SLEMAN, MENARA62.COM – Jika kita cermati Jum’at kali ini ada yang menggelitik, betapa di hari terakhir ditahun ini yaitu 31 Desember 2021 bersamaan waktunya dengan hari Jum’at.
Sholat Jum’at sebagai salah satu ibadah wajib yang dilakukan setiap satu pekan sekali, pada kesempatan kali ini penulis berkesempatan melaksanakannya di Masjid dr. Agung Wahidin Beran Sleman.
Dalam kesempatan kali ini bertindak selaku Khatib Drs. H. Sri Purnomo, mantan Bupati Sleman menyampaikan “Allah SWT bersumpah atas nama waktu dengan penyebutan yang berbeda-beda seperti al-fajr (demi waktu fajar), wa-dhuha, wal-lail (demi waktu malam) serta wal- ashr serta lainnya”, hal ini adalah petunjuk yang sangat gamblang betapa Allah SWT mengisyaratkan betapa pentingnya waktu yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin . Kehidupan dunia adalah fana semata dan dari anugrah waktu yang diberikan didalamnya terdapat pertanggungjawaban atas Rahmat Allah SWT.
Dalam 1 hari setiap insan memiliki waktu yang sama sebanyak 24 jam, namun setiap insan bakal berbeda dalam mengalokasikan waktu, apakah digunakan untuk berbuat balik ataukah sebaliknya yang hasilnya tentu pencapaian kesuksesannyapun berbeda baik di dunia maupun di akhirat yang kekal nantinya.
Bukankah Rasulullah SAW telah memberi ibrah dalam menjalani kehidupan dunia secara baik dan benar menuju muara kehidupan akhirat nan abadi. Sebagaimana Hadis diriwayatkan Abdullah bin Umar ra. bahwa suatu ketika Rasulullah SAW memegang pundaknya lalu memberikan dua pesan yang Artinya: Dari Abdullah bin Umar ra berkata: Rasulullah SAW pernah memegang kedua pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau pengembara”. Kualitas hadis ini sahih sebagaimana para perawi di antaranya Imam Bukhari, al-Tirmizi, Ibn Majah, Ahmad bin Hanbal, Ibn Hibban, al-Baihaqi dan al-Tabrani,
Rasulullah berpesan bagaimana mensikapi kehidupan dunia ini layaknya orang asing atau pengembara yang melintasi suatu tempat. Orang asing adalah seseorang yang tidak memiliki rumah sendiri, tidak punya tempat tinggal sendiri, tidak punya negeri yang didiami secara pribadi. Fisiknya berada di negeri yang asing, tapi hatinya tidak terpikat dengan negeri asing tersebut.
Keberadaannya yang fana di negeri asing hendaknya dimanfaatkan sebaik mungkin untuk mempersiapkan bekal menuju ke kehidupan selanjutnya. Ibnu Rajab berkata, “Dunia bagi orang beriman bukanlah negeri untuk menetap, bukan pula sebagai tempat tinggal. Orang bertaqwa memposisikan diri sebagai seorang garib (orang asing) yang tinggal sementara di negeri asing, lalu semangat mempersiapkan bekal untuk kembali ke negeri tempat tinggal sebenarnya.”
Waktu terus berkurang, apakah sisa-sisa hidup kita sudah cukup mempunyai bekal untuk sebuah kepastian yaitu kehidupan kekal nantinya?.