26.2 C
Jakarta

Capaian Inovasi Bangsa Indonesia Rendah, Pontjo Sutowo: Peningkatan Penguasaan Saintek Mendesak

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Tingkat penguasaan sains dan teknlologi bangsa Indonesia masih rendah. Dalam laporan Indeks Inovasi Global (Global Inovation Index) tahun 2023 yang dirilis oleh World Intellectual Property Organization (WIPO) pada Nopember 2023, Indonesia masih berada pada peringkat 61 dari 132 negara di dunia.

Meskipun angka tersebut mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, capaian inovasi bangsa Indonesia masih kalah dari enam negara lainnya di kawasan ASEAN. “Untuk itu, mendesak bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan penguasaan sains dan teknlologinya yang memang saat ini masih ketinggalan,” ujar Ketua Aliansi Kebangsaan, Pontjo Sutowo dalam FGD dengan tema “Penyusunan Peta Jalan (Road Map) Penguatan Sistem Inovasi Nasional” yang diselenggarakan oleh Aliansi Kebangsaan, Jumat (4/7/2025).

Pontjo mengingatkan penguasaan teknologi sangat penting karena teknologi dewasa ini, telah menjadi faktor diterminan (determinant factor) bagi kemajuan peradaban sebuah bangsa agar mampu bersaing di tingkat global. Bangsa yang mampu memunculkan inovasi-inovasi dalam sains dan teknologi umumnya akan menjadi yang terdepan sekaligus pemandu bagi kehidupan antar-bangsa.

Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) juga telah menyebabkan terjadinya transisi paradigma perekonomian dunia yang semula berbasiskan pada sumber daya alam (Resource Base Economy) menjadi perekonomian yang berbasiskan sains dan teknologi (Knowledge Base Economy). Kekuatan bangsa diukur dari kemampuan Iptek sebagai faktor primer ekonomi menggantikan modal, lahan dan energi untuk peningkatan daya saing dan kesejahteraan umum.

Menurut Pontjo, pada era perkembangan sains dan teknologi yang sangat pesat saat ini, potensi sumber daya alam yang dimiliki sebuah negara tidak menjamin keberhasilan dalam menumbuhkan dan mengembangkan ekonominya secara berkelanjutan. Negara-negara yang telah menjalankan ekonomi berbasis pengetahuan, seperti negara-negara Eropa pada umumnya dan beberapa negara Asia seperti Cina, Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan ternyata lebih mampu mensejahterakan rakyatnya daripada negara-negara yang hanya bersandar pada kekayaan sumberdaya alam.

“Belajar dari pengalaman sukses negara-negara yang saya sebutkan tadi, sudah seharusnyalah Indonesia mentransformasikan diri menuju ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge base economy),” lanjut Pontjo.

Penyebab Penguasaan Saintek Rendah

Ada beberapa hal yang membuat penguasaan sains dan teknologi Indonesia masih rendah. Dalam kajian yang dilakukan Aliansi Kebangsaan misalnya, rendahnya penguasaan sains dan teknologi antara lain disebabkan belum terbangunnya ekosistem inovasi nasional yang kondusif bagi pengembangan sains dan teknologi, baik pada aspek regulasi, tatakelola, alokasi sumberdaya, dan pengaturan kelembagaan.

Di sisi lain, sinergi dan kolaborasi tiga pihak (Triple-Helix) antara perguruan tinggi/lembaga riset, pemerintah, dan dunia usaha juga belum menunjukkan kinerja yang memadai. “Padahal sinergi dan kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi/lembaga riset, dan industri/dunia usaha, serta pemberdayaan masyarakat sangatlah penting, terutama dalam upaya mendekatkan hasil riset dan inovasi kepada dunia usaha/industri atau masyarakat untuk penerapan, pemanfaatan hingga pemasarannya,” tegas Pontjo.

Dalam kolaborasi kelembagaan Triple Helix, kata Pontjo, dunia usaha/industri berperan sebagai pendorong, pengembang, pengguna, sekaligus memasarkan hasil riset dan inovasi teknologi. Dalam konteks seperti ini dapat disebutkan bahwa dunia usaha/industri sesungguhnya adalah “inkubator pengembangan inovasi dan teknologi”. Tanpa peran dunia usaha/industri, inovasi teknologi tidak mungkin akan berkembang.

Pontjo mencontohkan bagaimana Finlandia berhasil mengubah perekonomian yang semula berbasis sumber daya alam menjadi ekonomi berbasis sains dan teknologi yang dimotori oleh Nokia, sebuah perusahaan publik. Ini satu bukti begitu strategisnya peran dunia usaha dalam upaya peningkatan penguasaan teknologi.

Karena itu, menurut Pontjo, pengusaha harus ambil tanggungjawab atas kemajuan sains dan teknologi bangsa ini. Pengusaha Indonesia sudah seharusnya tidak sekadar menjadi “benefit seekers” tetapi juga memiliki tanggungjawab atas kepentingan nasional sebagai wujud dari kewajiban konstitusional “bela negara” atas bangsa dan negaranya.

“Sayangnya, berbagai insentif atau pemberian fasilitas kegiatan riset, invensi dan inovasi oleh pemerintah belum terasa di kalangan dunia usaha,” ujar Pontjo.

Menyadari masih banyaknya masalah, hambatan, dan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam peningkatan penguasaan sains dan teknologi, maka penguatan Sistem Inovasi Nasional sangat diperlukan demi menguatnya kelembagaan iptek, sumberdaya iptek, dan jaringan iptek. “Mudah-mudahan dengan keluarnya Undang Undang No. 11 Tahun 2019 Tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, kebutuhan akan penguatan Sistem Inovasi Nasional ini dapat terpenuhi.,” harap Pontjo.

Bappenas sendiri telah menyusun “Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi” dengan memberikan arah serta koridor untuk memastikan bahwa setiap elemen pendukung sistem dapat berkolaborasi dan saling mendukung untuk dapat berkontribusi secara optimal. Merujuk cetak biru ini, ada beberapa elemen penting yang membentuk Sistem Inovasi Nasional yaitu Elemen Regulasi, Kelembagaan, Mekanisme Akuntabilitas, Sumber Daya, Insentif & Pendanaan.

Melalui Undang-Undang ini, telah coba diletakkan pondasi penting untuk penguatan Sistem Inovasi Nasional. Dan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 berdasarkan Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2025, memperkuat pembangunan sains, teknologi, dan inovasi telah ditetapkan sebagai prioritas nasional ke-4 dari delapan prioritas nasional (Asta Cita).

FGD dan podcast dengan tema Penguatan Sistem Inovasi Nasional sudah beberapa kali dilaksanakan oleh Aliansi Kebangsaan. Tema ini kembali diangkat, karena saat ini Aliansi Kebangsaan bekerjasama dengan mitra strategisnya sedang menyusun “Peta Jalan Penguatan Sistem Inovasi Nasional” yang akan disampaikan kepada Pemerintah sebagai sumbangan pemikiran dari para cendekiawan dalam upaya mengejar ketertinggalan penguasaan teknologi Indonesia.

Adapun narasumber yang hadir dalam FGD tersebut antara lain Laksdya (Purn) Prof. Dr. Ir. Amarulla Octavian (Wakil Kepala BRIN), Prof. Ir. Sri Widiyantoro, Ph.D (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia), Ninasapti Triaswati, Ph.D (akademisi Universitas Indonesia) dan Wendy Aritenang, M.Sc, Ph.D (Ketua CTIS).

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!