32.3 C
Jakarta

Mengenal Tradisi Safaran Di Desa Pengastulan, Seririt – Buleleng.

Baca Juga:

SERIRIT, MENARA62.COM. Ini adalah kali kedua saya mengikuti tradisi Geguyub di pinggir pantai. Dua tahun lalu sempat sepi, krisis pandemi, yang semua orang tak boleh kesana kemari. 

Rabu ini, (21/9) 2022, tepat 24 kliwon, kalender hijriah masuk 25 safar, pesisir pantai pengastulan begitu dahsyat dengan lautan manusia. Mereka bergerombol, membentuk kelompok-kelompok, sambil duduk bersila menikmati angin semilir, ngobrol tentang apa saja bersama keluarga didampingi fanorama pantai sore yang sangat indah.

Maklum tahun ini sudah bebas dari nuansa pandemi yang sudah tak mengkhawatirkan lagi, alhasil orang-orang merayakan syafaran dengan berkumpul dan berkelompok-kelompok memenuhi pinggiran pantai. 

Dalam Islam sendiri, bulan Safar itu, memiliki keistimewaan sama dengan bulan-bulan lainnya, begitu juga Safar. Hanya saja, ini mungkin sebuah tradisi yang telah lama mengalir di desa ini. Dengan datangnya bulan Safar, mereka merayakannya dengan cara berbondong-bondong bersama keluarga untuk sekedar santai, berbekal makanan, bahkan warga sekitar menggelar bazar yang berwarna-warni menjual makanan berat maupun ringan.
Terdapat sekumpulan tertentu, bersebelahan dengan kami sekeluarga, berjejer rapi bapak-Bapak dan beberapa tokoh desa serempak melakukan doa, bersholawat, berdzikir, usai itu melakukan makan bersama dengan nikmatnya. Saya hanya diam, berkhayal, sesekali memandangi indahnya senja sore itu. Kudapan kue putu, menjadi santapan sambil menyertai momen safaran yang kian sore makin berjubel orang berdatangan. Tak hanya warga Desa Pengastulan saja, banyak dari luar daerah kecamatan seririt yang ikut nimbrung disini, bahkan daerah celukan bawang sekalipun singgah ikut menyaksikan.

Di sela kesempatan, saya iseng bertanya pada seorang Bapak, yang sudah saya kenal sebelumnya. Pak haji Nasim, pengurus masjid As-Shalihin. Penasaran dengan tradisi ini, yang tiap tahun selalu dirayakan begitu ramainya. Bahwa beliau menyampaikan, warga  mengadakan agenda tersebut, sudah turun-temurun, momen Safar menjadi khas warga disini untuk berkumpul, berbondong-bondong duduk santai, di pesisir pantai, sambil berdoa, berharap pada sang Pencipta, agar terhindar dari marabahaya. Sekaligus sebagai bentuk syukur kita sebagai hamba Nya yang telah diberikan nikmat sehat, serta berharap rejeki yang berlimpah.

Safar selalu diperingati di akhir-akhir bulan, saat memasuki bulan Safar di posisi kalender 25 Safar, warga di desa ini, sudah mempersiapkan beragam agenda lomba-lomba 2 hari sebelum puncaknya pada 25 safar itu.
Kalau kita tahu, Safar adalah sebuah perjalanan bagi seseorang dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan baik, sementara saat itu, khususnya masyarakat warga desa Pengastulan, perjalanan bagi mereka diterjemahkan dengan cara lain, yakni dari rumah, menuju pantai, dengan tujuan berkumpul bersama. Serta mewarnainya dengan beragam agenda selama 3 hari berturut-turut. Terlepas oleh siapa yang menentukan bahwa momen ini selalu diperingati tiap akhir bulan pada bulan safar, pastinya ada tokoh yang sudah terlebih awal menjalaninya hingga terwariskan tradisi disini sampai sekarang.

Penulis : Fajarisma

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!