JAKARTA, MENARA62.COM – Heboh promosi menikah usia dini yang dilakukan oleh Aisha Wedding Organizer, Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Dr. Ir. Giwo Rubianto Wiyogo M.Pd pun angkat bicara. Menurutnya apa yang dilakukan Aisha Wedding Organizer tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap dua undang-undang sekaligus, yakni UU no 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan dan UU no 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Dalam UU No 16 Tahun 2019 yang merupakan perubahan atas UU no 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa batas usia minimal menikah bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun.
“Materi yang disampaikan oleh Aisha Wedding Organizer jelas melanggar dua UU sekaligus,” kata Giwo dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/2/2021).
Perempuan yang pernah menjabat sebagai Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tersebut secara tegas mengatakan perkawinan usia dini sangat berbahaya. Karena konsekuensi seorang perempuan dari perkawinan adalah hamil dan melahirkan.
“Hamil usia dini membahayakan kesehatan dan keselamatan baik ibu hamil maupun bayi yang dikandungnya,” lanjut Giwo.
Ia menyebutkan perkawinan anak berpengaruh terhadap proses reproduksi perempuan, dimana perempuan juga akan mengalami proses melahirkan pada usia yang masih dini pula. Dari sisi kesehatan, organ reproduksi perempuan yang masih dalam usia anak belum siap untuk hamil dan melahirkan. sehingga seringkali membahayakan ibu dan bayinya.
Perkawinan anak secara langsung menyebabkan peningkatan kejadian keracunan kehamilan (preeklamsia), yang terjadi akibat plasenta tidak berkembang dengan baik karena gangguan pada pembuluh darah, persalinan lama dan persalinan dengan bantuan.
Secara tidak langsung lanjut Giwo, perkawinan anak akan menyebabkan peningkatan kejadian robekan pada dinding rahim ibu, penyangga rahim juga belum kuat untuk menyangga kehamilan, sehingga berisiko prolaps uteri (turunnya rahim ke liang vagina) abortus. Implikasi serius dari kondisi ini adalag perdarahan, bayi lahir prematur, kematian bayi dan ibu akibat komplikasi saaat kehamilan dan melahirkan dibandingkan dengan perempuan dewasa
“Makin muda usia ibu saat melahirkan, makin besar kemungkinannya untuk melahirkan anak dengan berat badan lahir rendah (BBLR). BBLR akan berlanjut menjadi balita gizi kurang (stunting) dan berlanjut ke usia anak sekolah dengan berbagai konsekuensinya,” tambahnya.
Giwo mengingatkan bahwa melakukan hubungan seksual pada usia masih sangat muda meningkatkan risiko timbulnya kanker leher rahim dikemudian hari. Kanker leher rahim timbul di batas zona peralihan (transformasi) sel epitel gepeng dan epitel komumnar (squamo-columnar junction) di leher rahim ini. Zona ini lebih mudah untuk mengalami perubahan ke arah tidak normal dan dapat tumbuh menjadi kanker jika ada infeksi Human Papilloma Virus (HPV) dan jika terdapat faktor risiko lain, antara lain umur, memiliki pasangan seksual lebih dari satu dan melakukan hubungan seksual pada usia dini
Sedang dilihat dari sudut psikologis, terlalu dini menjadi istri dan ibu maka terlalu banyak yang harus dikorbankan. Karena secara kesehatan dan psikologis, perempuan usia dini belum siap untuk menjadi istri dan ibu.
“Berbagai dampak negatif dapat terjadi akibat keluarga dibangun dengan pasangan yang menikah pada usia anak antara lain secara psikologis anak belum siap menjadi orang tua karena masih anak-anak dan menyebabkan rentan terjadinya pertengkaran, kekerasan dalam rumah tangga, hingga terjadinya perceraian,” tukas Giwo.
Lalu dampak terhadap tumbuh kembang anak, menurut Giwo perkawinan usia dini akan menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh kembang anak dan akan menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak seperti hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil anak, hak kesehatan, hak pendidikan, dan hak sosial anak dan secara umum menyebabkan terganggunya perencanaan masa depan anak.
Giwo juga mengingatkan perkawinan anak bertentangan dengan UU No.23 tahun 2002. Bahwa setiap anak wajib mendapatkan perlindungan : Perlindungan Anak adalah kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
UU ini dipertegas dengan terbitnya UU No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, yang mendefinisikan anak sebagai seseorang yang belum berusia 18 tahun. Terkait dengan perkawinan anak, UU No 35 tahun 2014 secara eksplisit menyebutkan kewajiban orang tua dalam mencegah terjadinya perkawinan anak
Terdapat hal lain berkaitan dengan perkawinan anak, seperti perlakuan yang kurang adil dari masyarakat khususnya terhadap remaja perempuan. Seringkali suatu kasus kehamilan pranikah yang menjadi korban adalah remaja perempuan dibandingkan dengan remaja laki-laki, yang masih diperbolehkan melanjutkan sekolah.