YOGYAKARTA, MENARA62.COM – Divisi Pengurangan Risiko Bencana dan Kesiapsiagaan (PRBK) kembali melaksanakan webinar dengan tema Ancaman Gempa Bumi, Potensi Dampak dan Mitigasinya, Sabtu (10/11). Webinar ini menghadirkan para pembicara yaitu Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempa dan Tsunami BMKG, Amin Widodo dari ITS Surabaya, Sri Atmaja P Rosyidi dan Iin Inayah dari Divisi PRBK MDMC PP Muhammadiyah.
Budi Setiawan, Ketua MDMC PP Muhammadiyah dalam sambutannya mengatakan dalam kaitannya dengan bencana, perlu bagi kita untuk mengenal potensi ancaman di sekitar kita.
“Masyarakat sangat perlu mengenal ancaman yang di sekitarnya dan tidak hanya berhenti mengenal ancaman, kemudian ada upaya bagaimana melakukan mitigasi menghadapi ancaman tersebut,” katanya.
Amin Widodo, pembicara pertama dalam paparannya mengatakan kerugian yang ditimbulkan akibat bencana itu sangat besar.
“Dari 10 tahun terakhir itu, kerugiannya Rp22,8 triliun per tahun. Itu sangat banyak sekali,” ungkapnya.
Indonesia, menurutnya menjadi 1 dari 35 negara di dunia dengan ancaman bencana paling tinggi di dunia.
Terkait bencana, takdir Indonesia menurut Amin Widodo adalah Indonesia bagian dari Cincin Pasific, terletak pada pertemuan 3 lempeng aktif, terletak di kawasan tropis dan 2 samudera besar.
“Keempat, jumlah penduduk yang besar dan tidak disiapkan. Ini problemnya sebetulnya. Masyarakat hanya tahu tentang kutukan, karma, takdir dan azab. Setiap ada bencana selalu yang diomongkan hanya itu,” ungkapnya.
Sedangkan Daryono mengungkapkan, Indonesia sangat rawan gempa bumi dan tsunami. Sumber gempa di Indonesia ada 2, yaitu sumber gempa megathrust dan gempa sesar atau patahan aktif.
“Kita saat ini di Indonesia punya 13 segmen megathrust, mampu membangkitkan gempa-gempa besar, karena besarnya di laut ada ikutannya, tsunami,” ungkapnya.
Untuk sumber gempa sesar atau patahan aktif, jumlahnya mencapai 295. “Kalau sesar itu biasanya dangkal, seperti di Cianjur itu sesar,” ujar Daryono.
Gempa-gempa itu kata Daryono mematikan karena dangkal dan dekat pemukiman. “Sehingga bangunan tahan gempa itu sebagai solusi satu-satunya untuk bisa kita bertahan dari gempa. Kalau belum mampu membangun struktur bangunan tahan gempa, yang direkomendasikan adalah bangunan-bangunan berbahan ringan seperti dari kayu dan bambu,” tuturnya.
Jadi menurutnya, solusi gempa itu gampang saja, bangunan-bangunan harus memiliki struktur yang kuat.
“Karena gempa itu tidak membunuh dan melukai, yang melakukan itu semua bangunan yang roboh,” tegas Daryono.
Sri Atmaja P Rosyidi menyampaikan bencana merupakan yang sifatnya natural dan tidak bisa dihindari, oleh karena itu perlu secara serius melakukan langkah kesiapsiagaan.
“Kerja sama, kolaborasi menjadi kunci utama kita dalam kesiapsiagaan kita mencari penyelesaian di mitigasi antara masyarakat, NGO termasuk Persyarikatan Muhammadiyah,” katanya.
Dia juga menekankan pembangunan di daerah gempa perlu mengikuti building code yang berlaku dan terus menerus dilakukan pemantuan.
Terakhir, Iin Inayah menyampaikan pengurangan resiko bencana berbasis komunitas dimulai dari assesmen terhadap ancaman yang kemungkinan menimpa, dampak terhadap diri dan keluarga.
“Lalu diidentifikasi, bagaimana kita sebagai manusia bisa mandiri melakukan evakuasi, bangunan di sekitar kita tahan atau tidak, bagaimana lingkungan sosial dan ekonomi di sekitar kita,” katanya.