26.1 C
Jakarta

DJSN: Program JKN Alami Defisit Struktural

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM– Defisit anggaran Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang berlangsung sejak 2014 bersifat struktural. Karena itu, untuk menyelesaikan dibutuhkan intervensi kebijakan yang komprehensif dari pemerintah.

“Kami melakukan monitoring sejak program ini diluncurkan. Dan nyatanya sejak awal memang sudah terjadi defisit anggaran. Kondisi tersebut terus berlangsung hingga tahun 2018 ini,” kata Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dr. Sigit Priohutomo di sela Kaleidoskop Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tahun 2018, Kamis (20/12).

Untuk mengatasi defisit anggaran JKN tersebut selama ini BPJS Kesehatan mengandalkan dana talangan dari pemerintah. Situasi tersebut tentu harus dicarikan jalan keluarnya, agar program JKN bisa berlanjut terus.

Berkenan dengan kondisi defisit anggaran JKN, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 telah menetapkan dalam pasal 48 yaitu “Pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan khusus guna menjamin terpeliharanya tingkat kesehatan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial “.

Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Kesehatan sebagaimana diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 84 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Kesehatan menetapkan bahwa “tindakan khusus paling sedikit dilakukan melalui: a) penyesuaian besaran iuran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, b) pemberian suntikan dana tambahan untuk kecukupan dana Jaminan Sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/ atau c) penyesuaian manfaat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca juga:

Sesuai fungsi dan tugasnya, lanjut Sigit, pada tahun 2018 DJSN kembali akan mengajukan usulan besaran iuran JKN khususnya bagi Penerima Bantuan Iuran. Usulan ini berdasarkan berbasis data empirik 2014-2018 dengan menggunakan metode aktuaria.

“Angka besaran iuran yang akan diusulkan tersebut lebih tinggi dari usulan DJSN pada tahun 2015 yang lalu dengan perkiraan kenaikan sebesar 10,4% sampai 27,54%,” papar Sigit.

Secara metode teknokratis perhitungan ini masih memerlukan pendalaman dan kesepakatan dengan berbagai pemangku kepentingan.

Besaran iuran JKN pertama kali ditetapkan dalam Perpres Nomor 111 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan, untuk Penerima Bantuan Iuran sebesar Rp19.225 dan untuk selanjutnya ditinjau kembali paling lama 2 tahun sekali.

Perubahan iuran JKN bagi Penerima Bantuan Iuran ditinjau kembali pada tahun 2015, DJSN mengusulkan besaran iuran bagi PBI sebesar Rp36.000. Namun Perpres nomor 19 Tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan menetapkan iuran Penerima Bantuan Iuran sebesar Rp23.000.

Beberapa faktor lain yang memerlukan kesepakatan diantaranya apakah kenaikan iuran akan berdampak langsung pada kenaikan tarif pelayanan dan apakah kenaikan iuran ini akan menjamin kestabilan kondisi keuangan DJS minimal pada 2 tahun berikutnya.

Selain faktor penetapan besaran iuran, DJSN juga menilai perlunya BPJS Kesehatan mengotimalkan verifikasi klaim dan fungsi fasilitas kesehatan, memastikan efisiensi, meningkatkan kolektabilitas iuran minimal 95% dan meningkatkan pemahaman peserta atas kewajiban dan hak peserta.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!