26.5 C
Jakarta

Pontjo Sutowo: Pengelolaan Potensi Kelautan Indonesia Belum Optimal

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Pemerintah telah mencanangkan Indonesia sebagai poros maritim dunia dan menempatkan lautan sebagai masa depan bangsa. Namun hingga kini sektor kelautan dan kemaritiman belum begitu berkembang. Indikatornya, kontribusi sektor kelautan dan perikanan baru menyumbang sekitar 3,7% terhadap Produk Domestik Bruto.

Angka tersebut kata Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, masih dikatagorikan rendah jika dibandingkan dengan negara lain yang memiliki laut lebih kecil seperti Jepang, Korea Selatan, maupun Vietnam. Negara-negara tersebut memiliki kontribuasi sektor kelautan antara 48% sampai dengan 57% terhadap GDP.

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah di sektor kelautan dan kemaritiman. Dengan luas lautan sekitar 62,9 % dari seluruh wilayah Indonesia, laut kita menyimpan 37% spesies sumber daya hayati dunia, 17,75% terumbu karang dunia, 30% hutan bakau, dan padang lamun,” kata Pontjo pada FGD secara virtual sebagai rangkaian dari Diskusi Serial Kebangsaan bertema  Penguasaan dan Pengembangan Teknologi dalam Rangka Penguatan Sektor Kelautan dan Kemaritiman, Jumat (27/11/2020).

Laut Indonesia jelas Pontjo juga menyimpan sejumlah energi terbarukan seperti panas air laut, gelombang laut, arus laut, serta sumber daya energi tidak terbarukan seperti minyak dan gas bumi. Diperkirakan, potensi ini bisa mencapai US$ 1.338 miliar atau Rp19,6 triliun per tahun (KKP, 2020). Dengan potensi kekayaan laut seperti itu, sektor kelautan dan kemaritiman seharusnya bisa menjadi pendorong perekonomian dan menjaga ketahanan pangan secara nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Untuk mengoptimalkan potensi kelautan, Indonesia bahkan sudah menerapkan pengembangan ekonomi kelautan yang berkelanjutan (Sustainable Ocean Economy) dengan konsep ekonomi biru (blue economy), dalam mengelola sumber daya kelautan dan kemaritiman untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat dengan tetap menjamin keberlanjutannya dan kelestarian lingkungan.

Ia mengatakan belum optimalnya pengelolaan laut dan belum berkembangnya ekonomi kelautan negara kita disebabkan oleh beberapa hal. Diantaranya kendala kultural yang tercermin dari rendahnya perhatian masyarakat terhadap dunia kelautan/kemaritiman, pembangunan kelautan kurang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), dan tidak menerapkan pendekatan supply chain system secara terpadu, kurang inklusif dan tidak ramah lingkungan.

Selain itu lanjut Pontjo hal yang tak bisa dianggap enteng adalah masih kecilnya jumlah pelaku usaha di sektor ini. Saat ini jumlah pengusaha di sektor kelautan/kemaritiman di Indonesia baru sekitar 3% dari jumlah penduduk. Jumlah ini masih sangat kecil jika dibandingkan beberapa negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.

“Tentu menjadi pertanyaan, mengapa dunia usaha tidak banyak yang tertarik untuk ikut mengembangkan ekonomi kelautan. Mengibgat banyak bidang usaha atau industri berbasis kelautan/kemaritiman yang berpotensi untuk dapat berkembang dengan baik, seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, pertambangan dan energi, parawisata bahari, angkutan laut, jasa perdagangan, industri maritim, bangunan kelautan (konstruksi dan rekayasa), dan lain-lainnya,” katanya.

Dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan kemaritiman, Indonesia diakui Pontjo juga menghadapi berbagai tantangan terutama soal pemberantasan praktik penangkapan ikan dengan cara Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF) yang semakin mengkhawatirkan. Praktik IUUF ini sangat menghambat pembangunan perikanan baik secara nasional maupun internasional. Dampak praktik IUUF telah mengakibatkan terganggunya pengelolaan pemanfaatan perikanan yang berkelanjutan dan menimbulkan kerugian ekonomi bagi banyak negara berkembang.

“Harus disadari bahwa sektor kelautan dan kemaritiman mempunyai daya saing tinggi sehingga butuh intervensi teknologi,” katanya

Cina, menurut data World’s Top Exports (2020) berhasil menjadi negara eksportir terbesar ikan laut dunia, karena memanfaatkan pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) merupakan hal yang mendasar dan mendesak dalam pengelolaan sumber daya kelautan/kemaritiman yang berkesinambungan. Tanpa penguasaan teknologi, mustahil Indonesia akan mampu membangun kemandirian dan meningkatkan daya saing dalam mengembangkan ekonomi kelautan.

“Mengapa bangsa ini terutama pengusahanya seakan-akan enggan untuk turun ke laut, padahal di masa lalu, bangsa Indonesia pernah mengalami kejayaan bahari yang mencapai puncaknya pada jaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit,” jelas Pontjo.

Lemahnya jiwa kebaharian bangsa Indonesia saat ini menurut Pontjo disebabkan oleh beberapa hal pertama  adanya upaya sistematis kolonial kala itu yang telah mengubah cara pandang bangsa Indonesia dari bangsa bahari menjadi bangsa yang enggan turun ke laut. Kedua adanya pergeseran orientasi dari laut ke daratan dalam waktu sangat lama sehingga kita kehilangan jati diri sebagai bangsa bahari. Dan ketiga, bahwasSektor pendidikan belum mendapatkan perhatian yang maksimal sebagai wahana sosialisasi pembangunan kelautan/kemaritiman.

“Agar kita mampu menjadikan laut sebagai masa depan bangsa dan memajukan ekonomi kelautan yang berkelanjutan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, selain menempatkan teknologi sebagai faktor determinan, ada hal penting lainnya yang juga harus dilakukan yaitu menghidupkan kembali visi dan semangat bahari bangsa ini,” tandasnya.

FGD yang digelar kerjasama dengan Forum Rektor Indonesia, Akademi Ilmu Pengetahun Indonesia (AIPI), dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), dan Media Kompas tersebut menghadirkan narasumber antara lain Prof Ir I Ketut Aria Pria Utama, Pakar Ilmu Perkapalan ITS, AIPI, Prof Dr Ir. Indra Jaya, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Amiril Mukminin, BPP HIPMI, Dr Ir Arifin Rudiyanto, Deputi bidang Kemaritiman dan SDA Bappenas, Dedi Supriadi Adhuri, dan Antropolog Maritim.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!