31.3 C
Jakarta

Tren Obesitas pada Anak Terus Meningkat, Kebijakan Ambisius Mendesak!

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Obesitas pada anak mengalami tren yang terus meningkat belakangan ini. Kondisi tersebut perlu mendapat perhatian serius mengingat obesitas pada anak dapat memicu komplikasi berbagai penyakit seperti diabetes melitus, jantung, hipertensi, dan lainnya ketika anak menjadi dewasa.

Itulah benang merah yang dapat disimpulkan dari Seminar Nasional bertema “Melawan Obesitas pada Anak, Mewujudkan Generasi Sehat Menuju Indonesia Emas 2024″ yang digelar Himpunan Fayankes Dokter Indonesia (HIFDI) bekerja sama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Sabtu (9/11/2024).

Kegiatan seminar yang dibuka resmi Sekjen PB IDI dr. Ulul Albab, Sp.Og tersebut digelar dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional ke-60. Terdapat 4 narasumber yang saling melengkapi dan menguatkan yakni ahli gizi klinik dr Tirta Prawitta Sari, Sp.Gk, M.Sc, Wakil Ketua KPAI Dr. Jasra Putra, Pakar Jaminan Sosial Ahmad Ansyori dan dokter spesialis anak Klinik Utama Airlangga dr. Agustina Kadaristiana, Sp.A, M.Sc.

Dalam paparannya, dr Agustina Kadaristiana menjelaskan memiliki anak balita gemuk menjadi impian banyak orang tua. Karena itu ketika bayi tumbuh dengan tubuh yang normal cenderung kurus, orang tua berupaya mencari cara bagaimana agar anak memiliki tubuh gemuk.

Ini bisa dilihat dari mesin pencarian Google, di mana artikel-artikel tentang tips membuat anak menjadi gemuk banyak dicari masyarakat terutama ibu-ibu. Padahal upaya membuat anak menjadi gemuk, tanpa sadar akhirnya mendorong anak mengalami obesitas.

BACA JUGA: Cegah Obesitas pada Anak, Beberapa Cara Ini Bisa Dicoba

Ia mengingatkan bahwa obesitas pada masa anak-anak apabila bertahan hingga masa dewasa akan cenderung berkembang menjadi penyakit kronis seperti diabetes melitus, penyakit jantung, pembuluh darah, dan lainnya. “Gemuk yang kemudian menjadi obesitas sangat berbahaya untuk kesehatan anak dimasa dewasanya,” kata dr Agustina.

Karena itu lanjut dr Agustina, deteksi dan pencegahan dini terhadap obesitas pada anak menjadi penting. Orang tua harus memahami apakah kegemukan pada anaknya mengarah ke obesitas.

Riset menunjukkan sekitar 55 persen obesitas pada usia anak akan menjadi obesitas pada usia remaja, 80 persen obesitas pada remaja akan bertahan hingga dewasa dan saat usia 30 tahun, 77 persen masih mengalami obesitas.

Senada juga disampaikan oleh Ahmad Ansyori, Pokja Kesehatan KPAI yang juga pakar jaminan sosial. Menurutnya obesitas mempunyai dampak terhadap tumbuh kembang anak, terutama aspek perkembangan psikososial. “Anak obesitas berpotensi mengalami berbagai penyakit yang menyebabkan kematian antara lain penyakit kardiovaskular, diabetes melitus, dan lain-lain,” tutur Ansyori.

BACA JUGA: Cegah Penyakit Tidak Menular, Kendalikan Obesitas

Ia juga mengingatkan adanya tren peningkatan prevalensi obesitas pada anak di Indonesia. Global Nutrition Report (2020) melaporkan bahwa kejadian obesitas pada anak kurang dari 5 tahun di Indonesia menunjukkan data yang signifikan. Pada tahun 2000 terdapat 15 % anak mengalami obesitas, meningkat dibanding tahun 2018 yang mencatat 8 persen. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2018 menyebutkan bahwa prevalensi balita gemuk atau obesitas menurut BB/TB pada anak usia 0-59 bulan sebesar 13,6%.

Menyadari risiko dari obesitas yang dapat ditimbulkan oleh anak terutama jika obesitasnya bertahan hingga remaja dan dewasa, Ansyori menilai kebijakan dan program yang ambisius yang dapat secara efektif mencegah konsekuensi jangka panjang dari meningkatnya prevalensi kelebihan berat badan, obesitas dan penyakit tidak menular di Indonesia sudah sangat mendesak.

