30.2 C
Jakarta

Rektor UMP: Presiden Harus Buat Pengganti Undang-Undang

Baca Juga:

PURWOKERTO, MENARA62.COM — Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Banyumas, Jawa Tengah Dr. Anjar Nugroho mengatakan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan Undang-undang Cipta Kerja pada Rapat Paripurna DPR RI Senin 5 Oktober 2020 lalu. Undang-undang yang dikenal juga sebagai Omnibus Law ini terdiri atas 15 Bab dan 174 Pasal. Pengesahannya setelah proses pembahasan sebanyak 64 kali rapat selama periode 20 April hingga 3 Oktober 2020.

“Dalam pandangan kami, UU Cipta Karya sejak awal sudah mengundang diskusi panas baik dalam obrolan di warung kopi hingga forum-forum kajian ilmiah. Beberapa hal yang kontroversial dari undang-undang yakni Istilah omnibus law  tidak dikenal dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Sehingga ini mengundang perdebatan panas di antara para ahli hukum,” katanya, Rabu (7/10/2020).

UU Cipta Kerja sebelumnya bernama RUU Cipta Lapangan Kerja. Namun, nama RUU ini diplesetkan menjadi sebuah akronim Cilaka. Untuk menghilangkan potensi respon-respon negativ terhadap RUU ini diubah menjadi RUU Cipta Kerja.

“Sejak awal disosialisasikan, materi RUU Cipta Kerja sudah mengundang penolakan keras dari sejumlah elemen masyarakat, terutama sekali dari kalangan buruh. Sejumlah organisasi massa (Ormas) besar yang mewakili umat Islam, perguruan tinggi, dan guru, dan sebagainya turut menolak karena menilai potensi penempatan pendidikan yang cenderung mengabaikan materi pembelajaran akhlak, sikap, dan tindakan seseorang  peserta didik,” tandasnya.

Berdasarkan hal kontroversial yang ada Rektor UMP meminta presiden membuat Perppu (Peraturan Permerintah Pengganti Undang-Undang) agar UU Cipta Kerja dapat memenuhi aspirasi seluruh elemen rakyat.

“Perppu ini juga menjadi penting untuk menciptakan situasi politik, keamanan, dan ketertiban yang kondusif. Situasi yang kondusif justru menjadi modal utama dalam menarik investor dalam maupun luar negeri ke Indonesia,” jelasnya.

Bagi elemen masyarakat yang keberatan atau menolak UU Cipta Karya bisa mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Rektor juga berharap, aparat keamanan bisa bertindak bijaksana dan persuasif kepada elemen masyarakat yang menyuarakannya melalui aksi turun ke jalan atau demonstrasi. “Diharapkan masyarakat dapat mengendalikan diri dan tidak terpancing isu-isu yang dapat mengarah pada aksi anarkis,” pungkasnya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!