JAKARTA, MENARA62.COM — Aliansi Jurnalis Video (AJV) merayakan hari jadi ke-5 pada 2 Februari 2025, sekaligus menggelar diskusi publik bertajuk “Industri media di era digital antara revitalisasi atau distrupsi”, Ahad (2/2/25) di sekertarian AJV, Jalan Raya PS Minggu, No. 18, Jakarta Selatan.
Diskusi menghadirkan narasumber Dr. Rully Nasrullah (Sekjen AJV dan Konsultan Media Digital) dan Syaefurrahman Albanjary, S.H., (Dosen/Jurnalis Senior).
Momentum ini menjadi refleksi atas perjalanan jurnalisme video di Indonesia serta peran AJV memperkuat industri media digital.
Dalam era informasi yang berkembang pesat, jurnalis video semakin menjadi garda terdepan dalam menyampaikan berita secara visual kepada masyarakat.
Ketua AJV Chandra menyatakan, jurnalis video memiliki tanggung jawab besar dalam menghadirkan informasi yang faktual dan dapat dipercaya.
“Kami ingin memastikan bahwa jurnalis video tidak hanya memiliki keterampilan teknis dalam pengambilan dan penyuntingan gambar, tetapi juga memiliki pemahaman mendalam tentang kode etik jurnalistik, verifikasi informasi, dan teknik bercerita yang menarik,” ujar Ketua AJV Chandra.
Syaiffurrahman, sebagai pembicara menilai media massa yang ada saat ini sangat cepat mengalami perubahan, fungsinya mengalami ketidakpastian, perubahan yang terjadi sangat komplek dan tidak jelas formatnya akibat dari akronim VUCA tersebut.
“Jalan keluarnya adalah bagaimana kita harus bisa memformat ulang cara penyampaian komunikasi kepada publik agar tidak mati dan dengan teknik jurnalistik yang seperti apa yang akan tetap dipertahanka,” ujar Syaiffurrahman.
Dia berharap akan muncul media Jurnalistik online yang berkualitas. Yaitu bukan laporan jurnalistik dalam arti yang hanya orang ngomong langsung di publish tapi juga.
“Harus ada investigasinya agar produk jurnalistik dan informasi yang dibutuhkan itu berciri dan modern,” tandasnya.
Sedangkan pakar komunikasi Dr.Rully Nasrullah, akrab dipanggil kang Arul dalam diskusi yang dipandu oleh Ismail “Uka-uka” Syahid, lebih banyak bercerita soal pengalamannya mengenai sosial media.
“Perkembangan di era digital saat ini harus dipikirkan bagaimana menghasilkan uang dengan menggunakan keahlian yang dimiliki oleh teman-teman AJV mulai dari kemampuan jurnalistik, fotografi dan videografi,” tutur alumnus Doktor lulusan UGM ini.
Sementara itu, wartawan senior sekaligus pembina AJV H Haris Djauhari meyatakan, di tengah transformasi digital, jurnalis video menghadapi berbagai tantangan, mulai dari persaingan dengan konten kreator independen, pergeseran konsumsi berita ke platform media sosial, hingga risiko penyalahgunaan teknologi untuk manipulasi informasi.
Sebagai organisasi yang menaungi para jurnalis video di Indonesia, AJV terus memperjuangkan hak-hak jurnalis video termasuk dalam aspek perlindungan hukum, kesejahteraan, dan kebebasan pers.
“Kami ingin memastikan bahwa profesi jurnalis video diakui dan dihormati sebagai bagian dari ekosistem media yang profesional untuk memperkuat jurnalisme berkualitas,” jelasnya.
Dengan semakin banyaknya masyarakat yang mengandalkan video sebagai sumber utama berita, jurnalis video memiliki peran strategis dalam membentuk opini publik, mengawasi kebijakan pemerintah, serta mendokumentasikan peristiwa penting dalam sejarah.