SOLO, MENARA62.COM – Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) meminta kepada pemerintah agar Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit direvisi. Alasannya Permenkes tersebut mereduksi peran apoteker di praktik kefarmasian.

“Pada Permenkes tersebut apoteker digolongkan sebagai nonmedis, padahal seharusnya kami masuk di kefarmasian,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat IAI Nurul Falah di sela Rakerda IAI di Hotel Alila Solo, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (8/2/2020).

IAI lanjut Nurul Falah telah mencoba menyurari Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes untuk terkait Permenkes tersebut untuk memberikan alternatif pasal yang seharusnya diakomodasi. Tetapi hingga saat ini belum ada tanggapan.

“Oleh karena itu, kami mengirimkan surat lagi ke Menteri Kesehatan, harapannya segera ada respon,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Pengurus Daerah IAI Jawa Tengah Jamaludin Effendi mengatakan sikap apoteker sudah jelas terkait terbitnya Permenkes Nomor 3 Tahun 2020 tersebut, yaitu menuntut agar PMK segera dicabut.

“Kami sudah ada pernyataan sikap, yaitu apoteker menolak dengan tegas Permenkes ini. Harapannya agar aturan dicabut dulu untuk selanjutnya didiskusikan oleh seluruh stakeholder. Kami ingin praktik kefarmasian ada di aturan itu,” katanya.

Ia mengatakan agar praktik kefarmasian bisa berjalan dengan baik, IAI menuntut adanya regulasi yang mengatur praktik kefarmasian.

“Jadi ada aturan khusus karena kalau begini kan kesannya terjadi degradasi peran apoteker di situ. Padahal seharusnya apoteker bisa memberikan edukasi kepada pasien,” katanya.

Menurut dia, dengan diterbitkannya Permenkes ini seolah-olah apoteker hanya bisa bekerja di apotek dan mengurusi obat.

“Padahal kesembuhan pasien bukan hanya di tangan dokter tetapi juga apoteker,” katanya.

Terkait hal itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Yulianto Prabowo siap memfasilitasi IAI Jateng yang ingin memberikan masukan secara langsung maupun tidak langsung kepada Kementerian Kesehatan.

“Saya bersedia mendampingi. Terkait ini perlu dibuat daftar inventaris masalah. Selain itu masukan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota juga diperlukan karena yang memberikan klasifikasi kan mereka,” katanya.