30.7 C
Jakarta

Kunjungi UHAMKA, Menteri Pendidikan Malaysia Ungkapkan Kekagumannya Pada Buya Hamka

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM– Menteri Pendidikan Malaysia Dr. Maszlee bin Malik sangat mengagumi tokoh Abdul Malik Karim Amrullah atau dikenal Buya Hamka. Tokoh Muhammadiyah tersebut dinilai memiliki pemikiran yang visioner tidak hanya dalam bidang agama tetapi juga hukum, sosial, budaya dan bidang-bidang lainnya termasuk sastra.

“Saya membaca buku karya Buya Hamka pertama kali saat usia 15 tahun. Dan sejak itu saya jatuh cinta dengan Buya Hamka,” kata Maszlee pada acara Public Lecture and Collaborative Meeting yang berlangsung di Auditorium Ahmad Dahlan, FKIP Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka), Kamis petang (10/1).

Kegiatan tersebut dihadiri oleh Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Rektor UHAMKA Prof. Gunawan Suryoputro dan dosen-dosen UHAMKA.

Dari Malaysia hadir pula Prof. Dr. Mohd Cairul Iqbal bin Mohd Amin, Wakil Dirjen Pendidikan Tinggi, Zamshari bin Shaharan, Kuasa Usaha Ad Interm Kedubes Malaysia, Prof Madya Dr. Mior Harris bin Mior Harun, Direktur Education Malaysia, Saiful Islam bin Datuk Wan Zahidi, Staf Khusus Menteri, Ihwan Nasir bin Abu Hanipah, Kepala Asisten Sekretaris Hubungan Internasional, Abdilbar bin Abdul Rashid, Sekretaris Pertama (Politik) Kedubes Malaysia dan Mohd Mubarak bin Shamsuddin Sektretaris Pertama (Pendidikan) Kedubes Malaysia.

Maszlee mulai mempelajari tokoh Buya Hamka sejak menempuh pendidikan sarjana (S1). Buku-buku biografi Buya Hamka dan sejumlah karya fenomenal tokoh Minang ini menjadi bacaan wajib hampir setiap hari.

Berawal dari buku-buku Buya Hamka inilah, kemudian Maszlee ingin mengenal lebih jauh tokoh-tokoh Muhammadiyah utamanya KH Ahmad Dahlan. Melalui film Sang Pencerah, Maszlee mendapat informasi lengkap siapa sosok KH Ahmad Dahlan, sang pendiri persyarikatan Muhammadiyah.

“Saya bahkan menonton film Sang Pencerah yang durasinya 3 jam saat ada kunjungan ke Jepang untuk menghadiri undangan Raja Jepang pada tahun 2011,” lanjutnya.

Melihat film Sang Pencerah, Maszlee mengaku berulangkali menitikkan air mata. Perjuangan KH Ahmad Dahlan tidak ringan untuk membawa Islam moderat di Indonesia.

“Ketegaran beliau membuahkan hasil. Kini Muhammadiyah ada dimana-mana, tidak hanya di Indonesia tetapi juga Malaysia dan Australia bahkan negara-negara lain,” tukas Maszlee.

Kekaguman Maszlee terhadap Muhammadiyah tidak berhenti disitu saja. Menteri yang tergolong masih sangat muda usianya ini terus melanjutkan kegemarannya membaca, dan menelaah karya-karya Hamka hingga Pendidikan S2 dan S2. Bahkan ketika ada mahasiswa yang ingin membuat tesis, tak segan menyodorkan buku Buya Hamka sebagai salah satu sumber inspirasi dan sumber bacaan.

Bagi Maszlee, Buya Hamka tak sekedar figure public. Ada dinamika dan hikmah yang terpancar dari diri seorang Hamka.

“Saya mengibaratkan saat membaca karya Buya Hamka, seolah saya mengarungi lautan luas dimana didalamnya tersimpan rahasia kehidupan yang teramat banyak. Hamka adalah revolusioner intelek sejati,” tambahnya.

Karena itu wajar saja jika buku-buku Buya Hamka menjadi rujukan banyak orang, rujukan banyak organisasi, termasuk mazhab syafii dan tarjih bahkan liberal, tidak hanya di Indonesia tetapi juga dunia.

“Tafsir Al Azhar yang ditulis Hamka saat berada di penjara, sedemikian bagusnya. Siapa yang tidak terpana dengan Tafsir Al Azhar. Benar-benar sulit ditandingi. Buku ini menjadi bahasan menarik tokoh-tokoh di Timur Tengah dan Pakistan seperti Syeh Kurtubi,” jelas Maszlee.

Buku tersebut malah tidak hanya menjadi bacaan orang-orang Muhammadiyah. Tetapi juga tokoh-tokoh NU di Indonesia.

Maszlee mengaku kunjungan ke Indonesia juga UHAMKA adalah pertama kali dilakukan untuk negara-negara Asia sejak menjabat sebagai Menteri Pendidikan Malaysia. UHAMKA adalah universitas pertama yang dikunjungi sejak menjabat sebagai pejabat pemerintah.

“Menengok UHAMKA saya menjadi tahu kehebatan Muhammadiyah. Organisasi ini sangat unggul dibidang pendidikan dan kesehatan,” katanya.

Sementara itu Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan kolaborasi antara Muhammadiyah dengan Kementerian Pendidikan Malaysia sudah lama dilakukan dengan berbagai pasang surutnya.

“Dalam lima tahun terakhir ini hubungan kerjasama antara Muhammadiyah dengan Malaysia terus meningkat,” jelas Mu’ti.

Menurutnya ada beberapa alasan pentingnya kerjasama antara Malaysia dengan Indonesia. Pertama bahwa Indonesia dan Malaysia adalah dua negara yang serumpun yang dibangun dengan akar budaya yang sama yakni Islam.

Kedua, Malaysia dan Indonesia adalah negara bertetangga dekat dikawasan Asean.  Menjadi sangat penting kerjasama kedua negara tersebut mengingat Asean adalah peradaban masa depan. Asean adalah kawasan regional yang paling stabil dalam bidang ekonomi.

“Kita tidak bisa mengecilkan Islam ketika berbicara Asean mengingat Islam adalah agama mayoritas negara-negara Asean utamanya Indonesia, Malaysia, Filipina bagian selatan, Singapura dan Brunei Darussalam,” tambahnya.

Ketiga, generasi muda Indonesia dan Malaysia saat ini mulai bangkit untuk menjalin kerjasama dalam berbagai bidang sejak tahun 1980-an.

Saat ini Muhammadiyah memiliki 173 perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia dengan jumlah mahasiswa sekitar 600 ribu. Menurut Mu’ti, ini menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi yang strategis untuk diajak bekerjasama terutama dalam bidang pendidikan.

Rektor UHAMKA Prof. Dr. Gunawan Suryoputro mengatakan kerjasama UHAMKA dengan Malaysia mengalami pasang surut. Tetapi dalam 5 tahun terakhir ini mengalami peningkatan baik dalam hal kerjasama riset, pertukaran pelajar, beasiswa program magister, doctor dan juga seminar-seminar internasional.

“Kerjasama dengan Malaysia sudah berjalan efektif. Dan saat ini ada banyak mahasiswa Malaysia yang belajar di UHAMKA juga sebaliknya,” tutup Rektor.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!