27.3 C
Jakarta

Tarhib Ramadhan Menurut Tarjih Muhammadiyah

Baca Juga:

 

SOLO, MENARA62.COM – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) laksanakan kajian tarjih rutin di hari Selasa (1/3/2022) melalui platform zoom dengan mengangkat topik pembahasan “Tarhib Ramadhan Menurut Tarjih” dengan mengundang Ust. Yayuli, S.Ag., M.P.I. selaku dosen Fakultas Agama Islam UMS.

Sebagai bentuk persiapan dalam menyambut bulan Ramadhan, seorang muslim dan muslimat, mukminin dan mukminat dianjurkan untuk memperbanyak amalan di bulan Sya’ban termasuk memperbanyak puasa sunnah di bulan Sya’ban.

Akan tetapi menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah, puasa pada bulan Sya’ban tidak dikhususkan pada puasa Nisfu Sya’ban saja, sebagaimana yang disampaikan Yayuli dalam pemaparannya “Dalam kitab fiqih sunnah itu termasuk perbuatan bid’ah,” ujar Yayuli.

Dia juga sampaikan definisi puasa. Secara bahasa shiyam diartikan sebagai menahan atau mencegah dari sesuatu, sedangkan secara istilah adalah menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari serta disertai dengan niat.

“Barangsiapa yang tidak berniat pada malam hari sebelum fajar terbit, maka puasanya tidak sah,” (Hadits Hafsah)

Dalam memulai puasa Ramadhan, umat Islam diberikan beberapa cara dalam mengetahui awal bulan Ramadhan salah satunya dengan melihat Hilal sebagaimana hadist nabi dari Abu Hurairah.

Sedangkan dasar dalam melakukan puasa dapat ditemui dalam Qs. Al Baqarah ayat 183.

Yayuli juga sampaikan dalam berpuasa di bulan Ramadhan terdapat orang yang diwajibkan berpuasa dan ada yang tidak diwajibkan.

Orang yang diwajibkan untuk berpuasa adalah semua muslim yang mukallaf (orang yang dibebani hukum). “Indikatornya adalah kalau perempuan dikategorikan manakala sudah haid, sedangkan laki-laki dikategorikan mukallaf ketika sudah mimpi basah atau terjadi perubahan secara biologis,” ujarnya.

Sedangkan yang tidak diwajibkan berpuasa dan wajib menggantinya adalah perempuan yang mengalami haid dan nifas ketika Ramadhan.

Islam juga memberikan keringanan kepada umatnya dalam melaksanakan Puasa Ramadhan yaitu bagi orang yang sedang sakit biasa dan sedang berpergian (musafir), namun tetap harus menggantinya di luar bulan Ramadhan.

Akan tetapi juga terdapat umat Islam yang diharuskan menggantinya dengan fidyah yaitu orang yang tidak mampu berpuasa, orang yang sakit menahun, perempuan yang sedang hamil, dan perempuan yang sedang menyusui, hal ini didasarkan pada Al-Baqarah ayat 185.

Pada akhir sesi, Yayuli sampaikan hal-hal yang membatalkan puasa berikut juga dengan sanksi yang harus dilakukan, yaitu :
1. Makan dan minum di bulan Ramadhan, puasanya batal dan wajib menggantinya di luar bulan Ramadhan
2. Senggama suami dan istri pada siang hari bulan Ramadhan, puasanya batal dan wajib menggantinya di luar bulan Ramadhan serta wajib membayar kifarat berupa memerdekakan budak, jika tidak mampu maka harus berpuasa 2 bulan secara berturut-turut, dan jika tidak mampu maka wajib memberikan makan ke 60 orang miskin.
3. Orang yang makan dan minum karena lupa, maka puasanya tidak batal dan dapat melanjutkan puasanya hingga usai. (ATTA)

 

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!