Sebelum melakukan aktivitas menulis, biasanya saya berusaha untuk membersihkan diri dengan berwudlu terlebih dahulu. Selanjutnya, saya meluangkan waktu sejenak untuk merenung (tafakkur), berbicara kepada diri sendiri (self talk), tidak jarang bertanya kepada nurani, apa yang tengah saya rasakan saat ini?
Setelah merenung, berbicara dan bertanya kepada diri sendiri, kemudian biasanya akan muncul jawaban, yang nantinya menjadi sebuah bahan tulisan.
Mengapa saya perlu melakukan perenungan terlebih dahulu sebelum menulis? Ya, saya ingin agar apa yang saya tulis nanti benar-benar berasal dari hati, bukan sekadar asal nulis. Karena saya yakin, apa yang berasal dari hati, ketika ditulis atau disampaikan kepada orang lain, akan lebih mudah untuk masuk ke dalam hati juga.
Saya belajar tradisi positif ini dari para ulama salafussalih, yang telah mewariskan sejumlah karya luar biasa, yang hingga saat ini, setelah melintasi ruang dan waktu berabad-abad lamanya masih bisa kita nikmati manfaatnya.
Mereka, para ulama mulia tersebut, ketika hendak menulis karya-karya mereka, mempersiapkan secara matang, lahir-batin, jasmani-rohani, jiwa-raga mereka agar apa yang kelak ditulisnya mampu menghadirkan manfaat dan keberkahan kepada mereka sendiri, dan juga kepada sebanyak mungkin manusia dalam rentang waktu yang lama.
Ada di antara mereka yang sebelum menulis membersihkan diri dengan berwudlu atau mandi terlebih dahulu, seperti Imam Malik, pengarang kitab Al-Muwaththa. Ada yang sebelum menulis melaksanakan shalat sunah dua rakaat terlebih dahulu, seperti Imam Al-Bukhari. Apa yang para ulama salafussalih lakukan itu adalah upaya untuk membersihkan diri (tazkiyatun nafs), agar tulisan yang kelak menjadi karya mereka dapat mengalirkan manfaat dan keberkahan sepanjang masa. Terbukti, meski mereka telah wafat berabad-abad lamanya, tetapi karya mereka tetap mengalirkan manfaat hingga saat ini, bahkan mungkin hingga dunia ini berakhir.
Tulisan-tulisan serta karya-karya yang lahir dari kesucian diri, kejernihan hati, kedamaian batin akan mampu menggugah siapa pun yang membacanya. Meski antara sang pembaca dan sang penulis terpisah ruang, waktu, dan jarak hingga berpuluh-puluh tahun, bahkan berabad-abad lamanya.
Tulisan serta karya yang hadir dari hati akan mampu sampai dan masuk ke dalam hati. Tulisan serta karya yang datang dari kedalaman jiwa akan mampu menggugah dan mencerahkan jiwa.
Saya tidak tahu, apakah cara yang saya lakukan sebelum memulai aktivitas menulis, yaitu dengan membersihkan diri (berwudlu) dan merenung menjadikan tulisan saya bisa masuk ke dalam hati, menggungah dan mencerdaskan jiwa ataukah tidak. Saya hanya berharap, dengan cara yang saya tempuh itu, meneladani tradisi positif para ulama salafussalih dapat menghadirkan manfaat dan keberkahan untuk diri saya pribadi khususnya, dan para pembaca pada umumnya.
Saya juga memohon kepada Allah Yang Maha Alim, yang telah meneteskan setitik ilmu dari hamparan ilmu-Nya yang tak bertepi, semoga setiap rangkaian kata, susunan kalimat, serta buku yang saya tulis bisa menggugah saya juga pembaca untuk menjadi lebih baik, setiap saat, setiap waktu, sepanjang hayat.
Ruang Inspirasi, Selasa, 17 November 2020.