Terjadi lagi, Bayi Ditahan Rumah Sakit. Bayi Ditahan RS di Brebes itu, seharusnya tidak terjadi. Ini memang bukan kasus pertama di Indonesia. Publik berharap, kasus semacam ini tidak terulang lagi.
Peristiwa seorang bayi yang tidak bisa pulang dari RS Mutiara Bunda Brebes, karena tunggakan BPJS, seharusnya tidak terjadi. Kata Jasra Putra, Wakil Ketua KPAI dalam pesan singkatnya yang dikirimkan ke redaksi.
Indonesia, katanya, memiliki program Jaminan Persalinan. Program ini, merupakan program nasional. Program ini, merupakan jaminan pemerintah dalam persalinan bayi yang diberikan pada masyarakat.
Ada aturannya. Aturan itu dibuat dalam bentuk Intruksi Presiden nomor 5 tahun 2022, tentang peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir. Nama programnya, Jaminan Persalinan.
Program ini mengamanahkan, bagi orang yang tidak mampu serta tidak memiliki jaminan kesehatan. Presiden telah meminta Menteri PMK, Menkes, Mendagri, Mensos, Gubernur, Walikota, Bupati dan Direksi BPJS, bahwa bagi mereka yang tidak mampu membayar dapat dijamin dalam program Jampersal.
“Saya kira kasus ini bisa akan terjadi terus, ketika tidak dipahami secara baik Intruksi Presiden tersebut. Untuk itu penting agar tidak terjadi lagi, KPAI menekankan fungsi koordinasi dan sinkornisasi data dengan BPJS Kesehatan,” ujar Jasra Putra,
Wakil Ketua KPAI pada Kamis (6/7/2023).
Koordinasi
Kepala Daerah, menurut Jasra, dapat melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan dinas yang diamanahkan dalam regulasi tersebut. Langkah ini penting, untuk mensinkronkan data yang ada di BPJS Kesehatan.
Sinkronisasi ini penting, agar mencegah keterpisahan ibu dan bayi. Selain itu, untuk mencegah kematian ibu dan bayi dimasa neonatal. Problem ini, masih menjadi titik berat persoalan yang di laporkan IDAI dan IDI.
“Karena itu, intruksi Presiden dalam Jampersal sudah sangat tepat,” ujarnya.
Kalau memang diketahui belum terdaftar sebagai peserta Jampersal, umumnya bisa segera didaftarkan, dan hari itu juga bisa masuk dalam program Jaminan Kesehatan Nasional, apalagi dinyatakan keluarga tidak mampu membayar.
“Masalah ada tagihan dan lain lain, menjadi tangung jawab pemerintah melalui APBD, untuk membayarkan tagihan tersebut. Sedangkan BPJS memastikan mereka masuk program Jampersal dan Pemda menanggung biayanya,” ujarnya.
Itu sebabnya, menurut Jasra, KPAI dalam advokasi RUU Kesehatan, mendorong mandatory spending 20% untuk pembiayaan kesehatan anak. Agar tersedia dana yang cukup, terutama untuk melindungi kesehatan bayi dan anak anak sejak usia 0 sampai 18 tahun.
“KPAI saat mendapat laporan, langsung berkoordinasi dengan Surmiati, Kedeputian BPJS Kesehatan Wilayah Jawa Tengah,” ujarnya.
Selain itu, menurut Jasra, KPAI juga berkomunikasi dengan Kepala Desa Kubangjero, dan mengungkapkan, bayi dan keluarga sudah bisa pulang dari rumah sakit. Untuk persyaratan Administrasi maupun lainnya sedang diproses, kebetulan ada donatur yang langsung mendampingi.
Pembayaran tunggakan dan denda BPJS sudah dibayarkan lunas. Sumber dana Rp 4.600.000,- dibayarkan dari kas desa, sisanya dari dermawan.
Dari awal proses, desa selalu proaktif membantu, memantau dan mengantar keluarga dengan mobil Siaga Desa, begitupun ketika mengaktivasi BPJS karena ada tunggakan pembayaran.
Saat ini, ibu dan bayi sudah di rumah. KPAI mengapresiasi kepedulian banyak pihak, terutama media yang menyampaikan situasi mereka. Media berperan penting, sehingga ada edukasi dan memunculkan kepedulian di masyarakat.
“Saya kira dalam memotret permasalahan ini, ada tiga hal yang penting menjadi perhatian ke depan,” ujarnya.
Pertama sesuai dengan Inpres di atas. bahwa kasus kasus seperti ini menjadi tanggungjawab bersama. Kedua, pemerintah daerah diminta untuk menanggulangi pembiayaan jangka pendek, dan jika keluarga tersebut belum terdata dalam BPJS Kesehatan dapat segera berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan BPJS Kesehatan. Ketiga, pentingnya mandatory spending dalam RUU Kesehatan. Terkait ini, KPAI mengusulkan 20% anggaran kesehatan untuk memastikan hak kesehatan dasar anak, bisa dipenuhi secara optimal.
“Sehingga kedepan, penting berbagai pihak yang dimandatkan dalam Instruksi Presiden melakukan sinkronisasi dan verifikasi data. Kementerian Sosial dapat bersama Menko PMK dalam menyampaikan persoalan ini ke DJSN dan BPJS Kesehatan. Kedua lembaga itu, dapat bersama-sama membuat program terpadu sinkronisasi dan verifikasi data PBI kita,” ujarnya.