26.3 C
Jakarta

Rasanan : Haji dan Kesalehan Sosial

Baca Juga:

Ibada haji rentan untuk dibisniskan memang. Disamping cost-nya yang besar. Kebanyakan orang yang akan naik haji tidak lagi memperdulikan uang yang sudah disetor untuk apa. Yang mereka pikirkan adalah bagaimana dan kapan dapat berangkat. Itu saja. Haji. Rukun Islam ke lima ini memang merupakan  ibadah komplek yang menggabungkan fisik dan jiwa. Harta benda juga kesiapan mental. Mental siap, sarana tidak mendukung, juga tidak jadi, begitu sebaliknya.

Meski BPIH (Bea Penyelenggaraan Ibadah Haji)  dulu ONH ( Ongkos Naik Haji ) selalu ‘naik’ namun ternyata tidak menyurutkan minat kaum muslimin untuk menggapai ridha Illahi melalui ibadah haji ini. Buktinya daftar tunggu makin panjang, untuk DIY saja rata-rata harus rela menunggu sekitar 20-30 tahun lagi. Bahkan untuk ibadah umrah saja sekarang juga harus antri sekitar 2 tahun. Masya Allah. Greget dan trend positip untuk berhaji ini disatu sisi memberikan data empiris bahwa perekonomian masyarakat mulai mapan. Disamping hasrat yang makin  mantap.

Meski penyelenggara hingga kini masih menuai kritik dari masyarakat, namun Depag melalui Dirjen-nya Haji dan Umrah terus berbenah. Akumulasi persoalan yang membelit dalam hal ‘kepanitiaan’ ibadah haji memang tidak pernah sepi. Maklum mengurusi uang dalam hitungan milyar bahkan trilyun dengan jumlah orang yang musti dilayani ribuan dalam waktu yang relatif bersamaan, memang tidak gampang.

Refleksi Haji

            Saking banyaknya orang yang berminat menunaikan ibadah haji, pemerintah juga menerbitkan aturan, tidak boleh menuaikan haji secara berurutan waktunya, termasuk anak-anak tidak diperbolehan naik haji, disamping secara syar’i belum berkewajiban, namun disisi lain, dengan naik hajinya anak-anak jelas akan menambah porsi haji itu sendiri. Karena ibadah haji adalah ibadah fisik dan hati, maka bagi mereka yang masih usia muda dan mampu sangat dianjurkan. Karena ketika tubuh sudah renta dipaksanakan untuk perjalanan jauh, naik pesawat terbang sekitar 9 jam di angkasa, belum lagi rangkaian ibadah yang harus dilaksanakan di sana, thawaf, sai, lempar jumrah, thawaf – semuanya membutuhkan fisik yang relatif prima. Maka tidak berlebihan kalau ada dua tiga jamaah yang terpaksa ditunda atau bahkan dibatalkan naik haji karena alasan kesehatan. Cek kesehatan ini pun saya merasa dilakukan berlapis-lapis. Sehingga mereka yang tidak lolos, tidak bisa terbang. Sebab jika dipaksakan justru akan membahayakan jamaah yang lainnya.

Jumlah jamaah haji yang makin bertambah dari tahun ke tahun ini, selayaknya memberikan kontribusi positip bagi pembangunan di daerahnya masing-masing. Kontribusi bisa bermacam-macam bentuknya. Bisa berupa uswah khasanah, jumlah infak/sedakah yang makin bertambah, turunnya angka kriminalitas, turunnya angka putus sekolah, makin bergairahnya semangat keagamaan di lingkungan sekitar. Itu adalah sederet keinginan ideal yang diharapkan sejalan dengan bertambahnya jumlah jamaah haji. Memunculkan kesalehan sosial. Tidak saja untuk dirinya sendiri tapi untuk lingkungan sekitar.

Bagi mereka yang naik haji tujuan hidupnya hanya satu mencari ridha Allah swt. Bahkan bagi kita orang beriman secara umum hidup ini tidak lain adalah beribadah kepada-Nya ( Q.s.Adz-Dzaariyaat (51) : 56) disamping menjalani fungsi-fungsi kekhalifahan (Q.s. Al-Baqarah (2):30 ) – Semua itu dimaksudkan jamaah haji lebih dapat memahami  konsep hingga aktualisasinya dalam kehidupan. Meski tidak ada yang sempurna, namun usaha untuk menuju kearah yang lebih baik harus dilakukan. Sehingga predikat haji mabrur bukan lagi sekedar slogan, tetapi benar-benar diterapkan. Bahkan sekarang ini ada upaya yang dilakukan oleh banyak KBIH ( Kelompok Bimbingan Ibadah Haji), agar calon jamaah haji dapat mabrur sebelum, saat dan sesudah haji.

            Konsklusi :

Maka momentum haji ini, tepat bagi kita yang sudah naik haji dan akan naik haji untuk melakukan refleksi dan kontemplasi berjamaah, sudahkah haji kita mampu merubah diri kita menuju kearah yang lebih baik? Minimal diri sendiri, baru merambat kepada komuntas keluarga dan masyarakat sekitar. Jika memang belum, bukan ‘prosesi haji’nya yang keliru, tetapi kiranya kita musti banyak introspeksi diri dan mengaji.  (Sekian). # Naik haji tahun 2011. Kini mengajar di SMP Muhammadiyah Turi Sleman.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!