26.7 C
Jakarta

Perkaya Literasi Filsafat Timur, Buku tentang Tao Te Ching Diluncurkan

Baca Juga:

YOGYAKARTA, MENARA62.COM – Paham Taoism  berkembang sejak tahun 450 Sebelum Masehi. Tetapi literasi yang membahasnya masih terbatas. Terutama literasi tentang Tao Te Ching yang berkaitan dengan perkembangan masyarakat kekinian.

Inilah yang mendorong dua guru besar Indonesia yakni Rektor Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Prof. Dr. Rudy Harjanto M.Sn dan Ketua Departemen Filsafat Fakultas Filsafat UGM berkolaborasi menulis buku tentang Tao Te Ching.

Buku berjudul ‘Filsafat Kehidupan dalam Perspektif Tao Te Ching Lao Tsu’ tersebut membahas ajaran inti dari filsafat atau paham Taoism. Yakni mengajarkan tentang hidup dan mati, lahir dan berkembang bersama.

Dalam buku tersebut juga dibahas tentang cara terbaik untuk hidup dengan memilih menjadi air, mengalir sesuai kearifan alam. Bahwa orang bijak menenangkan pikiran dan membuka hati, dituntun oleh bathin dan bukan pandangan orang lain. Menjalani hidup dengan menempatkan diri pada kehormatan dan bertindak tanpa pamrih.

Prof. Dr. M Mukhtasar S, M.Hum, PhD, of Arts, Guru Besar Post Graduate Filsafat UGM mengatakan buku Filsafat Kehidupan dalam Perspektif Tao Te Ching Lao Tsu diharapkan menambah khazanah literature filsafat Timur yang sampai saat ini masih langka.

Karena itu, Prof Mukhtasar yang juga spesialis filsafat timur mengapresiasi dan menyambut baik terbitnya buku tentang filsafat Taoism tersebut.

“Taoism sebagai kosmosentrisme justru berkembang di kalangan masyarakat Korea. Tidak ada bangsa yang menerapkan ajaran Tao dalam kehidupan masyarakatnya. Orang Korea menghayati Taoism dalam kehidupan sehari-hari,” katanya.

Dekan Fakultas Filsafat Dr. Arqom Kuswanjono dalam sambutannya mengemukakan, nilai-nilai agama seperti cinta, kerendahan hati, kesederhanaan ada pada Tao. Ajaran-ajaran tersebut tentu masih relevan dengan zaman sekarang.

Prof. Lasiyo, mengatakan buku ini membahas tentang jalan kehidupan manusia. Dimana hidup itu berawal dari Tao menuju Tao, mencapai kulminasi Tao, dan berakhir pada Tao.

“Taoism menunjukkan jalan yang harus ditempuh mahluk mengikuti hukum alam, yaitu keserasian, keharmonisan hidup dengan lingkungannya,” katanya.

Sementara itu, Prof. Rudy Harjanto mengemukakan bahwa filsafat merupakan renungan tentang kebenaran. Membentuk karakter manusiawi penuh keharmonisan, sehingga relevant diterapkan pada “Era Society 5.0” seperti dikemukakan oleh Shinzō Abe.

Era Revolusi Industri 4.0 dengan ciri-ciri berkembangnya internet, teknologi  baru dalam ilmu data, artificial intelligence, robotics, cloud, dan teknologi nano, mesti diawaki oleh manusia dalam masyarakat yang santun penuh keseimbangan,” jelas Prof. Rudy.

Menurutnya manusia senantiasa berubah, berkembang menyesuaikan diri kepada perubahan kehidupan. Jadi sesuatu tidak akan pernah bersifat tetap.

Saat ini, lanjut Prof. Rudy, beberapa orang berbicara sewenang-wenang. Dan pernyataannya itu, berkat teknologi, beredar cepat memenuhi atmosfir kehidupan. Bahkan pernyataannya dengan mudah memicu gejolak ketegangan.

Karena itu budi pekerti dan kebaikan sudah semestinya dihidupkan, ditanamkan sejak usia dini, sehingga karakter keseimbangan diri mengemuka dalam individu dan kelompok masyarakat.

“Keharmonisan kehidupan masyarakat terbangun dari keluarga, kelompok, mengimbas kepada masyarakat bangsa mencapai masyarakat dunia, yang telah terangkai dengan jaringan komunikasi digital,” tutupnya.

Acara bedah buku yang berlangsung di gedung Notonegoro Fakultas Filsafat UGM tersebut dimodetarori oleh Drs Budisutrisna, dosen Faultas Filsafat UGM. Hadir para alumni dan pejabat structural Universitas Moestopo dan UGM.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!