25.4 C
Jakarta

Aliansi Kebangsaan Himpun Masukan Revisi UU Sisdiknas dari Pakar Pendidikan hingga Akademisi

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Rancangan Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) nomor 20 tahun 2023 hingga kini masih terus digodok oleh Komisi X DPR RI. Untuk memberikan masukan, Aliansi Kebangsaan menggelar Sarasehan bertema Kemana Sistem Pendidikan Nasional Mengarah?” dengan menghadirkan sejumlah narasumber berkompeten, Jumat (26/9/2025). Sarasehan ini bertujuan menghimpun pendapat dari pakar, akademisi dan pegiat pendidikan terkait rencana revisi UU Sisdiknas.

Dalam sambutan pengantarnya, Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo mengatakan sejatinya pendidikan tidak terpisahkan dengan kebudayaan. Pendidkan dan kebudayaan adalah ibarat dua sisi keping mata uang yang sama.

“Pendidikan adalah bagian dari kebudayaan, bukan sebaliknya, dan bersumber dari budaya besar Indonesia yang terus tumbuh serta berkembang,” ujar Pontjo.

Peradaban (civilization) adalah perkembangan dari kebudayaan (culture). Untuk itu budaya haruslah spesifik karena mengacu pada aspek spiritual, yang meliputi bahasa, ilmu pengetahuan, agama, pendidikan dan seni sebagai pengembangan pikiran.

Menurutnya peradaban sebagai buah pengembangan kebudayaan yang spesifik merujuk pada aspek teknologi yang berkaitan secara integral pada industri, teknologi, ekonomi, dan hukum, yang dibina untuk mengontrol alam dalam memenuhi kebutuhan manusia. Pendidikan adalah alat untuk membentuk kebudayaan karena pada dasarnya kebudayaan dapat dibentuk. Disinilah peran penting pendidikan dalam membentuk suatu budaya yang diinginkan.

“Jadi kebudayaan (yang baru) kita merupakan hasil dari pendidikan (yang baru). Demikian pemahaman kami,” tambahnya.

Ia mengingatkan bahwa arah sistem pendidikan nasional harus tepat, karena peran pendidikan sangat penting yaitu untuk membentuk warganegara. Seperti sering dikatakan Daoed Joesoef, bahwa seorang bayi yang lahir di Indonesia adalah lahir sebagai penduduk Indonesia, melalui pendidikan dia akan dididik sebagai seorang warganegara Indonesia.

Daoed pun mengatakan bahwa “sistem pendidikan nasional” dituntut untuk mampu mengantisipasi, merumuskan nilai-nilai dan menetapkan prioritas-prioritas dalam suasana perubahan yang tidak pasti agar generasi-generasi mendatang tidak menjadi “mangsa” dari proses yang semakin tidak terkendali di zaman mereka di kemudian hari.

“Jangan menanti apapun dari masa depan, karena kita sendirilah yang harus menyiapkannya,” jelas Pontjo.

Jadi Forum Produktif

Sarasehan Pendidikan Nasional dengan Tema “Kemana Sistem Pendidikan Nasional Mengarah?” diakui Pontjo memiliki potensi besar untuk menjadi forum yang produktif. Berdasarkan narasi yang telah dibangun, sarasehan ini seharusnya menghasilkan lebih dari sekadar diskusi, melainkan kesimpulan yang terstruktur dan rencana aksi konkret untuk menjawab pertanyaan mendasar tentang arah pendidikan nasional.

Pontjo berharap hasil dari sarasehan ini, pertama adalah pemahaman bersama tentang realitas pendidikan. Hasil pertama yang harus dicapai adalah kesamaan pandangan di antara seluruh peserta tentang kondisi pendidikan saat ini. Ini mencakup pengakuan terhadap problematika historis dan geopolitik yang telah membentuk sistem pendidikan kita.

“Sarasehan harus mampu membedah kesenjangan antara “impian” untuk mencerdaskan seluruh bangsa dengan “kenyataan” di lapangan yang dipengaruhi oleh keterbatasan sumber daya, kondisi geografis, dan tantangan global,” tegasnya.

