28.8 C
Jakarta

Rektor UAD : Pemimpin Wajib Memiliki Sikap Adaptif

Baca Juga:

YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Rektor Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Dr Muchlas MT menandaskan pemimpin di masa mendatang harus memiliki sikap adaptif di era revolusi indutri 4.0. UAD dengan berbagai cara telah membekali mahasiswa agar memiliki ketrampilan kepemimpinan yang adaptif.

Rektor UAD mengemukakan hal tersebut pada Seminar Daring Nasional ‘Membangun Jiwa Kepemimpinan Mahasiswa di Era 4.0 dan Society 5.0’ Rabu (21/10/2020). Seminar ini digelar Biro Kemahasiswaan dan Alumni (BIMAWA) bekerjasama dengan Indosat Ooredoo.

Seminar menghadirkan pembicara Aris Budiyanto (AVP – Head of Sales Force Regional Indosat Ooredoo), Drs Suwarsono Muhammad MA (Ketua Yayasan Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia), dan Prof Dr Ir Dwi Sulisworo MT (Dosen Universitas Ahmad Dahlan). Sedang sebagai moderator Dr Dody Hartanto MPd.

Lebih lanjut Muchlas mengatakan kepemimpinan merupakan ketrampilan yang harus ditanankan kepada mahasiswa. Sehingga mahasiswa yang akan menjadi pemimpin di masa depan bisa menjalankan kepemimpinannya sesuai dengan eranya. “Pemimpin yang baik harus memiliki sikap adaptif dan solutif,” kata Muchlas.

Sedang Arif Budiyanto mengatakan ada gap yang cukup memprihatinkan antara generasi tua dan melenial. Sejak kehadiran smartphone, generasi milenial tidak bergaul dengan orang-orang sekitarnya. Mereka lebih banyak menggunakan media sosial untuk bersosialisasi.

Gap ini diperparah dengan pola asuh dalam keluarga yang cenderung memanjakan generasi milenial. “Mereka tumbuh dalam dunia kepuasan instan seperti kebiasaan membeli online, menonton film online, bahkan perilaku kencan pun online,” kata Arif Budiyanto.

Untuk menjadi generasi yang memiliki jiwa kepemimpinan, Arif menyatakan ada empat kompetensi yang harus dimiliki yaitu kompetensi teknis, metodologi, sosial dan personal. Kompetensi teknis seseorang wajib memiliki pengetahuan mutakhir, pemahaman proses, dan ketrampilan teknis.

Kompetensi metodologi, kata Arif, seseorang wajib memiliki kreativitas, pemikiran kewirausahaan, pemecahan masalah, pemecahan konflik, pengambilan keputusan,
keterampilan analitis, keterampilan penelitian, dan orientasi efisiensi. Kompetensi sosial adalah keterampilan antar budaya, keterampilan bahasa, keterampilan komunikasi, keterampilan jaringan, keterampilan bekerja dalam tim, kemampuan untuk berkompromi dan kooperatif, kemampuan untuk mentransfer pengetahuan dan skill kepemimpinan.

“Sedang kompetensi pribadi meliputi fleksibilitas, toleransi ambiguitas, motivasi untuk belajar, kemampuan untuk bekerja di bawah tekanan, pola pikir dan kepatuhan yang berkelanjutan,” kata Arif.

Suwarsono Muhammad menjelaskan tentang pengaruh kapitalisme politik, sebagai salah satu varian kapitalisme masa depan pada manajemen dan model kepemimpinan.
Kapitalisme politik telah menggantikan kapitalisme pasar yang mulai nampak pada awal abad 21.

“Kapitalisme politik ditandai oleh koneksi politik. Akibatnya, pembangunan dan keberhasilan operasi perusahaan yang ditandai dengan besar kecilnya perolehan laba (dan harga saham) ditentukan oleh keberhasilan membangun jaringan antara pemilik perusahaan (elit ekonomi) dengan pemegang kuasa pemerintahan (elit politik),” kata Suwarsono.

Kapitalisme politik ini hanya mementingkan pemerintahan dan pasar. Sedang masyarakat tidak didengar suaranya. Sehingga kapitalisme politik ini sangat merugikan masyarakat.

Kini, kata Suwarsono, muncul kapitalisme sosial yang dinilai lebih bersahabat dengan masyarakat. Tahun 1970-an, cukup banyak cendekiawan besar, khususnya yang berlatar belakang ekonomi, politik, dan sosial,yang secara sungguh-sungguh memberikan perhatian dan membuat prakiraan tentang masa depan kapitalisme sosial. “Setelah komunisme-sosialisme tidak lagi memiliki harapan menjadi ideologi dan peradaban dominan dunia,” katanya.

Sementara Dwi Sulisworo mengatakan seorang pemimpin adalah orang yang memiliki tentang perubahan di masa depan. Sehingga seorang pemimpin harus memiliki tiga pengetahuan yaitu to know the way, to show the way, dan to goes the way.

“Seorang pemimpin harus mengetahui kemana arah perubahan, bisa menunjukkan jalan menuju perubahan, dan menjadi penunjuk jalan ke arah perubahan,” kata Dwi Sulisworo.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!