26.7 C
Jakarta

Kondisi Konsepsi Perempuan, Bisa Pengaruhi Pertumbuhan Manusia

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Stanting, kondisi kekurangan gizi dalam waktu lama pada anak, tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi gizi anak sejak balita hingga remaja. Menurut ahli gizi Atmarita, kondisi konsepsi seorang perempuan juga ikut mempengaruhi pertumbuhan seseorang.

“Jadi masa emas dan kritis stanting dimulai dari masa konsepsi. Jika seorang perempuan dalam kondisi optimal saat konsepsi, tentu anak yang dilahirkan aka nsehat,” kata Amarita di focus discussion group (FGD) jurnalis yang diselenggarakan IMA World Health, dan didukung MCA-Indonesia di Jakarta, Selasa (23/1/2018).

FGD ini mengangkat tema mewujudkan kemandirian keluarga dalam pemenuhan gizi balita di 1000 hari pertama kehidupan untuk mencegah stanting. FGD diselenggarakan menjelang peringatan hari gizinasional 2018 yang diperingati setiap tanggal 25 Januari.

Menurut Atmarita, untuk memastikan bahwa seorang perempuan dalam kondisi konsepsi optimal, maka pemeriksaan saat kehamilan trisemester pertama,harus segera pergi kelayan kesehatan. Ini penting karena pada 20 minggu pertama kehamilan terjadi proses tumbuh kembang otak dan fisik.

“Cikal bakal stanting bakal terlihat saat lahir hingga 18 tahun, maka pada saat konsepsi tidak boleh ada masalah. Karena jika ada masalah dampaknya panjang,” lanjut Ketua Bidang Ilmiah DPP Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi).

Atmarita mengingatkan, selain memastikan asupan gizi saat kehamilan, hal penting lain yang harus diperhatikan adalah pemberian ASI ekslusif. Dan ASI ini terbentuk sejak masa konsepsi.

Diakui Atmarita, persoalan gizi di Indonesia cukup serius. Karena berdasarkan data saat ini, hanya ada 7 kota di Indonesia yang memiliki persoalan gizi kurang dari 20 persen. Yakni Kabupaten Wakatobi, Pangkal Pinang, Tanjung Pinang, Salatiga, Klungkung, Bitung dan Tana Todung.

“Jadi cukup berat masalah gizi dan stanting yang dihadapi Indonesia,” ujarnya.

PernikahanDini

Atmarita melanjutkan, faktor lain yang mempengaruhi jumlah kasus stanting adalah pernikahan dan melahirkan diusia muda. Ia menyebutkan, perempuan yang melahirkan pada rentang usia 16-19 tahun, prevalensi menghasilkan anak stanting sekitar 42,8 persen. Dan melahirkan pada rentang usia 20 -24 tahun, memiliki peluang 37,1 persen melahirkan anak dengan stanting.

Anggapan bahwa stanting adalah faktor genetik atau keturunan, menurut Amrita tidaklah benar. Karena hanya sekitar 5 sampai 10 persen faktor genetika berperan dalam pembentukan fisik anak.

“Lihat saja orang Jepang. Dulu mereka kecil dan pendek.  Tetapi dengan intervensi gizi yang baik, sekarang mereka tinggi,” tukasnya.

Secara terpisah, Galopong Sianturi SKM MPH, Kasubdit Peningkatan Mutu dan Kecukupan Gizi, Kementrian Kesehatan mengatakan, problem mendasar terkait gizi yang bisa mempengaruhi angka stanting, sebagian besar justru karena perilaku masyarakat. Masyarakat perlu disosialisasikan tentang pemenuhan gizi.

“Bayangkansaja, mereka mampu membeli hp bagus, namun ada yang anaknya stunting atau kurang gizi. Kecuali bagi masyarakat yang memang kemampuan ekonominya rendah, mereka memang tidak ada pilihan, dan untuk ini pemerintah sudah mempunyai program khusus,” ujarnya.

Sianturi juga menegaskankan, problem gizi di Indonesia memang masih terlihat terutama di daerah yang masih terbelakang dan akses ke daerahnya cukupsulit. Daerah-daerah seperti inilah yang perlu penanganan khusus,” ujarnya.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!