Kedua adalah identifikasi arah strategis masa depan Setelah menyepakati masalah, sarasehan harus mengidentifikasi ke mana arah pendidikan harus melangkah. Menggunakan kerangka hulu ke hilir, peserta diharapkan dapat merumuskan visi bersama. Arah di hulu (kebijakan) yakni merumuskan bagaimana kebijakan pendidikan harus lebih responsif, adaptif, dan berkelanjutan, serta tidak boleh terlepas dari budaya.

“Payung hukum RUU Sisdiknas yang sedang dalam penyusunan harus dapat mengawal semuanya. Pegangan utama adalah kebijakan publik harus sesuai dengan nalar public,” terang Pontjo.

 

Sedang arah di hilir (implementasi) adalah merumuskan bagaimana praktik pendidikan di institusi pendidikan dari mulai sekolah, masyarakat, sampai perguruan tinggi agar bisa lebih inovatif, relevan, dan memberdayakan.

Ketiga adalah rekomendasi aksi konkret dan praktis. Ini adalah hasil terpenting. Sarasehan harus menghasilkan rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti. Rekomendasi ini dapat dikategorikan berdasarkan tingkatan.

Lalu untuk payung hukum, di mana sarasehan dapat memberikan masukan bagi revisi RUU Sisdiknas yang masih berjalan saat ini. Dan untuk tingkat kebijakan, harus menghasilkan saran spesifik tentang penyempurnaan kurikulum, perbaikan sistem kesejahteraan guru dan dosen, tatakelola atau percepatan pemerataan pendidikan yang bermutu. Untuk tingkat institusi pendidikan dan komunitas berupa langkah-langkah praktis bagi pimpinan satuan pendidikan (kepala sekolah dan rektor), guru dan dosen, dan orang tua, seperti strategi efektif untuk kolaborasi, pemanfaatan teknologi sederhana, atau inisiatif pengembangan karakter.

Untuk tingkat individu, harus ada komitmen pribadi dari setiap peserta sarasehan untuk menjadi agen perubahan di lingkungannya masing-masing, baik sebagai penasehat, pendidik, atau penggerak komunitas.

Keempat adalah pembentukan jejaring. Sebagai sarasehan terbatas, salah satu hasil paling berharga adalah pembentukan jejaring yang kuat. Peserta diharapkan dapat membentuk kelompok kerja untuk menindaklanjuti hasil seminar. Jejaring ini berfungsi sebagai wadah untuk bertukar informasi, memonitor implementasi rekomendasi, dan terus melanjutkan diskusi secara berkelanjutan, memastikan bahwa hasil seminar tidak hanya berhenti di ruang pertemuan.

Secara keseluruhan, tujuan akhir dari seminar ini adalah mengubah pertanyaan kritis “Kemana Sistem Pendidikan Nasional Mengarah?” menjadi peta jalan yang jelas dan terukur, di mana setiap peserta memiliki peran aktif dalam mewujudkan pendidikan yang lebih baik bagi bangsa.

Dalam sarasehan yang berlangsung secara daring tersebut, Ferdiansyah dari Komisi X mengatakan saat ini Komisi X masih terus mendengar dan menghimpun aspirasi terkait revisi UU Sisdiknas. Jika nantinya aspirasi public telah dilakukan, rancangan revisi UU Sisdiknas selanjutnya akan dibawa ke Baaleg untuk proses sinkronisasi dan harmonisasi, baru kemudian ditetapkan sebagai UU Sisdiknas yang baru.

Selain Ferdiansyah, hadir sebagai narasumber Yudi Latif, Ph.D (Ketua Yayasan Dana Darma Pancasila). Bertindak sebagai penanggap adalah Ahmad Rizali (NU Circle, Penasehat Mendikdasmen), Prof. Ir. Tutuka Ariadji, M.Sc., Ph.D. (Guru Besar ITB), Prof. Dr. Acep Iwan Saidi, S.S., M.Hum (Guru Besar ITB), Dr. Manuel Kaisiepo (Pakar Aliansi Kebangsaan), Dhitta Puti Sarasvati, M.Ed (Ketua Bajik – Gernastastaka), Iman Zanatul Haeri, S.Pd. (Perhimpunan Pendidikan dan Guru), Ester Napitupulu (Harian Kompas) dan Ki Darmaningtyas (Pakar Pendidikan).

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!