25.6 C
Jakarta

FRI: Konsep Pembangunan Hasil Kajian Aliansi Kebangsaan Harus Diimplementasikan

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Forum Rektor Indonesia (FRI) mengapresiasi kajian strategis yang dilakukan secara marathon oleh Aliansi Kebangsaan bersama mitranya terkait membangun kebangsaan yang berperadaban berdasarkan Pancasila. Kajian yang dilakukan sejak 20 Maret 2019 ini nantinya akan disajikan dalam sebuah buku berjudul ‘Kebangsaan yang Berperadaban: Membangun Indonesia dengan Paradigma Pancasila’.

“Kajian ini sangat strategis, menjadi kontribusi besar untuk bangsa dan negara,” kata Wakil Ketua FRI Prof Dr Masykuri Bakri, M.Si dalam Fokus Diskusi Kelompok bertema Pembangunan Nasional Berdasarkan Paradigma Pancasila yang digelar secara virtual, Jumat (20/8/2021).

Kajian yang dilakukan Aliansi Kebangsaan bekerjasama dengan Forum Rektor Indonesia, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, dan Harian Kompas ini, menurutnya, sekaligus menjadi bukti bahwa Aliansi Kebangsaan tak sekadar menyampaikan kritik, tetapi sekaligus menyodorkan solusi terkait membangun bangsa dan negara untuk Indonesia yang maju dan bermartabat.

Ia mengatakan tiga ranah pembangunan hasil dari kajian para akademisi dan kaum intelektual sebagai hasil dari rangkaian diskusi panjang yakni ranah mental spiritual (tata nilai), ranah institusional politikal (tata kelola), dan ranah material teknologikal (tata sejahtera) dapat menjadi spirit utama dan dasar pijakan dalam pelaksanaan pembangunan. Ketiga ranah ini dapat diformulasikan dan diidentifikasikan sebagai sumber nilai dari nilai itu sendiri.

Dalam konteks pembangunan nasional berdasarkan paradigma Pancasila, Prof Masykuri menilai paradigma tak semata merupakan model, kerangka berpikir, tetapi juga merupakan sumber nilai. Paradigma juga menggambarkan ketangkasan berpikir, orientasi dasar, sumber azas, tolok ukur, parameter dan arah tujuan dari proses pembangunan.

Karena itu, FRI berharap hasil kajian ini tidak sekadar konsep yang kemudiaan tertata rapi di rak. Aliansi Kebangsaan harus bermitra dengan pemerintah untuk mengimplementasikan hasil kajian tersebut dalam konteks untuk membangun Indonesia yang berperadaban Pancasila.

Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo dalam kesempatan yang sama mengatakan pendekatan “Tiga Ranah Peradaban” dengan Paradigma Pancasila diyakini dapat digunakan sebagai tolok ukur paradigmatik dalam menguji dan mengembangkan sistem ketahanan dan pembangunan nasional kita.

“Aliansi Kebangsaan bersama mitra lembaga lainnya telah mencoba menggunakannya sebagai ‘pisau analisa’ dalam membedah masalah dan membangun ketahanan nasional kita sebagaimana sudah dituangkan ke dalam buku ‘Menggalang Ketahanan Nasional dengan Paradigma Pancasila’ yang saat ini memasuki tahap finalisasi,” kata Pontjo.

Menurut Pontjo, ranah mental spiritual (tata nilai) perlu terus dibangun agar kehendak dari bangsa yang majemuk ini untuk hidup bersama dalam bangunan Indonesia, terus terpelihara. Sebab kemajemukan Indonesia hanya bisa dipersatukan dengan faham kebangsaan.

“Bangsa Indonesia beruntung punya Pancasila sebagai ideologi dan modal budaya yang berhasil menyatukan berbagai perbedaan latar belakang dan kepentingan, sehingga kemajemukan tidak menjadi sumber konflik, namun menjadi sumber kebahagiaan dalam hidup bermasyarakat,” lanjutnya.

Walaupun demikian, kata Pontjo, kita tidak boleh bersikap abai dan optimisme buta seolah segalanya akan berjalan baik-baik saja, karena faktanya hari ini Indonesia masih dihadapkan berbagai fenomena yang mengancam persatuan bangsa seperti adanya kelompok masyarakat yang masih mempertentangkan antara Pancasila dan agama, terjadinya pembelahan/segregasi di dalam masyarakat karena perbedaan aspirasi politik maupun perbedaan latar belakang SARA, dan lain-lainnya.

Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo

“Harrison dan Huntington dalam bukunya: “Cultural Matters: How Values Shape Human Progress” (2000) telah mengingatkan kita bahwa budaya merupakan modal utama bagi ketahanan dan kemajuan sebuah bangsa. Jika suatu bangsa tidak memiliki modal socio-budaya yang khas dan kuat, bersiap-siaplah bangsa tersebut akan terhapus dari catatan peradaban dunia,” tukasnya.