“Program yang ambisius penting untuk mengejar target tidak ada peningkatan prevalensi obesitas pada anak pada tahun 2025 mendatang yang sudah dicanangkan pemerintah,” tegasnya.

Sementara itu, Dr. Jasra Putra, S.Fil.I, M.Pd, Wakil Ketua KPAI menyampaikan saat ini obesitas pada anak merupakan masalah serius di Indonesia. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesehatan fisik, tetapi juga mengancam kualitas hidup dan masa depan generasi muda.

“Mengingat target Indonesia Emas 2045, sangat penting untuk menangani obesitas sejak dini agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh menjadi generasi yang sehat, produktif, dan berkualitas.,” katanya.

BACA JUGA: Cegah Obesitas, Batasi Konsumsi Gula pada Anak-anak

Menurutnya, jika masalah obesitas diatasi dengan baik, anak-anak akan memiliki kesehatan optimal yang menunjang perkembangan fisik, mental, dan intelektual mereka, yang pada akhirnya akan membawa dampak positif pada perekonomian dan kesejahteraan bangsa di masa depan.

Adapun strategi melawan obesitas pada anak bisa dilakukan antara lain pertama edukasi gizi sejak dini dimana pendidikan gizi di sekolah dan keluarga penting agar anak memahami pentingnya makanan sehat dan seimbang. Kedua, meningkatkan aktivitas fisik dimana sekolah dan orang tua perlu mendorong aktivitas fisik melalui olahraga, permainan aktif, dan kegiatan luar ruangan.

Lalu ketiga, adanyaa kebijakan pemerintah. Dalam hal ini pemerintah dapat berperan dalam mengatur iklan makanan tidak sehat dan memperketat peredaran makanan tinggi gula dan lemak yang banyak dikonsumsi anak-anak.

Keempat, pentingnya sinergi antara sekolah, orang tua, dan pemerintah dalam menangani masalah obsitas anak.

Faktor Penyebab Obesitas

Banyak factor yang memicu obesitas pada anak. Spesialias gizi klinik dr Tirta Prawita Sari menyebutkan lingkungan obesigenic yakni lingkungan yang mendukung penambahan berat badan dan tidak mendukung penurunan berat badan, merupakan penyebab utama terjadinya obesitas.

Lingkungan obesigenic misalnya ketersediaan makanan siap saji yang meningkat, aktivitas fisik rendah karena tidak nyaman, ketersediaan air layak minum yang kurang, dan polusi yang tinggi. “Di satu sisi tidak ada kebijakan yang jelas tentang penanganan obesitas pada anak,” terangnya.

Saat ini diperkirakan 66,7 persen anak usia 5-19 tahun mengonsumsi minuman manis minimal 1 kali dalam sehari, tidak mengonsumsi buah dan sayur setiap hari serta 57 persen tidak memiliki aktivitas fisik yang cukup.

“Secara sederhana, obesitas terjadi akibat adanya ketidakseimbangan energi, dimana energi positif yakni energi yang masuk lebih besar dari pada energi yang dikeluarkan yang terjadi dalam waktu yang lama,” kata Tirta Prawita.

Ketidakseimbangan energi ini pemicunya multifaktoral sehingga penanganannya juga membutuhkan pendekatan yang multifaktoral pula.

Bagaimana orang tua dapat mengatasi obesitas pada anak? Tirta menyarankan agar orang tua memahami kebutuhan nutrisi anak. “Setiap usia berbeda kebutuhan nutrisi,” ujarnya.

Selain itu penting bagi orang tua memperhatikan asupan protein pada anak. Diakui Tirta, orang Indonesia cenderung mengonsumsi protein lebih sedikit. “Pilihlah makanan yang high nutrient dense dan bukan calorie dense,” tegasnya.

Dilihat dari penyebabnya, ada obesitas dibagi menjadi dua yakni obesitas idiopatik (primer/nutrisional) dimana terjadi gangguan keseimbangan energi. Sebagian besar atau sekitar 90 persen obsitas karena faktor gangguan keseimbangan energi.

Lalu ada juga obesitas endogen, dimana ini dipicu oleh kelainan hormon, sindrom dan kelainan genetik. Persentasenya mencapai 10 persen dari total kasus obesitas.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!