32.2 C
Jakarta

Ketum Kowani: Ide Besar Kartini Belum Menjadi Trigger Membangun Perempuan Indonesia

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Meski gaung peringatan Hari Kartini terus muncul setiap tahun, namun spirit RA Kartini belum menjadi mainstream dalam semua bidang. Faktanya, masih banyak kasus kejahatan siber yang menyasar kelompok perempuan, kekerasan perempuan, diskriminasi, perkawinan dini, trafiking, eksploitasi perempuan dengan berbagai cara.

“Ini menunjukkan ide besar dan spirit Kartini belum menjadi trigger, meski menjadi bahan diskusi dan ritual tahunan setiap April,” kata Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Ir. Giwo Rubianto, Sabtu (21/4).

Menurutnya, dengan peringatan Hari Kartini ini, Negara dan pemerintah harus memperkuat komitmennya untuk berbuat nyata serta mengevaluasi kebijakannya, efektifitas kebijakannya, pelaksanaan kebijakan yang ada serta melakukan langkah kongkrit, untuk masa depan perempuan Indonesia.

“Hari ini kita malu dengan munculnya beragam modus-modus baru yang menjadikan perempuan sebagai sasaran. Munculnya nikah sir online, pornografi dan prostitusi online, selain melemahkan kaum perempuan pada saat yang sama menjadikan perempuan sebagai obyek. Tentu hal ini tidak manusiawi dan tak dibenarkan,” lanjut Giwo.

Indonesia jelas Giwo, harus terus berbenah dan terus melalakukan pembaruan. Ide Kartini harus terus digulirkan, digelorakan, disuarakan dan direalisasikan sesuai dengan konteks zamannya. Ide besarnya kita ambil, tetapi strateginya perlu dikembangkan sesuai perkembangan zaman.

Diakui Giwo,  tidak sedikit perempuan berpandangan bahwa adaptif dengan gaya hidup hedonis, materialistis merupakan “ciri perempuan modern” atau ciri wanita yang emansipatif.

Memaknai perempuan moden yang dicita-citakan RA Kartini tentu bukan demikian. Kartini bukan memperjuangkan hedonism, budaya materialistis, konsumtif, gaya hidup serba wah”. Namun Kartini memperjuangkan perempuan harus berkualitas, berpendidikan, perempuan harus terus berkarya, bernovasi, perempuan harus partisipatif dalam berbagai bidang, agar dapat menyumbangkan manfaat besar bagi keluarga, bangsa dan negara.

Lebih lanjut Giwo mengatakan bahwa spirit RA Kartini harus kontekstual dengan zamannya. Makna peringatan Kartini harus dimaknai sesuai dengan konteks masa kini dengan tetap berpegang teguh pada nilai2 karakter bangsa.

Demikian juga dengan gagasan besar perjuangan RA Kartini harus menjadi ide perubahan bangsa, bukan semata-mata bahan diskusi, seminar dan lokakarya, peringatan tahunan, tetapi harus menjadi trigger pengarusutamaan perlindungan dan pemajuan perempuan di berbagai sector kehidupan, baik pendidikan, politiki, budyaa, agama bahkan ekonomi.

Banyaknya masalah perempuan saat ini, lanjut Giwo menjadi  pertanda bahwa perempuan masih menghadapi masalah yang kompleks dan ide Kartini belum menjadi spirit yang kokoh bagi maka Negara. Karena itu pemerintah harus hadir dengan tindakan nyata, bertindak cepat, sistematis dan berkelanjutan dan terukur.

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang ramah perempuan. Tak ada sejarah bangsa-bangsa berperadaban besar di di dunia, tanpa keterlibatan besar kaum perempuan. Maka, abad kebangkitan perempuan harus diwujudkan dengan kualitas nyata,”tutup Giwo.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!