus menyatakan sikapnya sendiri. Karena tidak adanya pembelaan sama sekali dari unsur pemerintahan yang seharusnya mengurus nasib warga negaranya.
“Kami juga menyampaikan kepada kalangan berpendidikan tinggi yang justru memilih peran sebagai juru sesat untuk mengaburkan duduk perkara yang tengah dilawan oleh warga Kendeng,” tandas Ucang.