Sedangkan ranah institusional politikal (tata kelola) yang pada umumnya berkaitan dengan desain kelembagaan dan tata-kelola manajemen Negara dijalankan, perlu terus dibangun berdasarkan paradigma Pancasila, untuk memungkinkan perwujudan bangsa yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Bahwa tatanan sosial-politik hendak dibangun melalui mekanisme demokrasi yang bercita kerakyatan, cita permusyawaratan dan cita hikmat-kebijaksanaan dalam suatu rancang bangun institusi-institusi kenegaraan yang dapat memperkuat persatuan dan keadilan sosial

Arah pembangunan tata kelola negara jelas Pontjo, harus ditujukan juga untuk pemberdayaan rakyat melalui pengembangan partisipasi segenap elemen bangsa dalam berbagai bidang pembangunan. Usaha ini hendaknya dimulai dari pengembangan partisipasi rakyat dalam politik melalui perbaikan lembaga perwakilan dengan memperhatikan aspek keterwakilan (bukan hanya keterpilihan), perbaikan sistem Pemilu, peningkatan kapasitas wakil rakyat, serta perbaikan tata kelola perencanaan pembangunan nasional.

Pontjo mengingatkan bahwa merumuskan pilihan sistem ketatanegaraan yang sesuai bagi bangsa Indonesia yang heterogen dan multikultur dalam rangka memperkuat peran Negara (state-building) menjadi hal yang sangat penting, agar Indonesia tidak salah urus dan menjadi negara gagal sebagaimana diperingatkan oleh Acemoglu & Robinson (2012). Namun membangun kebangsaan (nation-building) juga sama pentingnya karena bangsa Indonesia justru ada sebelum Indonesia lahir sebagai nation-state.

“Sejak awal berdirinya Republik ini, para pendiri bangsa menyadari sepenuhnya bahwa nation building merupakan agenda penting yang harus terus dibina dan ditumbuhkan. Untuk memadukan kebutuhan demi mengukuhkan kebangsaan melalui nation-building, dengan kebutuhan akan penguatan negara melalui state[1]building, diperlukan kepemimpinan nasional yang kuat,” tegas Pontjo.

Sedangkan dalam ranah material teknologikal, kita tidak boleh lagi terjebak dalam apa yang disebut oleh Gustav Papanek (2014) sebagai “penyakit Belanda (Dustch desease)” yaitu terlena dengan kekayaan alam yang dimiliki. Atau kutukan sumber daya alam (Natural Resource Curse) sebagaimana diindikasikan oleh Richard Auty (1993)”. “Kalau bangsa Indonesia ingin maju, makmur, mandiri ekonominya, dan berdaya saing global, tidak ada pilihan selain terus mengupayakan transformasi perekonomian dari berbasis sumber daya alam (Resource Based Economy) menjadi ekonomi yang berbasis Ilmu pengetahuan (Knowledge Based Enconomy),” katanya.

Untuk itu, Indonesia harus mengejar ketertinggalan penguasaan teknologinya. Dengan penguasaan teknologi, sumberdaya alam yang kita miliki sebagai keunggulan komparatif dapat memberikan nilai tambah menjadi keunggulan kompetitif bagi Indonesia dan sekaligus menumbuhkan kesejahteraannya. Tentu harus tetap dijaga agar tranformasi ekonomi ini berperan bagi pertumbuhan yang inklusif dalam upaya mewujudkan kesejahteraan umum yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Mengingat masih banyak persoalan-persoalan mendasar yang kita hadapi dalam pembangunan nasional pada tiga ranah kehidupan seperti sudah saya sampaikan, saya berharap kita dapat bertukar pikiran dan urun gagasan yang dapat memperkaya perspektif dan substansi draft buku ini,” tandas Pontjo

Diskusi kelompok yang menghadirkan narasumber antara lain Prof Dr Sofian Effendi, PhD (Guru Besar Ilmu Administrasi Negara UGM), Prof. Dr. Sri Adiningsih, M.Sc (Anggota Watimpres 2015-2019),  Prof. Dr. FX. Eko Armada Riyanto (Guru Besar STFT Widya Sasana Malang), Dr Inaya Rakhamni (Akademi Ilmuwan Muda Indonesia) dan Yudi Latif, Ph.D (Pakar Aliansi Kebangsaan) tersebut menjadi rangkaian diskusi terakhir dalam rangka uji sahih atau uji publik terhadap pemikiran yang tertuang dalam buku berjudul ‘Kebangsaan yang Berperadaban: Membangun Indonesia dengan Paradigma Pancasila’. Tujuannya agar rekomendasi kebijakan yang dirumuskan dalam buku ini mendapatkan keabsahan sosiologis.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!