31.3 C
Jakarta

Pemerintah Jamin Akses Mahasiswa Kurang Mampu Untuk Kuliah Kedokteran

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM– Program studi kedokteran menjadi salah satu program studi favorit pilihan calon mahasiswa. Tetapi mahalnya biaya studi kedokteran membuat akses siswa kurang mampu menjadi terbatas.

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menjelaskan ada beberapa faktor yang menyebabkan biaya studi kedokteran menjadi mahal dibanding program studi lainnya.

“Untuk menghasilkan seorang dokter profesional dan handal diperlukan sumber daya yang besar dan berkualitas,” kata Nasir, Jumat (24/03/2017).

Diakui Nasir sejak tahap pendidikan akademik (pre-klinik), profesi (klinik/co-ass), hingga Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD), program studi kedokteran memang membutuhkan biaya cukup besar. Pun setiap mahasiswa kedokteran, berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi, wajib mengikuti pendidikan klinik di rumah sakit sejak awal pendidikan (early clinical exposure).

Semua tahapan tersebut lanjut Nasir membutuhkan sumber daya manusia, sarana dan prasarana pendidikan, kurikulum, Rumah Sakit Pendidikan, Wahana Pendidikan Kedokteran, serta wahana penelitian yang sesuai dengan Standar Pendidikan Profesi Dokter (SPPD) dan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI).

“Untuk itu, dibutuhkan sumber daya yang besar (termasuk biaya yang besar) untuk mendirikan dan mengimplementasikan pendidikan kedokteran pada Fakultas Kedokteran,” jelasnya.

Pada tahun 2012, Ditjen Pendidikan Tinggi telah menyusun analisis unit cost pendidikan kedokteran per semester dengan pendekatan activity-based costing, yang selanjutnya juga menjadi dasar perhitungan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk pendidikan kedokteran di PTN sesuai Permendikbud No. 73/2014.  Berdasarkan analisis tersebut diperoleh BKT Pendidikan Dokter : Rp 12.694.000. Dalam penerapannya di perguruan tinggi negeri, UKT Pendidikan Dokter mulai dari Rp.0 hingga maksimal Rp 25.000.000 (kelas tertinggi). Dengan berlakunya UKT, mahasiswa di perguruan tinggi negeri hanya membayar uang semester, tidak ada lagi uang pangkal dan biaya lainnya.

Menteri Nasir  menegaskan bahwa calon mahasiswa berprestasi dari kalangan tidak mampu jangan khawatir melihat besarnya biaya pendidikan kedokteran tersebut. Karena Negara hadir melalui berbagai skema pembiayaan dan beasiswa untuk memberikan akses bagi mereka untuk meraih impiannya sebagai seorang Dokter.

“Melalui UKT, mahasiswa kalangan tidak mampu tidak perlu membayar uang semester (Rp.0), sedangkan mahasiswa mampu lainnya membayar UKT sesuai kemampuan orang tua, subsidi silang. Sehingga muncul sistem pembiayaan berkeadilan” ujar Menteri Nasir.

Selain melalui sistem UKT, kalangan dari keluarga tidak mampu juga dijamin aksesnya mengenyam pendidikan dokter melalui pemberian beasiswa. Hal ini sesuai dengan amanat Undang Undang No.20 tahun 2013 mengenai adanya beasiswa dan bantuan biaya pendidikan untuk mahasiswa dan dosen (Pasal 32 – 35). Saat ini beasiswa dan bantuan biaya pendidikan untuk mahasiswa dan dosen kedokteran telah dikeluarkan melalui program BIDIK MISI, LPDP, dan juga Program Beasiswa Afirmasi.

“Tahun 2017, Kemristekdikti menyiapkan Beasiswa Bidik Misi bagi 90.000 mahasiswa Indonesia, dan ini terbuka bagi seluruh fakultas dan program studi”, pungkas Menteri Nasir.

Beberapa universitas juga telah membuat program terobosan untuk membuka akses pendidikan kedokteran. Universitas Padjajaran contohnya, sejak tahun lalu telah menggratiskan biaya pendidikan bagi para mahasiswa kedokteran. Para mahasiswa memperoleh beasiswa dari kota/kabupaten di Jawa Barat, termasuk dari instansi swasta dengan kewajiban setelah mereka lulus sebagai dokter harus bekerja di Jawa Barat di wilayah/instansi yang ditentukan.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!