32.3 C
Jakarta

Mensesneg: Prosentase Mata Kuliah Wajib di Perguruan Tinggi Harus Dikurangi

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Menteri Sekretaris Negara Prof. Pratikno menilai kurikulum pendidikan tinggi masih dipadati oleh mata kuliah wajib dengan proporsi mencapai 90 persen. Muatan kurikulum yang demikian dinilai kurang efektif untuk memfasilitasi lulusan perguruan tinggi siap memasuki dunia kerja.

Karena itu, sudah saatnya pemerintah dalam hal ini Kemenristekdikti melakukan reorientasi kurikulum pendidikan tinggi. Kurikulum harus bisa firewalking yang memfasilitasi langkah dinamis untuk menyiapkan SDM berkualitas menghadapi dunia yang terdisrupsi.

Relaksasi kurikulum ini menurut Pratikno harus dilakukan besar-besaran untuk mengembangkan talenta, memberikan jalan keluar bagi yang salah mengambil program studi dan mengembangkan personalized education.

“Saya berpendapat mata kuliah wajib cukup 50 persen saja. Sedang 50 persen lainnya adalah mata kuliah pilihan yang sifatnya dapat memperkuat kesiapan lulusan memasuki dunia kerja,” kata Pratikno pada Simposium Cendekia Kelas Dunia Tahun 2019, Jumat (23/8/2019).

Mata kuliah pilihan tersebut bisa berupa magang pada dunia industry, organisasi besar, instansi pemerintah, konsultan dan lembaga lainnya. Intinya mahasiswa terjun langsung ke dunia kerja sesuai passion yang dimiliki.

Pratikno mengingatkan Indonesia akan memasuki fase bonus demografi pada tahun 2020 hingga 2024. Momentum yang sangat pendek tersebut harus dimanfaatkan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas.

“Bisa saja kita berpikir untuk mencetak anak-anak menjadi peneliti hebat. Tetapi ada hal yang lebih emergency yang harus kita manfaatkan pada fase bonus demografi tersebut yakni bagaimana mendongkrak produktivitas nasional,” lanjutnya.

Untuk mendongkrak produktivitas nasional dalam waktu yang mendesak tersebut, Pratikno melemparkan gagasan untuk reorientasi kurikulum pendidikan tinggi dengan mengurangi porsi mata kuliah wajib dari 90 persen menjadi 50 persen. Delivery conten pengetahuan yang berjudel-jubel perlu dikurangi agar ada space lebih besar untuk meningkatkan skill mahasiswa, supaya industry bisa masuk ke kurikulum.

“Jadi orientasi pendidikan harus diorientasikan untuk menyongsong the emerging yakni emerging challenges, emerging opportunities, emerging jobs dan emerging skills,” tukasnya.

Menurut Pratikno, peran pendidikan tinggi juga pendidikan menengah harus mengutamakan sebagai arena percobaan untuk bekerja, berproduksi, berkarya dan berwirausaha. Karena itu perlu dirancang key performance indicator (KPI) yang baru, indicator akreditasi lembaga pendidikan yang baru, indicator perangkingan yang juga baru.

Sementara itu Dirjen Sumber Daya Iptek Dikti (SDID) Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti mengatakan Kemenristekdikti akan mempelajari usulan reorientasi kurikulum tersebut secepat mungkin.

“Ini sebuah terobosan yang besar jika akan kita lakukan. Karena itu kita akan gelar diskusi lebih dahulu dikalangan internal,” tandas Ali Ghufron.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!