26.1 C
Jakarta

Kerja Otak Ternyata Seperti Kerja Otot

Baca Juga:

Oleh Ashari, S.IP*      

Dalam sebuah studi banding di sekolah lain, saya mendapati sebuah tulisan motivasi yang terpampang  di dalam kelas: Kerja Otak Seperti Otot, semakin sering digunakan, maka otak akan semakin lentur, jika tidak dipakai akan kaku. Kurang lebih demikian. Tulisan yang dibuat anak-anak ini, bagi saya memberikan inpirasi positip untuk senantiasa menggunakan otak secara proporsional. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam melakukan aktivitas sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan kita membutuhkan kerja otot dan otak. Keduanya mempunyai peran masing-masing. Manusia (insan) berbeda dengan hewan dalam bekerja. Manusia oleh Allah SWT diberi  kemampuan yang luar biasa untuk membedakan mana yang baik dan buruk, melalui jaringan otak dan kekuatan otot.

Karunia otak dan otot ini dalam bekerja  mempunyai beberapa kesamaan bentuk. Maksudnya, keduanya kalau diberdayakan secara optimal, sama-sama akan menghasilkan out put yang memuaskan. Begitu juga sebaliknya. Keduanya kalau tidak kita manfaatkan, maka otot dan otak kita akan lembek, mudah putus asa, kerja keras sedikit saja sudah mengeluh. Orientasi kerja, lebih pada hasilnya, bukan pada proses.

Sebagai analogi sederhana, iman yang ada dalam hati ini  justru akan kuat ketika kita sering mendapatkan ujian dari Allah SWT. Saudara-saudara kita yang ikut olah raga bina raga mempunyai otot yang terbentuk, karena mereka sering latihan lebih keras dari kita. Atau teman-teman yang berprestasi tinggi dalam bidang akademik, tentu mereka juga mengasah otaknya lebih keras. Disaat orang lain tidur pulas, atau bermain, mereka sibuk belajar dan berlatih. Disaat orang lain menghabiskan waktunya untuk kegiatan yang lagha (sia-sia) – mereka yang berprestasi sangat berhitung dengan waktu.

Kalau kita membaca sejarah para nabi (sumber tarikh), mereka  adalah para pekerja keras. Nabi kita Muhammad Saw misalnya, meskipun beliau dikarunia mukjizat oleh Allah SWT, namun tidak setiap saat digunakan sebagai senjata. Bahkan disaat kondisi kepepet sekalipun, ketika Nabi dilempari potongan kayu dan besi, tanggal beberapa giginya, menahan sakit yang amat sangat, datang Malaikat Jibril memberi bantuan – Nabi diminta berdoa kepada Allah agar yang menyiksanya dihancurkan, namun permintaan Jibril ditolaknya. Begitu juga di saat-saat perang Rasulullah juga tetap mengandalkan taktik dan strategi secara wajar, disamping berdoa kepada Allah tentu saja.

Artinya apa ini? Kita harus bekerja keras dan cerdas kalau ingin berhasil. Mengapa teman kita bisa sukses, sementara kita belum ? Padahal sama-sama makan nasi. Ternyata karena selama ini kita masih belum memaksimalkan kemampuan (karunia) otot dan otak yang telah diberikan oleh Allah. Otot dan otak lebih sering ‘nganggur’. Kita sering manjakan mereka. Pikir kita : Kasihan kalau harus kerja keras. Kasihan kalau harus belajar lama-lama, nanti pusing, ngantuk dan masih banyak keluhan lainnya. Itu semua bermuara pada rasa malas. Padahal kita setiap saat berdoa untuk berlindung kepada Allah dari rasa malas (al-kasalu).

Kapan kita mulai manfaatnya kemampuan yang diberikan Allah secara cuma-cuma ini? Tidak ada kata terlambat, untuk berprestasi. Kalau kita mampu mengoptimalkan otot dan otak ini, maka kita akan menjadi orang-orang yang exstra ordinary. Orang-orang yang berprestasi. Tidak hanya menjadi orang yang ordinary (biasa-biasa saja), tetapi diluar itu, yaitu luar biasa.

Kuncinya, pertama adalah Komitmen. Artinya orang yang mempunyai komitmen, ia tidak akan mudah terkena pengaruh oleh lingkungan. Seperti ikan, meskipun ia tinggal di laut, ikan tidak asin. Meski lingkungan jelek, ia tetap membawa semangat positip. Kedua, achievement – ada semangat untuk berprestasi. Kalau bekerja, dia berorientasi kepada tugas. Yang ketiga adalah mempunyai responsibility – tanggungjawab. Orang yang extra ordinary biasanya mempunyai rasa tanggungjawab yang lebih. (Reza Syareif dalam bukunya: Life excellent.)

Penutup

Marilah kita optimalkan kemampuan Otot dan Otak ini untuk menunjang masa depan yang lebih gemilang. Terlebih masa depan yang lebih abadi, di akherat nanti. Hari esok memang tidak dapat dipastikan, tetapi sesungguhnya bisa direncanakan. Bahkan ahli menejemen pernah bilang bahwa perencanaan  yang baik adalah separo dari keberhasilan. Sejatinya ilmu perencanaan ini Islam 14 abad lalu sudah concern. Lihat Firman Allah dalam Al-Hasyr ayat 18 “Hari orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang akan diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)”. Kurang apa coba? Sekian

*Mengajar di SMP Muhammadiyah Turi, Anggota FGSM Sleman DIY

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!